Pemimpin Laksana Orang Tua Masyarakat

  • May 24, 2016

Waisak Munculkan Sikap Mandiri, Luhur, dan Budi

MAGELANG – Panas terik saat siang dan hujan deras saat malam tidak menghalangi pelaksanaan rangkaian acara puncak Waisak 2016 di kompleks Candi Borobudur kemarin (21/5). Semua prosesi berjalan lancar dan khidmat.

Jawa Pos Radar Jogja melaporkan, Wapres Jusuf Kalla yang menghadiri acara Dharmasanti Waisak 2016 tadi malam disambut hujan deras. Hujan yang mengguyur Candi Borobudur dan sekitarnya tumpah sejak pukul 19.16

Wapres tiba di Taman Lumbini Candi Borobudur bersama dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan menteri terkait lainnya.

Meski hujan, acara Dharmasanti tetap berlangsung lancar. Dari atas panggung, rombongan Wapres dihibur tarian Hening Sriwijaya. Ratusan umat Buddha yang hadir pun menghayati pesan Waisak 2016 yang disampaikan Biksu Sri Pannyavara Mahathera, kepala Vihara Mendut, Kabupaten Magelang.

Biksu Pannyavaro menyampaikan pesan Waisak sekitar 12 menit. Dia mengatakan bahwa Guru Agung Buddha Siddharta Gotama memiliki sifat yang sempurna. Guru agung merasa sedih jika melihat penderitaan orang lain. Dulu, guru agung lebih memilih menjalani hidup sengsara dengan meninggalkan kenikmatan yang dimiliki.

Siddharta meninggalkan kenikmatan pribadi dan memilih hidup sengsara selama enam tahun hingga akhirnya mendapatkan pencerahan sempurna. Apa yang didapatkan Siddharta itu merupakan upaya dengan cinta kasih yang sempurna. “Moral cinta kasih menuntut kita untuk jujur. Moral cinta kasih ini yang meredam egoisme manusia. Egois membuat kita tidak malu berbuat yang buruk,” jelasnya.

Meneladani kehidupan Sang Buddha, Biksu Pannyavara sangat berharap para pemimpin sekarang laksana orang tua bagi masyarakat. Pemimpin yang tidak tega melihat mereka menderita. Pemimpin yang selalu memberikan bimbingan tanpa pamrih kepada anaknya. “Sehingga bisa memunculkan sifat mandiri, luhur, budi, dan sejahtera,” pesan Biksu Pannyavaro.

Wapres Jusuf Kalla mengatakan, pada hari Trisuci Waisak, para umat tidak hanya memperingati hari besar agamanya begitu saja, tetapi juga menghayatinya. Apabila umat melaksanakannya dengan baik, mereka akan penuh kedamaian berdasar cinta kasih. “Semoga kita diberi petunjuk Tuhan yang Mahaesa sehingga tujuan negara adil dan makmur bisa tercapai,” katanya.

Setelah acara Dharmasanti, rangkaian Waisak dilanjutkan dengan pelepasan ribuan lampion ke langit Candi Borobudur. Detik-detik Waisak berlangsung pada Minggu pukul 04.14.06

Jalan Dharma

Sebelum Dharmasanti, siangnya umat Buddha mengadakan prosesi perjalanan dar Candi Mendut-Candi Borobudur dengan berjalan sekitar 3 km. Selain itu, mengadakan pengobatan gratis dan mengunjungi makam pahlawan Indonesia.

Jalan Dharma dilaksanakan untuk mengenang perjalanan suci Sang Buddha dalam menggapai pencerahan. Dalam prosesi yang secara langsung dipimpin Ketua Umum DPP Walubi Siti Hartati Murdaya itu, seluruh umat membawa bunga sedap malam sebagai simbol keindahan.

Ada pula umat yang membawa bendera Merah Putih. Air suci Umbul Jumprit dibawa dengan gerobak. Api darma dari Mrapen dibawa dengan menggunakan mobil.

Bagi umat Buddha, api darma merupakan simbol penerangan dan air suci adalah simbol ketenangan batin. Sepanjang perjalanan, air suci dipercikkan oleh biksu kepada umat yang berjalan. Air juga dibagi-bagikan kepada warga yang menyaksikan prosesi.

Mereka menempuh jarak sekitar 6 kilometer, mulai Candi Mendut melewati kawasan Candi Pawon hingga zona 1 Taman Lumbini Candi Borobudur, Magelang. Perjalanan terasa berat karena matahari bersinar begitu terik.

“Kami menggunakan air dan api untuk sarana berdoa dan puja bakti agar bisa membangkitkan jiwa,” kata Ketua Damaduta Thailand Bante Wong Sin Labiko Mahathera.

Puluhan turis asing dari Eropa dan negara-negara Asia juga tampak memeriahkan kirab. Mereka tidak sekadar menonton, tetapi juga ikut menempuh Jalan Dharma dengan penuh semangat.

Prosesi itu juga diramaikan atraksi budaya dari berbagai seniman. Misalnya, reog ponorogo. Ada pula sesembahan berupa hasil bumi yang dikirab dalam bentuk gunungan. “Itu merupakan simbol rasa syukur kami,” papar Ketua Dewan Penyantun Walubi Murdaya W. Poo.

Hal menarik lainnya, dalam kegiatan tersebut, tampak rombongan mahasiswa UIN Sunan Ampel bersama ratusan mahasiswa sekolah tinggi agama Buddha.

Setelah acara, Murdaya Poo yang juga suami Siti Hartati Murdaya menjelaskan, rangkaian perayaan Waisak 2560 BE/2016 juga diikuti umat sejumlah negara seperti Jepang, Thailand, Laos, India, Amerika, Australia, Tiongkok, dan Singapura.

Saat prosesi tersebut berlangsung, aparat kepolisian dan TNI berjaga di berbagai tempat yang dilalui umat bersama para biksu. Petugas juga mengalihkan arus lalu lintas ke jalur lain agar prosesi Waisak lancar.

Sementara itu, kunjungan wisatawan ke Candi Borobudur terlihat normal. Candi tersebut tidak ditutup selama umat Buddha melakukan rangkaian perayaan Waisak.

Puncak Waisak 2016 yang bertepatan dengan bulan purnama jatuh pada Minggu dini hari (22/5). Saat itu umat bersama para biksu akan melakukan puja bakti, meditasi, dan pradaksina di pelataran Candi Borobudur. (ady/vie/c7/c5/kim)

* * * * * * * *

Sumber : Harian Jawa Pos, edisi Minggu, 22 Mei 2016

Keterangan foto Tri Suci:

Ketua Umum Walubi Siti Hartati Murdaya (kiri), Yuddhy Chrisnandi (kelima dari kiri), Jusuf Kalla (keenam dari kiri), Lukman Hakim Saifuddin (keempat dari kanan), Ganjar Pranowo (ketiga dari kanan), dan Ketua Dewan Penyantun Walubi Murdaya Poo (kanan) di kompleks Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, kemarin. Di sebelah kiri Ibu Hartati, tampak Sekjen Konferensi Sangha Agung Indonesia (KASI), Biksu Bhadra Ruci.


 

jawapos_2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *