Pusaka Warisan Kadam dari Guru Atisha—Menyongsong 15 Tahun Kadam Choeling Indonesia

  • February 26, 2016

Guru Atisa mungkin adalah guru yang paling dihormati dalam Buddhisme Tibet untuk kejeniusannya dalam penyulingan esensi ajaran Buddha ke dalam satu kerangka jalan spiritual. Cahaya Jalan Menuju Pencerahan, yand disusun atas permintaan langsung penguasa Ngari, Jangchup Ö, mengatur seluruh ajaran Buddha ke dalam apa yang disebutnya praktik “makhluk dengan tiga kapasitas” – awal, menengah, dan besar. Pendekatan revolusioner untuk memahami literatur heterogen dari sumber Buddha India memungkinkan bangsa Tibet untuk menjaga konteks dan mengintegrasikan pengetahuan dari sumber ini dengan penuh makna dalam praktik meditasi individu. Seiring waktu dalam fase literatur, secara kolektif dikenal sebagai Tahapan Jalan atau Lamrim, berkembang di Tibet atas dasar karya Atisha ini. Fitur utama dari teks-teks Lamrim adalah pendekatan bertahap jalan menuju pencerahan.

Fase kedua literatur yang berkembang di Tibet dari ajaran Atisha adalah siklus latihan batin atau lojong, yang paling terkenal di antaranya adalah karya Atisha sendiri “Untaian Permata Bodhisattva,” Delapan Bait Latihan Batin oleh Langri Thangpa (1054-1123), dan Tujuh Poin Latihan Batin yang dikaitkan dengan Chekawa (1101-1175). Titik fokus dari ajaran latihan batin adalah untuk membangkitkan batin pencerahan (bodhicitta), terutama dalam tradisi Shantideva (abad kedelapan) yaitu “menyamakan dan menukar diri dengan orang lain”. Pembangkitan bodhicitta ini sering menggunakan praktik tonglen, atau “terima dan kasih“. Inti dari tonglen melibatkan imajinasi “menerima” atau mengambil penderitaan makhluk lain, ketidakbahagiaan, dan semua emosi dan pikiran negatif makhluk lain, dan “mengasih” atau mempersembahkan kebahagiaan, keberuntungan, dan pikiran positif kepada makhluk lain. Berbeda dengan tahapan mengajar, latihan batin menekankan penggunaan ucapan yang membangkitkan dan pendekatan langsung saat berhadapan dengan rintangan bagi perkembangan pikiran pencerahan, aspirasi altruistik untuk mencapai pencerahaan sempurna demi kepentingan semua makhluk.

Mungkin bagian yang paling menarik dari ajaran Guru Atisha adalah kumpulan yang diabadikan dalam dua volume besar yang dikenal bersama sebagai Kitab Kadam, kumpulan karya yang diterjemahkan dalam buku ini. Bagian teks ini berkaitan dengan hubungan khusus antara Atisha dengan Dromtönpa dan menyoroti banyak aspek yang lebih mistis warisan Atisha di Tibet, terutama pemujaan terhadap Avalokitesvara, Buddha welas asih, dan hubungannya dengan Dewi Tara. Dikenal sebagai “ajaran rahasia” Atisha dan Dromtönpa, teks ini berpusat pada empat pilihan Istadewata–(1) Buddha sebagai guru; (2) Avalokitesvara sebagai Istadewata welas asih; (3) Tara sebagai Istadewata tindakan tercerahkan; dan (4) Acala sebagai pelindung—dan tiga keranjang kitab suci yaitu disiplin, pengetahuan, dan meditasi. Ajaran ini sangat penting karena cara-caranya yang menciptakan pergeseran fokus dari ajaran sumber. Misalnya, sehubungan dengan guru, fokus nilai pentingnya bergeser dari Guru Atisha ke Dromtönpa; sehubungan dengan tanah, bergeser dari India sebagai tanah Dharma ke Tibet sebagai tempat makna khusus yang berhubungan dengan Avalokitesvara; dan berkaitan dengan instruksi spiritual, meskipun periode Kadam digembar-gemborkan merupakan studi skolastik sistematis klasik Buddhis India, fokus bergeser dari teks klasik India ke ajaran lisan langsung dari guru, terutama sebagaimana terungkap pada penglihatan mistik. Ada pergeseran bahkan dalam gaya bahasa yang digunakan, dari komposisi klasik ke gaya yang lebih informal, yang sehari-hari banyak digunakan oleh orang Tibet.

Salah satu isu menarik dalam sejarah Kadam adalah hilangnya tradisi ini. Meskipun perlu penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi hal ini, tampaknya bahwa pada akhir abad keenam belas, Kadam sudah tidak lagi menjadi aliran yang berbeda. Hal ini sebagian disebabkan oleh kesuksesan para pewaris ajaran Atisha dan Dromtönpa ini, yang mana elemen utama dari ajaran Kadam telah masuk dalam ajaran aliran Tibet lainnya. Ini juga mungkin sebagian hasil dari pertumbuhan yang cepat dari aliran Geluk oleh Tsongkhapa (1357-1419). Awalnya disebut sebagai Gaden-pa setelah Biara Gaden didirikan oleh Tsongkhapa di tahun 1409. Geluk-pa disebut juga sebagai “Kadampa Baru.”

*Kutipan dari “Kebijaksanaan Guru-guru Kadam,” diterjemahkan dan diperkenalkan oleh Thupten Jinpa, Wisdom Publications, Boston, 2013, halaman 10-12.

* * *

1000 Tahun Kedatangan Atisha ke Indonesia: Pentingnya Mengembalikan Silsilah Guru Atisha ke Indonesia

(Kata Sambutan YM Dagpo Rinpoche pada peringatan 10 Tahun Kadam Choeling Indonesia)

Bandung, 30 Juli 2011

Pada kesempatan ini, yaitu pada perayaan Sepuluh Tahun Kadam Choeling Indonesia, saya ingin menyampaikan salam kepada semuanya. Pertama-tama saya hendak menyapa para anggota Sangha karena di antara Anda semua ada yang anggota Sangha dan juga yang bukan, sehingga ada banyak jenis anggota di dalam sebuah centre. Juga kepada delapan cabang berbeda, saya ingin menyapa Anda semua.

Kalau kembali ke masa lalu, yaitu lebih dari sepuluh tahun yang lalu, ketika saya pertama kali bertemu dengan seseorang yang sekarang dipanggil dengan Gyenla atau Suhu. Ketika itu ia adalah seorang pemuda, seorang jurnalis, seorang yang masih muda yang sangat ingin belajar Dharma dan mempraktikkannya. Dan ternyata memang itulah yang dilakukan oleh pemuda tersebut, ia menempuh segala rintangan dan bersusah payah untuk mempelajari Dharma, bahkan sampai ke India. Di sana ia menerima banyak ajaran dan mempraktikkan ajaran-ajaran yang diterimanya tersebut. Jadi, pada dasarnya, pemuda yang pertama kali saya temui itu dengan pemuda yang sekarang ini sudah banyak berubah. Dia sekarang adalah seorang Gyenla yang sudah ditahbiskan, seseorang yang demi menyediakan akses Dharma bagi banyak orang, telah melakukan banyak hal sehingga niat ini bisa tercapai.

Dalam kesempatan ini saya hendak mengucapkan banyak terima kasih kepada Gyenla, yang sudah menyediakan akses kepada banyak orang untuk mendapatkan ajaran-ajaran Dharma, baik ajaran Buddha secara umum maupun ajaran Guru Atisha, yang mana inti dari ajaran ini adalah Lamrim yaitu Tahapan Jalan Menuju Pencerahan untuk ketiga jenis praktisi.

Begitu banyak orang yang sudah mendapatkan akses pada ajaran Buddha, tapi tidak cukup kalau hanya dipelajari saja. Saya mendorong Anda semua untuk memasukkan ajaran ke dalam hati, dengan kata lain mempraktikkan apa yang sudah dipelajari di dalam sebuah proses belajar. Sehingga Anda bisa menjadi seseorang yang mengintegrasikan Buddha Dharma di dalam diri Anda sendiri. dengan demikian, Anda bisa mendapatkan manfaat dari ajaran untuk diri Anda sendiri, tapi selain itu juga bisa berbagi ajaran ini kepada orang lain. Dengan kata lain ikut menyebarkan Dharma kepada orang lain, sehingga masing-masing dari Anda bisa menjadi seseorang yang mengemban Dharma di dalam dirinya. Dengan demikian barulah Anda berada pada posisi yang bisa berbagi kepada sebanyak mungkin orang di sekitar Anda, supaya sebanyak-banyaknya orang bisa mendapatkan manfaat dari apa yang sudah Anda rasakan sendiri manfaatnya.

Dengan kata lain, kalau Anda mempraktikkan apa yang sudah Anda pelajari dari ajaran-ajaran Buddha, yakni menjadi seorang praktisi sejati, barulah Anda bisa berbagi apa yang sudah Anda dapatkan untuk diri sendiri, kepada orang lain, dengan demikian menolong banyak makhluk.

Dharma Center ini bertumbuh dengan pesat dan cepat. Ini merupakan hasil dan upaya dari banyak orang, sehingga banyak orang bisa belajar dan mempraktikkan Dharma. ini adalah sesuatu yang luar biasa. Juga ada begitu banyak anggota Sangha. Setiap tahun, semakin banyak orang yang ditahbiskan, ini adalah sesuatu yang sangat penting untuk memenuhi harapan saya bagi Indonesia. Di masa lampau, seperti yang Anda ketahui, Buddha Dharma dalam bentuk yang lengkap telah menyebar ke seluruh Indonesia tapi dikarenakan beberapa situasi dan keadaan, ajaran ini kemudian merosot.

Di masa lampau di Indonesia, ajaran dan Dharma menyebar luas di negeri ini, yaitu ajaran-ajaran yang tercakup dalam Tiga Latihan Tingkat Tinggi, yakni Sila, Samadhi, dan Panna. Ajaran-ajaran ini menyebar luas, termasuk praktik keempat kelas Tantra Buddhis. Ajaran ini menyebar luas pula di Indonesia di masa lalu, tapi dikarenakan kondisi tertentu ajaran ini sekarang sudah merosot. Bukti-bukti yang menunjukkan ini sangat banyak. Seperti misalnya kapan pun ada orang yang menggali tanah, mereka akan menemukan situs-situs arkeologi yang menjadi bukti jejak-jejak Buddhisme, misalnya dengan ditemukannya rupang-rupang istadewata buddhis dan rupang lainnya yang ditemukan tertimbun di dalam tanah. Dengan ini kita mengetahui betapa Buddhisme punya sejarah di Indonesia. Tapi itu sudah merosot dan belakangan ini sudah kembali lagi ke negeri ini melalui beragam silsilah yang datang dari beragam negara, misalnya Thailand yang memperkenalkan praktik Vinaya dan Abhidharma, dan juga silsilah dari Burma serta Cina juga. Ada beberapa ajaran Tantra yang datang juga ke sini tapi saya tidak tahu apakah itu silsilahnya lengkap, misalnya praktek Tantra Kriya juga ada di negara ini. Belakangan ini ada tambahan praktek-praktek Tantra lain, termasuk praktek Tantra tertinggi yaitu Anuttara Yoga Tantra. Ini semua merupakan pertanda akan kebajikan yang meningkat dari orang-orang Indonesia sendiri. jika tidak ada kebajikan, sudah pasti Anda tidak akan mendapatkan akses terhadap ajaran ini. Ini sudah pasti. Apa yang paling penting lagi adalah silsilah yang datang dari Guru Atisha seharusnya terus berlanjut dan ditransmisikan kembali kepada Indonesia. Alasan untuk ini akan saya jelaskan sekarang.

Alasan mengapa saya merasa bahwa ini sangat penting, yaitu terutama silsilah yang berasal dari Guru Atisha untuk ditransmisikan kembali ke Indonesia adalah dikarenakan silsilah ini dulunya berasal dari Indonesia. Dengan kata lain, silsilah Guru Atisha berasal dari Indonesia, silsilah yang kemudian ditransmisikan kepada orang-orang Tibet. Jadi, silsilah ini aslinya berasal dari Indonesia. Jadi menurut saya sangat logis sekali dan juga merupakan sesuatu yang patut dilakukan apabila silsilah ini dikembalikan kepada Indonesia. Dan ini merujuk pada Tahapan Jalan menuju Pencerahan untuk ketiga jenis praktisi dan ajaran Pelita Jalan Menuju Pencerahan, termasuk juga ajaran dan silsilah dari keempat kelas Tantra. Saya pribadi sangat berharap bahwa inilah yang terjadi dan saya mendorong Anda semua untuk mengeluarkan upaya sebaik-baiknya untuk menerima transmisi dan ajaran, dan setelah itu mempraktikkannya, menguasainya, untuk kemudian dibagikan kepada sesama bangsa Indonesia itu sendiri.

Sekali lagi, alasan mengapa saya bersikeras bahwasanya ini adalah sesuatu yang sang penting, yaitu memperkenalkan kembali ajaran Guru Atisha berikut silsilahnya kepada orang Indonesia adalah dikarenakan Anda semua jelas sekali memiliki koneksi yang dekat sekali dengan ajaran ini. Sehingga inilah alasan yang semakin memperkuat mengapa ini penting sekali. Dengan demikian, Anda semua bisa memfasilitasi ajaran dan praktik ini kepada bangsa ini. Sebenarnya yang saya maksudkan tidak terbatas untuk Indonesia saja. Saya sungguh berharap bahwa Dharma bisa tersebar dengan baik di Indonesia. Dewasa ini kita melihat ada begitu banyak pandangan dan filosofis berbeda-beda yang dianut oleh orang-orang dewasa ini. Semakin sedikit orang-orang yang mengakui adanya kehidupan setelah kematian. Mereka tidak mengakui bahwa setelah kehidupan yang satu ini akan ada kelanjutan pada kehidupan berikutnya. Akibatnya semakin banyak orang yang terobsesi dengan kehidupan saat ini saja. Sehingga orang-orang dewasa ini semakin materialistis, dan tujuan hidup mereka adalah meningkatkan kekayaan, dan seterusnya. Bukan berarti tidak boleh mencari kekayaan tapi untuk mendapatkan kebahagiaan, tidak cukup kalau kita hanya mengejar benda-benda materi. Terkecuali ada sesuatu yang dilakukan terhadap hal ini, berarti akan semakin banyak orang yang tidak bahagia di dunia ini.

Jadi kalau misalnya Buddha Dharma bisa tersebar luas di Indonesia dan berkembang di negara ini dengan baik, maka dari negara ini kemudian bisa menyebar ke negara-negara lain, misalnya ke negara-negara buddhis atau negara buddhis yang sudah merosot, bahkan ke negara-negara di mana buddhisme belum pernah tersebar sama sekali.

Sekali lagi, saya dengan tulus berharap bahwa tujuan ini bisa tercapai, yaitu tujuan-tujuan yang baru dijelaskan tadi. Anda semua haruslah berjuang untuk meningkatkan praktik Anda sendiri. Sebagai penutup, saya sungguh-sungguh berharap bahwa kita semua bisa mencapai tujuan ini dan saya pribadi akan berdoa supaya tujuan ini bisa terwujud. Di sisi Anda semua, tentu saja Anda semua harus juga mengeluarkan upaya. Saya berharap Anda semua mengeluarkan upaya yang dibutuhkan. Saya sungguh bahagia bahwa ada begitu banyak orang yang bisa bertemu dengan ajaran Buddha, dengan demikian tingkat kebahagiaan Anda semua bisa meningkat, hingga akhirnya kita semua bisa mencapai tujuan tertinggi yang kita inginkan bersama. Terima kasih banyak. Sampai jumpa segera.

* * * * * *

Menyambut Waisak yang jatuh pada tanggal 22 Mei 2016, Kadam Choeling Indonesia akan menggelar peringatan Trisuci Waisak sekaligus ulang tahun yang ke 15 (terhitung sejak 2001) dan syukuran 10 angkatan Bimbel KCI (terhitung dari Angkatan 2005), yang akan dilaksanakan di tanah Biara Indonesia Gaden Syedrup Nampar Gyelwei Ling. Acara yang sekaligus merupakan Inaugurasi Tanah Biara ini akan digelar pada 21 dan 22 Mei 2016. Nantikan segera informasi lengkap berikutnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *