Pengalaman Meneguk Espresso Lamrim

Pengalaman Meneguk Espresso Lamrim

  • June 20, 2020

Espresso Lamrim adalah analogi yang dicetuskan oleh Yang Mulia Biksu Bhadra Ruci
(biasa disapa “Suhu”) untuk menggambarkan kumpulan 84.000 sutra yang disarikan ke dalam
teks Lamrim “Baris-Baris Pengalaman” karya Je Tsongkapa. Saya sendiri memaknai hal ini
sebagai salah satu bentuk perwujudan kemahiran Y.M. Suhu mengajarkan Lamrim dengan
menggunakan istilah yang “tahan lama” melekat di batin para muridnya. Intensive Lamrim
Online Class bertajuk “Espresso Dharma” diadakan selama 7 hari berturut-turut pada tanggal
20-26 Mei 2020 pukul 19.00-22.00 WIB secara virtual melalui perantara aplikasi Discord dan
Youtube. Berikut ini, saya ingin membagikan rasa yang masih menempel di batin beserta
pengalaman dan kesan saya setelah meneguk tujuh cangkir kenikmatan Espresso Lamrim
yang disajikan oleh Y.M. Suhu Bhadra Ruci.

Cangkir Pertama: Mulai Serius Menapaki Jalan Spiritual

Kita harus mulai serius menapaki jalan spiritual. Kita harus sering mengamati dan
waspada terhadap warna batin kita. Dengan mengenali warna batin kita, kita mampu mulai
menapaki jalan spiritual sehingga pemahaman spiritual kita akan meningkat tahap demi tahap
hingga akhirnya pemahaman tersebut menjadi tindakan yang kita praktikkan. Lebih lanjut,
Y.M. Suhu juga mengatakan bahwa sama seperti hal-hal duniawi yang dulu sangat kita
perjuangkan mati-matian seperti mengejar nilai di sekolah, menyelesaikan tugas kuliah dan
kerja, serta sebagainya; kita juga perlu melakukan praktik Dharma dengan upaya yang
serupa.

Cangkir Kedua: Fokus Tolong Dirimu Sendiri Terlebih Dahulu

Y.M. Suhu mengatakan bahwa tubuh kita ini memiliki potensi yang besar, yaitu bukan
hanya karena memiliki kualitas kelahiran 18 permata, namun juga karena kelahiran sebagai
manusia adalah hal yang sangat sulit diperoleh serta sangat singkat. Khususnya, hal yang
utama kita dapat lakukan untuk memanfaatkan potensi kelahiran manusia yang berharga
adalah menolong dan menjamin kebahagiaan diri kita sendiri. Ya, Y.M. Suhu mengatakan
kita harus fokus menolong diri kita sendiri terlebih dahulu baru menolong orang lain. Y.M.
Suhu memberikan contoh sederhana, yaitu ketika akan melakukan penerbangan, para
pramugari akan memberikan beberapa imbauan pada para penumpang pesawat. Salah satunya
adalah jika terjadi kecelakaan di pesawat, maka penumpang diimbau untuk memakaikan alat
keselamatan pada dirinya sendiri dulu baru membantu orang lain. Dengan menolong diri
sendiri dan memastikan diri kita aman, kita baru bisa membantu orang lain.

Y.M. Suhu menggunakan contoh lain, yaitu misalnya masalah perselingkuhan. Jika kita
sebagai seorang anak kita mendapati ayah kita selingkuh, masalah ini sebenarnya tidak hanya
satu jenis masalah, namun juga beragam masalah yang berbeda tergantung pemaknaan dari
tiap-tiap orang: masalah si ayah adalah dilema memilih keberlangsungan rumah tangganya atau cinta barunya; masalah si ibu adalah merasa dikhianati; sedangkan masalah kita adalah
kehancuran keluarga. Masalah-masalah yang berbeda ini tentunya hanya dapat dipahami oleh
masing-masing dan hanya bisa diselesaikan oleh masing-masing pihak. Dengan fokus
menolong diri kita sendiri saat masalah ini, kita telah membantu meringankan beban masalah
yang ada. Bagi saya sendiri, poin ini sungguh menarik: belum pernah saya bayangkan dan
belum pernah saya peroleh dari mana pun. Ya suatu masalah bisa dimaknai berbeda-beda
oleh tiap orang yang terdampak. Kita mungkin berpikir masalah akan selesai jika ayah kita
meninggalkan selingkuhannya, tapi perasaan ibu yang terkhianati tidak hilang begitu saja,
ayah masih merindukan selingkuhannya, keluarga kita tidak kembali pulih. Masalah tetap ada
dan baru bisa selesai jika kita, ayah, dan ibu masing-masing mengamati apa yang dirasakan
dan mengatasi penderitaan batin tersebut. Ketika satu orang saja dapat mengatasi
permasalahan dalam dirinya dengan mandiri, maka permasalahan di seluruh dunia sudah
sedikit berkurang!

Bahkan, seorang Buddha pun tidak menolong orang lain secara langsung. Buddha
hanya membantu mempertemukan seseorang dengan sebab-sebab yang mendukung.
Selebihnya, orang tersebut hanya dapat tertolong berkat usahanya sendiri. Dengan demikian,
dengan cara yang sama kita mampu menolong orang lain, yakni membantu orang lain
menciptakan sebab untuk tertolong. Kita tidak perlu bertindak terlalu jauh dan sok heroik
karena faktanya, di level kita, kita hanya mampu menolong diri kita masing-masing.

Cangkir Ketiga: Mindful dan Fokus Belajar dan Praktik Dharma

Y.M. Suhu berkali-kali mengimbau bahwa karena kelahiran sebagai manusia ini sangat
berharga dan amat singkat, kita seharusnya tidak menyia-nyiakannya. Kita perlu
memanfaatkan setiap detik waktu kita dengan maksimal. Basis dari kita mampu
memanfaatkan kehidupan manusia ini dengan baik adalah dengan benar-benar menyadari
setiap hembusan nafas kita. Dengan kata lain, kita perlu hidup berkesadaran (mindful) dalam
menjalani kehidupan, khususnya praktik Dharma. Dengan menyadari betapa berartinya setiap
momen dalam hidup kita dan secara sadar menjaga motivasi bajik di setiap momen itu, kita
akan memperoleh hal yang luar biasa, yakni kita benar-benar hidup, benar-benar
memanfaatkan potensi yang kita miliki sebaik-baiknya.

Dalam kehidupan sehari-hari, seringnya kita mendapati diri kita tidak serius berpraktik
Dharma, mudah terdistraksi. Ini karena kita kurang merenung. Kurang merenung
menyebabkan tekad yang tidak kokoh. Tekad yang tidak kokoh pada akhirnya akan
menyebabkan batin yang mudah terdistraksi. Kita perlu mendisiplinkan diri kita dan terus-
menerus menjinakkan batin kita hingga menghasilkan suatu pencapaian yang berarti. Untuk
itu, kita perlu memiliki target pencapaian, banyak merenung sehingga mampu menyadari
penyakit batin kita, dan mengubah penyakit batin kita tersebut. Lakukan perenungan ini
berdasarkan tahapan Lamrim secara bertahap.

Cangkir Keempat: Mari Berkenalan Dengan Dirimu Lewat Lamrim

Banyak orang yang merasa sulit praktik Dharma. Padahal, menurut Y.M. Suhu,
aktivitas sehari-hari jika diwarnai dengan niat yang bajik, misalnya minimal tekad untuk mencapai kebahagiaan di kehidupan mendatang, merupakan bentuk karma bajik karena
karma ditentukan oleh niat kita sendiri.

Lebih lanjut, Y.M. Suhu mengatakan bahwa praktik Dharma juga tidak perlu dilakukan
seperti “kebakaran jenggot”, baca buku sana-sini dan buat kebajikan sebentar-ini-sebentar-
itu. Y.M. Suhu mengimbau bahwa yang paling utama dalam praktik Dharma adalah fokus
dan jelas tahapan, struktur, serta tujuan yang diinginkan seperti apa. Selama ini kita tidak
tahu mau praktik Dharma mulai dari mana, tidak tahu harus apa, serta tidak tahu apa yang
seharusnya kita obati dari sakit batin yang kita miliki. Hal ini dikarenakan kita tidak serius
mengamati batin kita. Sebenarnya kita tidak perlu bingung karena toh sebenarnya tahapan
serta struktur tahapan mempraktikkan ajaran kan sudah tertera dalam lamrim.
Batin tidak berkembang selain karena tidak tertarik, tidak fokus, dan tidak punya
struktur, juga disebabkan karena kurangnya berkah, khususnya dari guru spiritual. Untuk itu,
bertumpu kepada guru spiritual juga menentukan keberhasilan kita dalam praktik Dharma.

Cangkir Kelima: Bertumpu Kepada Guru Spiritual Bagian 1

Telah disebutkan sebelumnya bahwa bertumpu kepada guru spiritual merupakan salah
satu aspek penting yang menentukan keberhasilan kita dalam praktik. Untuk merenungkan
topik bertumpu kepada guru spiritual, kita perlu menganalisisnya melalui perenungan
analitik. Kemudian, kesimpulan yang diperoleh direnungkan kembali melalui perenungan
stabilisasi sehingga diperoleh kesimpulan yang menyatu dan sesuai dengan batin. Perlahan-
lahan, pemahaman kita akan topik ini pun akan semakin berkembang. Kita juga diimbau
untuk terus merenungkan dan mengingat manfaat bertumpu kepada guru spiritual.

Cangkir Keenam: Bertumpu Kepada Guru Spritual Bagian 2

Puja harian yang kita lakukan sebenarnya tak lain adalah merupakan penyatuan diri kita
dengan batin guru spiritual. Kita harus melihat guru spiritual tidak berbeda dari para Buddha
yang mengajarkan kita cara mencapai kebahagiaan sejati. Jika gagal melihat hal ini, maka
kita tidak akan mendapatkan apapun dari puja harian yang kita lakukan. Sebaliknya jika hal
ini berhasil kita lakukan, maka kita akan membawa ladang kebajikan di batin kita sepanjang
hari. Apapun yang kita lakukan sepanjang hari, kita perlu membayangkan bahwa guru
spiritual selalu ada di dalam batin kita. Sekali lagi, Y.M. Suhu mengingatkan kita untuk kerap
merenungkan manfaat bertumpu kepada guru spiritual beserta kerugian tidak bertumpu
kepada guru spiritual.

Cangkir Ketujuh: Mengingat Kematian

Kali ini, Y.M. Suhu menyentil batin dengan sangat gamblang. Kata Beliau, keadaan
kita sungguh miris. Bayangkan saja, kita merasa lebih senang dan terhibur ketika
memenangkan lotere dibandingkan dengan merenungkan keadaan terlahir sebagai manusia.
Dengan kelahiran sebagai manusia, sebenarnya kita tidak kekurangan apapun untuk praktik
Dharma. Bahkan, keadaan kita yang sekarang melebihi keadaan kualitas kelahiran manusia
dengan 18 permata! Iya, karena sekarang ini kita juga memiliki keadaan yang
menguntungkan lainnya, yaitu memiliki guru spiritual dan memiliki komunitas yang giat dan
tekun mempraktikkan lamrim.

Selain itu, sentilan yang begitu menohok adalah fakta bahwa kita akan menghadapi
kematian. Kematian itu pasti namun waktu kematian itu tidaklah pasti. Setelah mengalami
kematian, kita juga tidak mampu memastikan kelahiran-kelahiran kita di kehidupan
selanjutnya aman dan bahagia. Hal ini mengerikan dan seharusnya menimbulkan kepanikan
dalam diri kita. Namun, alih-alih panik dan giat berpraktik Dharma dengan serius, kita malah
bersantai-santai. Kita terlena pada kenyamanan kehidupan sekarang dan tertipu oleh samsara
bahwa keadaan baik-baik saja – padahal jelaslah tidak!

Dari keseluruhan cangkir Espresso Lamrim, saya paling mengingat cita rasa dari cangkir
keempat dan ketujuh, yakni mengenali batin diri sendiri dan perenungan akan kematian.
Berpraktik Dharma dimulai dari mengenali batin, mengenali seberapa besar sakit batin yang
kita derita, lalu dengan giat mempelajari Lamrim secara bertahap sebagai penawarnya. Lalu,
berpraktik Dharma perlu dilakukan sesegera mungkin karena waktu kematian dan nasib
kehidupan-kehidupan kita setelah kematian jelaslah tidak pasti. Untuk itu, kita perlu
memanfaatkan waktu yang ada dengan berpraktik secara maksimal sekaligus membangkitkan
aspirasi untuk mencapai kebahagiaan dan kondisi yang menguntungkan dalam seluruh bentuk
kelahiran kita hingga akhirnya mencapai pembebasan samsara.
Ini pengalamanku mencicipi Espresso Dharma ala Yang Mulia Biksu Bhadra Ruci.
Bagaimana dengan pengalamanmu?