Guru Devotion : Evoking the Fighting Spirit (Ven. Bhadra Ruci)

  • November 30, 2015

Memasuki hari penutupan di penghujung bulan November ini, praktis kita semua sudah melewati tahun 2015. Sisa bulan Desember separuh di awalnya kurang lebih hanya persiapan untuk menutup tahun di separuh berikutnya, yang biasanya diisi dengan libur/retret akhir tahun. Sejenak di penghujung bulan ini kita coba merenungkan kembali apa saja yang benar-benar kita perjuangkan selama sebelas bulan terakhir. Hasil renungan itu kiranya bisa menjadi bahan untuk menyusun resolusi menyongsong tahun baru.

Di akhir bulan Oktober yang lalu, Suhu mengajak kita semua untuk sama-sama merampungkan program kebajikan Seratus Ribu Stupa dan Sepuluh Juta Pelita. Di awal bulan ini, tepatnya pada peringatan Lhabab Duchen 3 November 2015, juga telah diluncurkan program kebajikan melafalkan Seratus Ribu Sutra Hati untuk pemulihan sempurna kesehatan Rinpoche berikut umur panjang Beliau.

Berikut adalah perolehan angka kebajikan kita bersama per 30 November 2015:

8.625 STUPA

6.580 PELITA

53.286 SUTRA HATI

Untuk berpartisipasi dalam program STUPA, PELITA & SUTRA HATI, bisa langsung menghubungi:
STUPA
Susanty 085.6256.5355
PELITA
Sylvia Yong 0813.5017.9090
SUTRA HATI
Call Center KCI 0815.7321.0000

* * * * * * * *

Berikut adalah transkrip pesan video Suhu dalam rangka Hari Guru yang disampaikan pada 26 November 2015:

Transkrip

Jadi ini sebenarnya harusnya kemarin rekaman ini diupload tapi karena alasan hujan deras jadi hari ini baru diupload. Harusnya kemarin karena kemarin itu peringatan Hari Guru yah jadi semua orang berbodong-bondong memberi ucapan kepada saya Selamat Hari Guru. Sebenarnya di KCI itu ada beberapa guru kayak Rinpoche, kan harusnya kalian beri ucapan, seperti Tim Sumatikirti yang di Jakarta. Sebenarnya ucapan yang paling besar itu ke Rinpoche, Dagpo Rinpoche. Malam peringatan Hari Guru, jadi subuhnya tengah malam gitu sekitar jam 23.00, saya ditelepon dari India bahwa Gen Palbar barusan berbicara dengan Rinpoche dan Rinpoche pesan kepada Gen Palbar agar harus memberi kabar kepada saya. Bahwasannya Gen Lobsang Oser itu harus dikabari bahwa beliau sekarang lebih sehat, makan enak, tidur enak, istirahat enak, tidur nyenyak, cuma dokter tidak mengizinkan olahraga yang seperti lari, jalan itu belum boleh. Yah itu saja.

Kemudian di peringatan Hari Guru membuat kita mengingat pada kisah-kisah Kadampa bahwa di tradisi Kadampa yang terkenal. Kenapa saya menceritakan tentang tradisi Kadampa? Karena kita sendiri adalah mewarisi kisah-kisah tradisi Kadampa. Jadi sangat banyak dalam tradisi kisah-kisah dulu memberikan gambaran kepada kita bahwa ada satu cerita seorang Geshe dia mengalami menderita dalam latihan dia. Dia bilang, oh guru saya tidak tahan lagi saya mau pergi dari biara ini, saya tidak tahan dengan pelajaran seperti ini, dingin sekali saya sampai sakit. Pokoknya saya tidak tahan lagi saya sudah mau mampus, saya mau pergi. Terus gurunya memarahi Geshe ini dengan kalimat seperti ini, ‘Kamu itu sudah hidup enak ratusan ribuan kehidupan. Kehidupan seperti apa yang belum pernah engkau nikmati dari anak orang kaya sampai pernah jadi kelahiran di alam dewa. Tetapi kehidupan seperti itu semua tidak memberi kamu pelajaran dan kemajuan batin. Oleh karena itu apa yang harus kau lakukan adalah sit here don’t move.’ Jadi duduk dan diam berlatih.

Jadi kita itu enak, gak cocok sedikit ‘Aduh aku gak tahan, aku mau pergi, aduh matilah aku, aduh gak cocok aku gini gitu’. Sebenarnya cocok gak cocok tergantung diri kita, bukan tergantung faktor eksternal. Kita tahu kebahagiaan itu sumbernya dari dalam, bukan dari luar. Kalau kebahagiaan sumber dari luar maka seluruh barang di dunia ini tuh seragam karena merupakan sumber kebahagiaan bagi saya juga sumber kebahagiaan bagi orang lain. Itu jelas. Jadi, semua tergantung internal dan ini uniknya latihan. You tidak tahan di sini you akan tidak tahan di tempat lain. Kalau di tempat lain tidak tahan you akan mau cari lagi di tempat lain. You will never never satisfied. Itu rumus. Lewati dirimu, itu namanya ujian. Tidak tahan aku udah mau mati.

Artinya apa? Kita tidak pernah memperjuangkan spiritual, latihan spiritual, pada hidup kita. Kita gak pernah. Dari kecil apa yang kita perjuangkan? Lulus SD, prestasi, nilai baik, ranking tinggi, lulus SMA, perguruan tinggi, itu semua kita perjuangkan. Kemudian kuliah, sudah kuliah—kerja, kita memperjuangkan semua kehidupan kita dari kehidupan materi, kesejahteraan, semuanya. Tetapi kita tidak pernah memperjuangkan latihan spiritual pada diri kita, gak pernah. Capek sedikit give up, lelah sedikit give up, gak tahan give up, keras sedikit give up, dimarahi sama Suhu give up. Ini masih kasus sendiri. Kalau kamu sudah pacaran, kalau kamu sudah hampir nikah, nikah, apakah kamu memperjuangkan latihan spiritualmu pada hidupmu? Memandang itu sebagai penting? Gak, sangat jarang.

Di KCI 300 orang, 1000 orang, 2000 orang, saya hanya bisa menemukan tidak lebih dari 5 pasangan yang memperjuangkan spiritualnya pada hidupnya. Memperjuangkan latihan spiritual itu artinya di mana saya mengambil pentingnya metode latihan spiritual, di mana itu sebagai tolok-ukur tempat saya tinggal. Mau pindah kerja ada ratusan ribu tak terhingga tempat bisa kamu dapatkan kerja. Gak cocok sini silahkan pindah, gak cocok situ silahkan pindah, gak cocok di rumah ini boleh pindah di ratusan apartemen ratusan ribu perumahan dari Sabang sampai Merauke, silahkan. Tapi kita tidak pernah memperjuangkan latihan spiritual sebagai titik tolak kehidupan kita.

Saya mau pindah ke Malang. Kenapa? Karena biara. Saya mau ke Bandung, kenapa? Karena Center Bandung. Dulu semua orang berbondong-bondong pindah ke Bandung karena Center Bandung, bukan Suhu, situasi tempat latihan. Besok orang pindah ke Malang karena biara di situ. Kerja yang bangun jam 04.00 itu bisa dihitung. Oh yah banyak, bangun jam 04.00 untuk kerja, macet, masuk kantor jam 07.00 di Jakarta ratusan orang. Tapi bangun jam 04.00, bangun jam 05.00 demi bikin PR dulu baru kerja bisa dihitung di tangan. Pulang jam 22.00, jam 23.00, tidur jam 01.00, tidur jam 00.00, bikin PR dulu even ngantuk-ngantuk itu bisa dihitung dengan jari. Yah memperjuangkan spiritual belum.

Sekarang saya sedang berpikir, saya pakai kesempatan ini untuk memberi peringatan pertama announce kepada seluruh KCI. Semenjak Rinpoche sakit saya sedang mempertimbangkan dengan seksama bahwa saya harus mengambil keputusan. Tenang…..saya belum memutuskan. Jadi, sedang mempertimbangkan dengan seksama bahwa spiritual adalah hal utama dan penting karena selama ini kita itu double standard. Saya dituduh oleh banyak orang Suhu memain double standard tapi sebenarnya semua orang memainkan double standard. Double standard itu adalah yes satu pihak kita berlatih spiritual yes satu pihak kita memperjuangkan kehidupan duniawi sedangkan dengan seksama sekali kita tahu bahwa spiritual di dalam hidup ini adalah penting. Uang, tempat tinggal, istri, anak, pacar, materi, rumah, mobil, status kerjaan tak bisa dibawa mati.

If our way of life, if our philosophy, our faith atas lamrim then this decision must be taken, should be like that. Semua orang harus berpikir memperjuangkan spiritual, yah harus memperjuangkan karena kita itu ditarik oleh karma kita. Aku gak cocok, aku gak tahan, aku dipaksa nikah, aduh begini begini alah ratusan orang tiga ratus orang seribu orang semua ceritanya sama. You mau bebas, you make decision. Life is a choice. Hidup adalah pilihan then you memilih.

Kita selalu ambigu. Yah satu sisi kita kasihan oh orang masih mau ini ini tapi tenang saya belum memikir memutuskan, sedang memikir saja. Tapi ada orang bilang Suhu jangan banyak dipikir, kalau Suhu mulai mikir that means Suhu menuju ke situ. Tenang saya masih ada waktu panjang so don’t worry. Tapi pada intinya adalah saya mengajak kamu orang untuk berpikir adakah kamu orang terutama yang sudah pakai jubah atau tidak pakai jubah semua sama sih di mata saya. Mau pakai jubah gak pakai jubah di mata saya semua sama bahwa kamu adalah kita semua adalah orang yang berlatih spiritual artinya do you memperjuangkan latihan spiritual pada hidupmu. Artinya situasi you tinggal, rumah punya, kerjaan di Jakarta atau di Bandung dengan semua kondisi ini dipilih berdasarkan kebutuhan spiritual saya, kebutuhan center, komunitas, itu atas pilihan spiritual.

Saya membuat warning kepada kita semua. Artinya kalau tradisi Kadampa ketika kisah itu awal saya cerita bahwa kamu orang berlatih, aduh ini panas, ini dingin, makan tak cocok, ini begini, itu begini, ini begitu, itu begitu, silahkan pilih. Di dunia ini ada seribu satu macam jutaan metode artinya kita tidak pernah melihat menyadari keberuntungan yang kita miliki.

Di peringatan Hari Guru jika kita menginginkan guru kita umur panjang, jika kita menginginkan Rinpoche sehat kita harus senantiasa memohon, baik setiap hari baca Long Life-nya. Memohon itu penting. Memohon kayak semacam bahasa jawanya kalau di kehidupan sehari-hari kita mengerti suatu kata memohon doa restu, jadi mohon berkah. Nah, itu saya sudah jelaskan berkali-kali di banyak kesempatan.

Pada malam ini saya tidak perlu bercerita panjang tapi saya ingin menggarisbawahi pada kita semua bahwa kita perlu bertanya pada diri kita kalau memang hidup saya di kehidupan ini dilahirkan untuk latihan spiritual, tidak ada pilihan, you just sit and don’t move, sudah sangat jelas dan terang. Artinya kalau semua fenomena itu kan cuma ada dua, internal dan eksternal. Ketika kita mata merem, duduk di dalam kamar, don’t know anything, don’t know everything yah dunia itu kayak di dalam telur. Itu dua fenomena. Sebenarnya fenomena dalam itu yang paling penting. Fenomena yang luar itu kan eksternal, tambahan, suplemen. Tapi itu akan menjadi dipertegas lagi melalui kalimat apakah kita memperjuangkan latihan spiritual itu bagi hidup kita.

Marpa orang kaya, 3 kali ke India. Itu tidak enak, zaman dulu tidak enak. Terus orang datang, Milarepa datang kepada dia untuk menuntut ilmu. Emang orang berpikir zaman sekarang orang cenderung naif berpikir kayak gurunya Marpa itu duduk di takhta, duduk di kursi seperti ini, setiap malam ada setiap dua jam atau satu jam ada tatap muka kelas, begitu? Gak pernah begitu di dalam kehidupan lampau. Cara begini tuh cara modern. Dulu yah orang itu kerja sebagai babu, sebagai budak bagi Marpa, bagi gurunya. ‘Apa yang bisa saya bantu?’ ‘Itu ladang saya gak ada yang garap, urus!’ Tinggal di mana? Kandang kambing, kandang kuda, kandang domba bahkan kandang babi. Lalu, apa yang dia dapat? Sesekali, nah….. waktu tertentu tercetus satu kalimat, sesekali dalam waktu tertentu sambung kalimat kedua. Kondisi matang dikasih inisiasi… Sana ke goa.

Zaman dulu gak ada buku tulis, cerita, rekam, semua tercetak, gak. Naif. Coba pikir dengan seksama naif kita. Berpikir kita belajar mesti gitu juga. Enggak. Zaman begitu kamu bisa duduk bahkan ada rekaman seperti itu kita jauh lebih beruntung. Zaman dulu gak seperti itu kecuali di biara, institusi biara. Itu pun suatu tradisi yang dibawa dari Nalanda ke Tibet. Tapi di luar tradisi biara….Marpa itu tinggal di rumah, dia punya istri anak. Apa kerja Milarepa itu? Garap ladangnya. Sesekali diajak ngomong satu kalimat. Pasang kuping tajam-tajam, oh kalimatnya ini. Dia melatih. Akhirnya kita bisa menemukan teks-teks sebelum Kadampa itu pendek semua. Setelah Kadampa baru Geshe-geshe itu teksnya panjang-panjang. Karena secuplik-secuplik, you do that, gurunya amati. Dia mau tidur, dia mau bangun, dia mau ke India, dia mau dagang, dia mau apa bisa dua bulan gak ketemu Marpa, bisa 3 bulan, setengah tahun gak ketemu. It’s like that.

Tahan atau gak? Gak tahan. Naif. Zaman berubah, kapasitas kita sebagai manusia di zaman sekarang itu pun manja, gak tahan banting. Akhirnya begini. Fenomena luar lebih kuat. Kenapa zaman dulu orang kuat-kuat? Karena fenomena dalam dia tahan, dia belajar. Belajar di mana pun sama, seperti kamu kuliah. Kuliah di mana pun sama, lulus yah begitu saja. Mau kampus ini, kampus itu, sama. Pelajarannya, jurusan, apa pun, sama. Apa cerita yang sudah lulus? Nganggur dulu. Kerja, semua urusan, ilmu gak pake. Sama, kamu belajar di mana pun sama. Jangan berpikir ‘Oh saya belajar di sini, keluar mentereng,’ Yah..sama saja.

Penting untuk saya ingatkan semua orang mohon dipikirkan kita pernah gak memperjuangkan latihan spiritual pada hidup kita. Saya ambil contoh, kita tahu Lenny sama Bule mereka memilih hidup sebatang kara di Pemancingan. Itu mereka milih, memilih kehidupan seperti itu. Beberapa orang memilih tidak mau punya anak karena berpikir saya punya anak saya akan 20 tahun ngurusin anak. Jadi, hidup itu memilih, kita milih apa. Mau punya anak, mau nikah, mau gak nikah, itu cara. Spiritual itu adalah menu utama dalam hidup. Mau menu apa dalam hidup ini? Kerja, mobil, uang, reputasi, dan kita tahu di ujungnya apa. Dengan cara seperti ini kerja keras Rinpoche 27 tahun baru ada hasil.

Awalnya Rinpoche lebih memikir, lebih menitik-beratkan pada kehidupan biara. Jelas, karena ajaran kalau diajarkan kepada biara dan mereka akan mewarisinya dan menjaganya dan melatihnya. Sebenarnya kehidupan umat awam itu tidak ada harapan. Sudah diajari, kalau dia gak siap, lebih parah. Diajari, nikah, lenyap. Diajari, punya anak, setengah lenyap. Kalau dia siap, diajari, nikah dengan lain agama, itu lenyap. Sebenarnya kehidupan umat awam itu tidak ada harapan, sesungguhnya yah…Tapi hasilnya sekarang KCI seperti ini tuh kita perjuangkan. Hasil ini tuh kita perjuangkan. Hasil perjuangan 15 tahun, itu hasilnya begitu banyak orang-orang yang berlatih serius.

Dulu juga saya mengatakan sit here and don’t move. Saya sedang mempertimbangkan tapi yang cewek sudah, saya sudah memutuskan. Yang cowok saya pikir saya perlu serius mempertimbangkan, yah The Ugra Way is the solution. Semua orang bandel, semua orang tuh bandel. Kalau kita membebaskan semua orang untuk yah guru ngajar everybody choose, silahkan dengan pikiran dewasa untuk berlatih untuk memilih untuk datang pergi datang pergi, yah KCI tidak ini hari.

Suhu itu terlalu baik barangkali, belakangan. Kayaknya saya tidak perlu jadi orang yang terlalu baik, yah begitulah. Jadi ini ketiga kali saya mengulang bahwa apakah kita semua mempertimbangkan latihan spiritual adalah tolok-ukur utama dalam hidup ini. Itu konsekuensinya panjang, menentukan bentuk kehidupan kamu orang di masyarakat ini, bahkan menentukan destinasi kota kamu orang. Konsekuensinya banyak. Coba didiskusikan, silahkan didiskusikan, silahkan diwacanakan, silahkan dirembuk, silahkan dibahas, silahkan digosipin, kita lihat hasilnya seperti apa.

Masih hangat-hangat satu dua hari peringatan Hari Guru. Sebenarnya Hari Guru nasional ini tidak ada urusannya dengan saya, tapi baiklah ini kan dekat-dekat Desember yah, sebentar lagi kan Desember. Saya ingin menambahkan sedikit kalau tidak terlalu panjang bahwa saya ingin ingatkan bagaimana caranya kita semua memiliki guru spiritual, hadir dalam hidup, bahkan hadir dalam hatimu. We feel it, really feel, sampai benar-benar merasa di dalam situ. Bagaimana caranya adalah kita yang memohon. Bagaimana mulai memohon? Merenungkan kebaikan hati sang guru. Guru itu baik. Coba, kalau gak ada guru yah kita gak bisa begini, gak bisa gini, yah benar. Bahkan kita bisa kerja dengan reputasi, dengan penghasilan, bahkan kita bisa selamat dari banyak perkara-perkara, urusan-urusan dalam hidup kita itu berkat berkah dari guru itu.

Renungkan dengan baik-baik. Tiap hari ‘Guru…saya begini,’ ‘Guru….saya begini,’ sampai hatimu terasa. Saat itu momen yang paling tepat untuk kamu memohon ‘Oh Guru, saya selalu bersama dengan saya dan tinggallah bersama dengan saya.’ Nah, itu doanya baru manjur.

Saya pikir begitu. Selamat Hari Guru untuk kamu orang yang ikut berpartisipasi dalam mengajar. Tim Sumatikirti baik Jakarta, Bandung, Medan mau bentuk lagi kan, para anggota Sangha yang sudah punya secara langsung tidak langsung masing-masing itu punya tanggung jawab atas mau berapa murid. Masing-masing orang itu punya tanggung jawab atas orang-orang yang punya jodoh dekat dengan dia. Tanggung jawabnya apa? Sebagai guru mendidik mereka sebagai murid. Atas pijakan apa? Sit here and don’t move, don’t make yourself too spoiled. Dunia keadaan sudah parah, you have to think carefully. Aduh aku gak sanggup, aduh gini, aduh gini, di mana pun tetap saja kamu akan bisa aduh-aduh. Kapan kamu pernah berjuang spiritualmu pada keadaanmu sekarang?

Yah….Selamat Hari Guru. Yah…buat semua orang. Yang sebenarnya kamu orang itu semua itu besok bakal jadi guru. Jadi lain kali gak perlu memberi selamat kepada saya. Nah, selamat kepada kamu orang masing-masing kalau kamu orang sudah matang menjadi dewasa, itu kan kamu punya murid gitu.

********

Pesan video Suhu Bhadra Ruci, direkam oleh Agus Saputra di Aula Istana Payung Perak, Bandung, 26 November 2015. Transkrip bahasa Indonesia oleh Christine Khu. Transkrip ini dituliskan berdasarkan materi asli tutur kata lisan yang berfungsi sebagai materi pendukung. Untuk pesan lengkap sesuai konteks silahkan merujuk pada materi video lengkap.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *