Indonesia Lamrim Retreat 2016: Buddha adalah Makhluk Suci, Bukan Tuyul

  • December 27, 2016

Indonesia Lamrim Retreat 2016:

Buddha adalah Makhluk Suci, Bukan Tuyul

26 DESEMBER 2016—Acara Indonesia Lamrim Retreat 2016 di Gedung Prasadha Jinarakkhita masih berlanjut. Biksu Bhadraruci mengawali hari ketiga ini dengan membandingkan tubuh jasmani kita dengan sebuah perahu yang bisa membawa kita ke pantai seberang, yaitu pencerahan sempurna. Sayangnya, kita acap kali tak menyadari betapa beruntungnya kita. Banyak orang yang sering mengeluh, “Tuhan itu buta. Tuhan tidak adil.” Mereka tak sadar kalau yang namanya kebahagiaan itu mesti dicapai sendiri. Tak seorang pun yang mampu membantu kita selain diri kita sendiri, selain tubuh manusia kita yang ibarat perahu untuk menyeberangi samudera samsara sampai kita akhirnya mencapai pencerahan.

Motivator-motivator selalu mengulang kalimat: “Ingat, saudara-saudara, hidup ini luar biasa! Kita semua punya modal untuk sukses! Kita bisa! Kita bisa! Kita bisa!”. Sejak jauh-jauh hari, bahkan ribuan tahun sebelum fenomena motivator muncul di dunia ini, Buddha sudah lebih dulu berkata, “Kehidupan sebagai manusia ini sungguh berharga. Kita bisa melakukan apa pun dengan tubuh manusia ini. Tubuh manusia kita diberkahi oleh kebebasan dan keberuntungan.” Topik kelahiran manusia yang berharga ini merupakan salah satu langkah pertama dalam menapaki jalan Lamrim atau Tahapan Jalan Menuju Pencerahan, sebagaimana dijelaskan dengan lengkap di bagian kedua dari Bab 4 Lamrim, yaitu bagaimana murid dibimbing dalam tahapan jalan yang sesungguhnya. Hanya dengan tubuh manusia inilah kebahagiaan di kehidupan mendatang, pembebasan dari samsara, dan pencerahan sempurna dapat dicapai.

Biksu Bhadraruci mengulang sekilas penjelasan mengenai beberapa bait pertama kitab Baris-Baris Pengalaman karya Je Tsongkhapa yang termasuk dalam 4 bab utama Lamrim. Setelahnya, beliau mulai menjelaskan bab keempat, yaitu bagaimana murid dibimbing dalam tahapan jalan yang sesungguhnya.

Bab 4 Lamrim mencakup banyak hal dan poin pertama yang dibahas adalah 6 Praktik Pendahuluan yang diwariskan oleh Guru Swarnadwipa Dharmakirti dari Sriwijaya, yaitu sebuah rangkaian ritual guna mengumpulkan kebajikan dan mempurifikasi karma buruk yang menjadi pondasi praktik Dharma. Keenam praktik tersebut adalah:

  1. Membersihkan ruangan meditasi dan menyusun obyek-obyek yang merepresentasikan tubuh, ucapan, dan batin Buddha
  2. Menyusun persembahan dengan indah dan murni.
  3. Duduk di atas tempat duduk yang nyaman sambil mempertahankan tujuh sikap tubuh Wairocana, lalu dengan batin yang bajik, mengambil perlindungan dan membangkitkan bodhicitta.
  4. Memvisualisasikan ladang kebajikan.
  5. Melakukan praktek doa tujuh bagian yang mencakup unsur-unsur utama untuk menghimpun kebajikan dan mempurifikasi seseorang dari penghalang-penghalang berikut dengan persembahan mandala.
  6. Mengajukan permohonan yang tulus kepada para Buddha dan guru-guru silsilah.

Praktik pendahulan yang pertama menjadi fokus utama pembahasan oleh Biksu Bhadraruci pada hari ini. Beliau terus mengingatkan pentingnya membersihkan ruangan atau kegiatan bersih-bersih apapun karena merupakan salah satu cara untuk membersihkan kotoran  sehingga kita siap menerima ajaran. Berikutnya, beliau menjelaskan sikap dan cara pandang yang harus kita miliki terhadap simbil tubuh, ucapan, dan batin Buddha yang kita susun di altar.

Biksu Bhadraruci mengangkat betapa pentingnya sikap hormat atau respek dalam memasang simbol-simbol tersebut dan meletakkan persembahan di atas altar. Rangkaian 6 Praktik Pendahuluan ini ibarat menjamu tamu; kita mengundang mereka masuk, melayani, dan menyenangkan mereka agar tetap tinggal. Tamu di sini adalah para Buddha. Beliau juga mengingatkan untuk mengukuhkan keyakinan terhadap Sang Buddha dan menunjukkan sikap penuh hormat dalam segala hal. Jangan membuat persembahan ala kadarnya dan asal lempar di altar, seolah-olah memberi makan tuyul saja. Sebagai guru para dewa dan manusia, sumber Dharma yang membawa kebahagiaan kita semua, jelas sekali bahwa Buddha adalah makhluk suci yang amatlah baik dan penuh welas asih sehingga pantas menjadi objek keyakinan dan diperlakukan dengan penuh hormat. Tidak dianggapnya Sang Tathagatha sebagai makhluk suci dan pengkerdilan kualitas sosok Buddha bisa menyebabkan runtuhnya Buddhadharma di indonesia, apalagi apabila keyakinan umat Buddha indonesia terhadap guru utama ajaran ini mulai menurun dan Buddha dianggap tidak lagi mampu menolong dalam aspek-aspek kehidupan manusia sehari-hari.

Biksu Bhadraruci juga menambahkan bahwa di Indonesia, salah satu tokoh yang memiliki kualitas 6 Praktik Pendahuluan yang baik adalah Yang Mulia Biksu Sri Pannavaro, khususnya dalam hal menyusun altar yang cantik, bersih, dan rapi sehingga mampu meningkatkan keyakinan umat terhadap Sang Buddha.

Tradisi 6 Praktik Pendahuluan dan cara memandang Buddha sebagai makhluk suci nan agung ini merupakan dasar dari segala bentuk praktik Dharma yang diwariskan oleh guru agung dari Nusantara dan harus kita jaga. Pada sesi malam, Biksu Bhadraruci kembali mengajak seluruh peserta merenungkan dan memeditasikan apa yang telah dipelajari sepanjang hari ini. Beliau mengajak kita merenungkan makna dari 6 Praktik Pendahuluan, baik dari penjelasan ataupun bait-bait dalam teks yang dibaca dalam rangkaian praktik ini, serta menghayati kehadiran Buddha yang agung dan nyata dalam hidup kita. Setelah mendapat suatu kesimpulan, peserta dapat menggunakan teknik meditasi konsentrasi pada satu objek dengan kesimpulan tersebut sebagai objeknya hingga benar-benar menyatu dengan batin kita.

Foto-foto:

 

Hari ke-3 Indonesia Lamrim Retreat 2016, Auditorium Prasadha Jinarakkhita masih dipenuhi pencari kebahagiaan jangka panjang, bukan sekedar makmur sesaat

Namaskara, bagian yang amat penting dalam mengawali sesi pengajaran, karena mampu mengurangi kesombongan dan membuka hati untuk menerima Dharma

Pengumpulan kebajikan dengan menggulung mantram di antara sesi pengajaran.

#ilr2016

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *