Come and Be My Monastic Brother: Punya Sancita di Pusdiklat Jina Putra Tushitavijaya

  • July 13, 2018

Dalam keseharian sangat susah untuk menghimpun kebajikan. Padahal, kita butuh kebajikan supaya hidup bisa berjalan lancar, agar kita bisa berkontribusi lebih baik untuk orang-orang yang dikasihi berikut lingkungan sekitar. Apesnya, sehari-hari kita sulit untuk melakukan kebajikan. Jangankan menambah kebajikan, terhitung beruntung kalau kita tidak menambah ketidakbajikan. Dengan klesha menumpuk, setiap saat batin kita rawan untuk melakukan ketidakbajikan.

Oleh sebab itu, penting sekali memastikan kita senantiasa mengumpulkan kebajikan dan setiap saat waspada untuk tidak menambah ketidakbajikan. Mengapa? Karena kita harus memikirkan nasib kita sendiri, berikut nasib orang lain, bahkan nasib semua makhluk. Dengan ketidakbajikan menumpuk dan tangan kosong hampa kebajikan, sulit bagi kita untuk mencapai kebahagiaan sendiri dan apalagi orang lain.

Adalah motivasi yang merupakan kunci yang menentukan bagi penghimpunan kebajikan yang kita butuhkan. Seorang guru besar, Dagpo Rinpoche, dalam setiap pelajarannya senantiasa menekankan motivasi. Beliau adalah sang guru motivasi, tidak pernah lupa mengingatkan para pendengarnya untuk membangkitkan motivasi yang bajik dan tepat. Bilamana ada sebutan motivator, maka Beliau adalah motivator dalam artian sesungguh-sungguhnya, karena tidak jemu-jemunya mengajarkan dan mengingatkan betapa pentingnya motivasi.

Dikutip dari sebuah transkrip pelajaran berjudul “Permata Hati bagi Mereka yang Beruntung”, Dagpo Rinpoche mengajarkan:

“Semua makhluk sangat dekat dengan kita. Meskipun mereka berharap bahagia dan berkeinginan tidak menderita, sama dengan yang kita inginkan, namun mereka benar-benar gagal mendapatkan kebahagiaan. Suatu hal yang baik jika kita punya harapan untuk kebahagiaan orang lain dan berkeinginan untuk menolong.”

Untuk bisa benar-benar efektif menolong diri sendiri berikut semua makhluk lainnya, kita harus mencapai sebuah tingkatan yang disebut dengan Kebuddhaan. Ini adalah motivasi tertinggi yang bisa dibangkitkan oleh seorang makhluk yang memiliki kapasitas. Untuk menjadi Buddha, dibutuhkan dua jenis penghimpunan, yaitu (1) kebijaksanaan, dan (2) kebajikan. Di antara keduanya, seorang praktisi bisa memulainya dari penghimpunan kebajikan terlebih dahulu.

Kebajikan adalah hal yang teramat sangat penting, bahkan maha penting. Untuk bisa menolong diri sendiri dan orang lain, butuh banyak sekali kebajikan. Tanpa kebajikan, kita tidak punya kekuatan untuk menolong. Jangankan menolong, kita sendiri kesulitan menjalani hidup kita sehari-hari. Orang yang tidak punya kebajikan hidupnya akan susah dan menemukan banyak masalah. Orang yang punya banyak masalah akan merasa hidupnya susah dan sulit baginya untuk menemukan kesempatan melakukan kebajikan. Demikian seterusnya menjadi sebuah lingkaran setan permasalahan tanpa jalan keluar.

********

PUSDIKLAT Jina Putra Tushitavijaya yang berlokasi di Donomulyo, Malang, Jawa Timur, menawarkan sebuah terobosan baru. Pada hari Rabu (11/07/2018) telah diluncurkan Program Penghimpunan Kebajikan Intensif bernama Punya Sancita. Diambil dari bahasa Sanskerta, Punya [पुण्य] artinya kebajikan, dan Sancitakarman [सञ्चितकर्मन्] artinya kumpulan, akumulasi dari aktivitas pengumpulan. Dengan demikian, Punya Sancita adalah aktivitas mengumpulkan kebajikan yang akan dilakukan secara intensif di lahan Pusdiklat.

Mari bergabung dengan program Punya Sancita yang akan dimulai pada 28 Juli 2018. Peserta bisa memilih dua jalur yang tersedia, yaitu (1) Jalur Pabbajita, dan (2) Jalur praktisi perumah-tangga. Untuk jalur Pabbajita, peserta akan ditahbiskan sesuai tradisi Mulasarwastiwada dan harus menjalankan sejumlah sila pratimoksha tertentu selama periode Punya Sancita. Ini merupakan masa-masa bagi peserta untuk menikmati kehidupannya dengan menjalani aktivitas menyerupai kebajikan seorang monastik yang sesungguhnya. Sedangkan untuk jalur praktisi perumah-tangga, peserta tidak mengambil penahbisan namun tetap bisa mengikuti aktivitas mengumpulkan kebajikan secara intensif di dalam sebuah lingkungan komunitas dan kondisi yang mendukung.

Terkait jalur pertama, yaitu jalur Pabbajita–ini merupakan jalur utama yang direkomendasikan. Jalur ini berkaitan dengan faktor-faktor yang memengaruhi kekuatan dari matangnya sebuah tindakan (karma). Salah satu faktor utama yang membawa akibat karma yang berat adalah kondisi-kondisi pendukung, dalam hal ini praktik Sila. Selama mengambil dan menjaga Sila, segala tindakan yang dilakukan, baik itu yang bajik maupun tak bajik, akan mengandung kekuatan yang jauh berlipat-lipat ganda. Dengan demikian, kebajikan yang diraup ketika menjaga Sila akan matang dengan kekuatan yang jauh lebih dahsyat. Selain itu, jumlah juga memengaruhi kekuatan matangnya karma. Bilamana kita melakukan sebuah tindakan dalam kelompok besar, ini akan mengandung kekuatan lebih besar pula, dibandingkan bila dilakukan sendirian. Itu sebabnya para praktisi tradisi Tibet senang melakukan puja berjamaah.

Untuk jalur kedua, yaitu jalur umat perumah-tangga, ini adalah alternatif yang bisa ditempuh oleh mereka yang belum memiliki kapasitas untuk pabbajita. Jalur ini cocok untuk praktisi yang sudah berumah-tangga atau memiliki tanggung-jawab namun beraspirasi melakukan akumulasi kebajikan intensif dan serius. Kebajikan ini nantinya akan berbuah sesuai dengan tujuan yang diaspirasikan, salah satunya adalah tentu saja kebajikan dan kesempatan untuk menjalani praktik monastik di waktu-waktu yang akan datang. Kebajikan yang sama juga akan sangat bermanfaat untuk menjalani kehidupan perumah-tangga yang sedang dijalankan pada kehidupan saat ini.

Dari itu, apakah itu jalur Pabbajita maupun perumah-tangga, kita semua memiliki orang tua pada kehidupan saat ini, yaitu ayah dan ibu kita. Sebagai seorang anak, tentu saja kita harus memikirkan nasib orang tua kita, baik di sisa waktu pada kehidupan saat ini, dan tentu saja di kehidupan mendatang. Situasi nyata yang dihadapi oleh kebanyakan orang adalah orang tua yang sudah lanjut usia dan minim kebajikan sehingga mereka praktis tidak punya modal untuk menghadapi masa tua dan apalagi masa mendatang. Untuk orang-orang tua kita inilah, ayah dan ibu kita yang telah begitu baik hatinya, kita mengasihi mereka sepenuhnya dengan cara mempersembahkan kebajikan.

Di dalam tradisi praktik dharma, dikenal istilah Dharma brothers and sisters. Lebih lanjut, bagi mereka yang telah mengambil penahbisan, maka akan terbentuk sebuah komunitas monastik yang mana bagi praktisi-praktisi yang tergabung di dalamnya akan terjalin ikatan spiritual yang lebih kuat. Ikatan ini dikenal dengan sebutan monastic brotherhood.

Dengan himpunan modal dari seluruh kebajikan yang terkumpul selama periode program ini, peserta bisa mendedikasikannya untuk orang-orang yang dikasihi, terutama orang tua, yaitu ayah dan ibu. Karena sesungguhnya bila kita mengasihi mereka, maka kasih itu bisa diwujudkan dengan praktik kebajikan. Because to love is to practice virtue. Mencintailah dengan kebajikan. Come! Be my monastic brother.