Liputan Bedah Buku dan Peluncuran “Pembebasan di Tangan Kita” di Medan

  • January 28, 2009


Kadam Choeling Indonesia bekerja sama dengan BBCID Medan menghadirkan
Bedah Buku dan Peluncuran “Pembebasan di Tangan Kita” di Medan
Minggu, 25 Januari 2009

Kota Medan beruntung untuk menjadi kota kedua tempat diluncurkannya mahakarya kitab spiritual klasik yang berisikan transkrip ajaran yang terdiri dari dua puluh empat hari pengajaran lisan mengenai Lamrim oleh seorang guruh termasyhur Tibet, Phabongkha Rinpoche (1878-1941). Transkrip ini dituangkan ke dalam tiga jilid buku yang diberi judul “Pembebasan di Tangan Kita”. Peluncuran perdana karya ini sebelumnya telah dilaksanakan pada tanggal 31 Januari 2008 di kota Bandung, Jawa Barat, tepatnya di Toko Buku Gramedia di Jl. Merdeka, Bandung. Pada kesempatan itu, mahakarya ini diluncurkan langsung oleh Yang Mulia Lobsang Jamphel Jhampa Gyatso atau yang sering disebut Dagpo Rinpoche.

Peluncuran kedua di kota Medan menghadirkan YM Biksu Bhadra Ruci selaku nara sumber. Tempat peluncuran dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 25 Januari 2009, sehari sebelum perayaan imlek dan bertepatan dengan perayaan malam sebelum tahun baru (sacapme). Peluncuran ini dibarengi dengan program Bedah Buku yang berlangsung dari pukul 1 siang sampai 3 sore dan dihadiri oleh sekitar 30 orang yang memadati lantai satu ruko yang menjadi lokasi Bodhi Buddhist Centre Indonesia (BBCId) atau yang juga dikenal dengan nama Perpustakaan Buddhis Umum Nyana Samwara, yang beralamat di Jl. Irian Barat No. 77, Medan, dengan ketuanya Sdr. Rofin.

Pada saat bedah buku, YM Biksu Bhadra Ruci mengungkapkan bahwa satu-satunya mazhab agama Buddha yang mengakui, mencantumkan dan menyebut Guru Suwarnadwipa (Serlingpa Dharmakirti) sebagai salah satu guru silsilah adalah tradisi Mahayana Tibet, oleh sebab itu beliau menjelaskan bahwa “Saya tidak mengimpor tradisi Tibet, tapi ajaran asli Indonesia yang sempat berkembang dengan maju di Tibet hendak dipulangkan kembali ke tanah asalnya.”

Lebih jauh, beliau menjelaskan bahwa Agama Buddha Indonesia sedang mencari bentuk. Yang berkembang sekarang adalah tradisi-tradisi yang berasal dari luar, yaitu Bangkok Thailand dan China-dua wilayah yang menjadi pusat perkembangan tradisi-tradisi buddhisme setelah ajaran ini berkembang di luar negara aslinya, yaitu India. Tidak ada yang salah dengan tradisi-tradisi tersebut, namun kita harus mengetahui sumber-sumber ajaran yang asli dan murni serta otentik, dan “Pembebasan di Tangan Kita” merupakan mahakarya yang bisa memenuhi syarat-syarat tersebut sehingga layak untuk dijadikan panduan di dalam praktek spiritual seseorang. Karya ini menjelaskan dengan rinci tahapan-tahapan yang harus dilalui dan dijalankan oleh seseorang berikut apa-apa saja yang harus dimeditasikan sepanjang jalan tersebut hingga akhirnya seseorang bisa melihat dengan jelas dan nyata akan apa yang dimaksudkan sebagai pencerahan dalam ajaran buddha dharma.

Berikut cuplikan dari isi “Pembebasan di Tangan Kita” jilid satu yang sempat dikutip oleh YM Biksu Bhadra Ruci berdasarkan permintaan dari peserta bedah buku:

Hal. 3
“Di sisi lain, jika tujuan kita adalah untuk menghindari kelahiran di alam rendah pada kehidupan-kehidupan selanjutnya, kita dapat mencapainya dengan tubuh manusia ini. Lebih jauh lagi, jika kita berharap mendapatkan tubuh surgawi dewa-dewa Brahma atau Sakra, [tubuh manusia] ini memberikan kita cara untuk mencapainya. Kita bahkan dapat mencapai tanah Buddha, seperti Abhinanda, Sukhavati, atau Tusita, dengan tubuh manusia ini. Sesungguhnya, alasan satu-satunya mengapa kita belum mencapai pembebasan dan [6b] kemahatahuan, adalah karena kita belum cukup berupaya, karena tujuan ini juga dapat dicapai dengan tubuh manusia ini.”

Hal. 108
“Sebagai contoh, [45b] ketika sedang berdebat mengenai topik membangkitkan batin pencerahan kita dapat dengan mudah mengaitkannya dengan salah satu praktik bagi orang yang berkapasitas agung-yaitu, latihan dalam batin pencerahan. Kita dapat menerapkan debat kita tentang topik saling ketergantungan pada praktik-praktik untuk orang yang berkapasitas menengah dan debat tentang empat tingkatan meditasi dari rupaloka dan empat tingkatan dari arupaloka, pada topik ketenangan batin.”

Hal. 206
“(Kyabje Phabongkha Rinpoche menyimpulkan dengan mengatakan kepada kita bahwa satu perbuatan tersebut telah memungkinkan sang kapten kapal untuk membangkitkan himpunan kebajikan yang biasanya akan memakan waktu empat puluh ribu kalpa besar.)
Tindakan mengambil nyawa itu sendiri tidak mungkin menghasilkan akumulasi kebajikan. Tapi dalam contoh ini, kebajikan yang kuat dibuat dengan motivasi welas asih yang kuat. Sesungguhnya, motivasi menentukan semua faktor seperti apakah suatu tindakan bajik atau tidak, apakah menghasilkan bentuk yang menarik atau tidak menarik, dan apakah sifatnya kuat atau lemah.”

Demikian liputan singkat peluncuran dan bedah buku di Medan. “Pembebasan di Tangan Kita” rencananya akan diluncurkan di kota-kota lain di Indonesia dalam waktu dekat. Untuk keterangan lebih lanjut bisa menghubungi Heni (087821612700). [red-web]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *