Tolak Bala 2020 Karena Keberuntungan Ada di Tanganmu Sendiri

Tolak Bala 2020 Karena Keberuntungan Ada di Tanganmu Sendiri

  • January 23, 2020

Tolak Bala, Ciong, dan Hukum Karma – Kilas Balik Tolak Bala KCI

Tolak bala terdiri dari kata tolak dan bala. Tolak yang berarti menghindar dan menjauh; sedangkan bala yang berarti malapetaka, halangan, kemalangan, dan bencana. Dengan demikian, tolak bala dapat diartikan upaya untuk menghindar atau menjauh dari berbagai bentuk malapetaka, halangan, kemalangan, dan bencana. Tolak bala ini umumnya dipraktikkan pada masyarakat adat yang masih memiliki tradisi yang kuat. Namun, pertemuan saya dengan istilah tolak bala pertama kali bukan karena tradisi tolak bala yang dipraktikkan oleh masyarakat adat, melainkan oleh serangkaian puja tolak bala yang dilakukan oleh KCI menjelang tahun baru imlek tahun anjing tanah 2018.

Ciong & Tolak Bala

Pemahaman tolak bala yang dilakukan oleh KCI sama seperti pemahaman tolak bala pada umumnya, hanya saja konsep bala yang dipercayai melekat terhadap konsep “ciong”. Istilah ini sering disebut dan dimaknai oleh orang Tionghoa sebagai “kesialan”. Padahal secara harfiah “ciong” berarti “bertemu”, bisa jadi bertemu dengan energi baik ataupun energi buruk. Jika bertemu dengan energi baik akan menjadi keberuntungan dan jika bertemu dengan energi buruk akan menjadi kesialan. Jadi, dengan demikian, seharusnya “ciong” tidak selalu bermakna negatif. Biasanya konsep ciong ini akan ramai dibahas saat menjelang tahun baru imlek karena setiap pergantian tahun imlek akan ada shio yang mendominasi, seperti misalnya pada imlek 2018 disebut tahun anjing tanah, imlek tahun 2017 disebut tahun ayam api, dan sebagainya. Setiap pergantian tahun imlek, maka seluruh shio akan bertemu (ciong) dengan shio yang dominan ini. Hasilnya bisa saja baik, bisa saja buruk, tergantung kecocokan antara setiap shio tersebut dengan shio dominan.

Berbicara mengenai konsep “ciong”, saya sendiri sudah merasa akrab terlebih dengan istilah ini dalam keseharian sejak kecil. Perkataan seperti, “Ah, si A ciong dengan si B makanya enggak akur,” atau, “Wah, kok hidup lu sial banget, sih! Pasti tahun ini lagi kena ciong ya?” seringkali menghampiri telinga saya. Hubungan saya dengan konsep ciong ini tidak hanya berhenti sampai di sini. Saat imlek tahun kambing kayu di tahun 2015, shio saya dikatakan akan mengalami kesialan. Saya mengetahuinya dari ayah saya yang entah memperoleh informasi dari mana. Ayah saya bersikeras menyuruh saya untuk sembahyang kepada para dewa di kelenteng untuk meminta kemudahan dalam menjalani tahun kambing kayu tersebut. Sebagai anak yang berusaha untuk berbakti kepada ayahnya, saya pun menurutinya. Saya sembahyang ke banyak altar dewa dengan diarahkan oleh penjaga kelenteng. Sebelum sembahyang juga saya diminta untuk membawa beberapa persembahan khusus. Jika dipikir-pikir, bukankah serangkaian sembahyang yang saya lakukan ini merupakan salah satu bentuk dari tolak bala? Jadi sebenarnya sebelum bertemu dengan tolak bala yang dilakukan oleh KCI, saya sendiri sebelumnya sudah melakukan tolak bala.

Ciong vs Hukum Karma

Sebenarnya, pada awalnya merasa agak bingung mengapa banyak vihara dan umat Buddhis yang seharusnya menggantungkan kepercayaan pada hukum karma mempercayai konsep “ciong” ini? Bukankah hukum karma dan ciong merupakan hal yang bertolak belakang? Hukum karma mempercayai bahwa apapun yang kita peroleh merupakan hasil dari apa yang telah kita lakukan sebelumnya. Jika kita memperoleh hal buruk, hal tersebut disebabkan karena buah karma buruk kita. Sedangkan dengan mempercayai ciong, bukankah berarti kita mempercayai bahwa apapun yang kita lakukan sebelumnya (baik ataupun buruk), kesialan dapat dengan mudah dihilangkan?

Tetapi setelah mendengar berbagai pengajaran Dharma oleh Y. M. Biksu Bhadra Ruci (Suhu) mengenai tolak bala dan setelah belajar banyak di KCI, saya menyadari bahwa tolak bala sebenarnya adalah hal yang masuk akal. Tolak bala memang sangat erat kaitannya dengan hukum karma. Penekanannya adalah terhadap praktik purifikasi (pemurnian terhadap karma buruk) dan penghimpunan kebajikan secara intensif. Jadi, sebenarnya tolak bala bukan berarti menghilangkan kesialan dengan tanpa upaya begitu saja, melainkan merupakan upaya menolak halangan melalui serangkaian praktik purifikasi dan penghimpunan kebajikan secara intensif tersebut.

Melakukan tolak bala sebenarnya juga tidak serta merta menjamin bahwa kesialan atau buah karma buruk kita tidak akan berbuah sama sekali. Hal ini disebabkan karena praktik purifikasi sendiri bukanlah menghilangkan karma buruk, melainkan menerapkan 4 kekuatan penawar (pengakuan, tekad untuk tidak mengulangi, dan melakukan tindakan yang berlawanan, berlindung & membangkitkan Bodhicita) yang melemahkan dampak dari karma buruk kita. Efeknya tergantung pada seberapa besar ketulusan kita ketika melakukan purifikasi, khususnya rasa penyesalan akan karma buruk yang telah kita lakukan. Lebih lanjut, ketulusan niat dan upaya kita dalam menghimpun kebajikan secara intensif juga mempengaruhi hasil tolak bala yang kita lakukan. Semakin tulus niat dan upaya kita dalam menghimpun kebajikan, maka semakin banyak tabungan karma baik sehingga semakin besar juga peluang karma baik berbuah dan semakin kecil peluang kesialan untuk muncul.

Mengenai konsep kesialan akibat ciong, saya juga meyakini ini ada benarnya. Saat saya dibilang akan mengalami kesialan di tahun kambing kayu pada 2015, saya memang mendapatkan banyak kesialan parah, bahkan bisa dibilang tahun tersebut adalah tahun terburuk di sepanjang hidup saya! Jadi, bagi saya yang mengalaminya sendiri, saya meyakini kesialan akibat ciong tersebut, meskipun ada kemungkinan bahwa hal tersebut bisa jadi hanya merupakan kebetulan ataupun sugesti belaka.

Selanjutnya, saya juga ingat salah satu perkataan Y.M Suhu Bhadra Ruci yang kurang lebih mengatakan bahwa shio ataupun astrologi bisa mempengaruhi kehidupan kita merupakan sesuatu yang masuk akal, karena toh terlahir di suatu tanggal tertentu masih merupakan salah satu bentuk perwujudan buah karma kita. Dengan kata lain, terlahir dengan shio dan zodiak tertentu adalah bentuk buah karma kita sehingga kepercayaan terhadap shio ataupun zodiak bukanlah kepercayaan yang membabi buta tanpa alasan.

Penjelasan-penjelasan di atas menegaskan bahwa tolak bala tidak bertentangan sama sekali dengan hukum karma, malah pemahaman akan tolak bala dan ciong justru dibangun atas pondasi hukum karma yang kuat. Setiap makhluk memiliki bawaan karma dari kehidupan sebelumnya untuk terlahir pada waktu dengan shio tertentu pada kehidupan saat ini. Shio tersebut kelak akan mempengaruhi kehidupan mereka jika bertemu (ciong) dengan suatu keadaan tertentu, terkadang bisa berdampak baik dan terkadang juga bisa berdampak buruk. Berbekal hal tersebut, maka tolak bala perlu dilakukan agar mengurangi dampak buruk yang diterima melalui purifikasi ketidakbajikkan dan memperbanyak dampak baik yang diterima melalui penghimpunan karma baik yang intensif.

Ciong atau Tidak, Tetap Perlu Tolak Bala

Tahun 2020 ini, menjelang imlek tahun tikus logam, KCI kembali akan mengadakan praktik tolak bala. Saya tentu saja akan mengikuti lagi Tolak Bala 2020 terlepas saya mengalami kesialan karena ciong atau tidak. Alasannya? Praktik tolak bala yang dilakukan oleh KCI adalah kegiatan bajik yang dilakukan dengan dasar yang jelas, yaitu keyakinan terhadap hukum karma, bukan karena sekadar takut sial.

Selain itu, saya juga ingin mengikuti praktik tolak bala untuk membantu mendoakan semua makhluk agar senantiasa berbahagia dan terhindar dari segala bentuk penderitaan. Terlepas dari semua makhluk mengalami kesialan karena ciong atau tidak, semua makhluk tetap punya tak terhingga karma buruk yang perlu dipurifikasi dan masih memerlukan banyak kumpulan karma baik. Jadi, siapapun yang membaca artikel ini, jangan lupa untuk berpartisipasi dalam tolak bala tahun ini. Semoga semua makhluk selalu berbahagia dan terhindari dari berbagai penderitaan di tahun ini dan tahun-tahun berikutnya.