SESAJEN, PRAKTIK KERENDAHAN DAN KEMURAHAN HATI

  • January 20, 2022

Beberapa waktu lalu, beredar video seseorang membuang sesajen di lokasi erupsi Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur. Alasannya adalah karena menurut si pembuat video, praktik sesajen bertentangan dengan agama yang ia anut, bahkan bisa mendatangkan azab.

Warganet dari berbagai kalangan, termasuk tokoh agama hingga perwakilan Kementerian Agama, turut mengomentari kejadian ini. Terlepas dari praktik sesajen dibenarkan atau tidak dalam agama tertentu, tokoh-tokoh tersebut berpendapat bahwa tindakan membuang sesajen merupakan bentuk pemaksaan keyakinan yang tidak pantas dilakukan.

Sesajen sesungguhnya merupakan bagian dari budaya Indonesia. Dari sudut pandang Buddhis, praktik ini pun tidak bertentangan dengan ajaran Buddha. Bahkan, dengan motivasi dan cara pandang yang tepat, sesajen dapat menjadi salah satu bentuk praktik Dharma.

Apa itu Sesajen?

Sajen atau sesajen adalah sebutan umum untuk barang persembahan yang disajikan kepada makhluk tak tampak. Makanan ini bisa berupa bunga-bungaan, dupa, atau makanan dan minuman sungguhan seperti buah-buahan dan jajanan pasar.

Budaya Sesajen di Nusantara

Praktik sesajen bisa ditemukan dalam berbagai kebudayaan di Nusantara. Meski kini sudah jarang dipraktikkan di kota-kota besar, tidak sedikit masyarakat yang masih meneruskan budaya warisan leluhur ini. Praktik sesajen menjadi bentuk penghormatan dan menjalin hubungan baik dengan sesama penghuni suatu wilayah yang diyakini turut melindungi serta membantu kehidupan manusia di sana.

Setiap suku dan daerah bisa memiliki tradisi atau ritual sesajen yang unik. Di pulau Jawa, misalnya, masyarakat menghaturkan sesajen untuk menghormati Dhanyang (pendiri dan pelindung desa), Bahurekso, ratu Kidul di Selatan, Penguasa Merapi, dan banyak sebagainya. 

Di Bali, sesajen dikenal dengan istilah “banten”. Salah satu sosok yang diberi banten adalah Sedahan Karang yang menguasai suatu tempat sebelum dihuni manusia. Masyarakat Tionghoa yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia pun menghormati dewa bumi Tu Di Gong dan rutin menghaturkan persembahan kepada Beliau.

Baca juga “Manfaat Praktik Puja Dewa Bumi” 

Sesajen dan Buddhisme

Dalam Buddhisme, sesajen tidak terbatas untuk makhluk tak tampak saja. Kita biasa menghaturkan aneka persembahan kepada makhluk-makhluk suci seperti para Buddha dan Bodhisatwa sebagai wujud bakti kepada mereka.

Kita juga bisa memberikan persembahan kepada semua makhluk sebagai praktik kemurahan hati dan cinta kasih tanpa batas. Kita bisa memberi kepada orang tua kita, orang yang kita sayangi, tetangga kita, hewan-hewan, bahkan makhluk tak tampak seperti dewa bumi, penunggu lokal, rsi masa lampau, para naga, dan sebagainya. Praktik memberikan sesajen kepada makhluk tak tampak ini sejalan dengan praktik sesajen dalam berbagai budaya di Indonesia.

Baca juga “Manfaat Praktik Puja Dewa Bumi” 

Bentuk Kerendahan Hati

Sebagai umat Buddha, kita meyakini bahwa ada berbagai jenis makhluk yang tinggal di 6 alam kehidupan. Karena kemampuan indera kita terbatas, ada jenis-jenis makhluk yang tidak bisa kita lihat secara langsung. Namun, bukan berarti mereka tidak ada dan tidak ada hubungannya dengan hidup kita. Kenyataannya, semua makhluk hidup saling bergantung dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Baca juga “Dewa Bumi dalam Buddhadharma”

Dengan memberikan sesajen, kita berlatih menghargai keberadaan semua makhluk di sekeliling kita. Kita perlu menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa kemampuan kita sebagai manusia amat terbatas. Ada banyak fenomena yang tidak bisa kita lihat dan tidak bisa kita pengaruhi. Namun, ada makhluk di sekitar kita yang secara tidak langsung telah mendukung kehidupan kita. Bukankah sudah sepantasnya kita berterima kasih kepada mereka?

Kita juga perlu menghargai dan memberi manfaat ke sekeliling kita, mulai dari menjaga kebersihan lingkungan, menjaga alam, hingga berbagi sesajen. Dengan memberi sesajen, kita juga bisa melatih welas asih dengan memikirkan makhluk lain di luar diri kita dan memperlakukan mereka dengan setara, sama seperti kita ingin diperlakukan. Kita juga bisa melatih kemurahan hati dengan melepaskan sebagian kepemilikan kita yang bersifat materi.

Bukan Sekadar Ritual Mistis

Jadi, dari sudut pandang Buddhis, praktik sesajen sama sekali bukan ritual mistis yang pantas diganjar hukuman ilahi. Menghaturkan persembahan adalah praktik dasar yang bisa dilakukan dengan berbagai cara untuk berbagai tujuan, baik untuk wujud bakti kepada para makhluk suci ataupun penghargaan kepada sesama penghuni semesta. Secara khusus, praktik sesajen dalam budaya berbagai suku di Indonesia merupakan tradisi luhur warisan nenek moyang kita yang patut dilestarikan.

Baca juga “Tata Cara & Teks Puja Dewa Bumi”