Tour ke Candi-candi Marginal sekitar Prambanan dan Ratu Boko

  • February 19, 2009

DCKC Yogyakarta memulai langkah awal di tahun baru 2009 dengan berkunjung ke candi-candi Buddhis di sekitar Prambanan dan Ratu Boko, Yogyakarta. Rombongan yang berjumlah 10 orang ini berangkat pada Sabtu pagi, 7 Februari. Tour ini berguna untuk membuka wawasan akan kebesaran agama Buddha di Indonesia pada masa dulu serta membangun rasa keprihatinan terhadap situs-situs purbakala yang .ter-marginal-kan..
Candi Sari
Sebelum berangkat ke candi, beberapa orang terlebih dahulu membeli burung, jangkrik dan tokek untuk di .fang shen. di candi yang akan kami tuju. Candi pertama yang kami kunjungi adalah Candi Sari. Pada saat perjalanan kami mengalami sedikit kesulitan untuk menemukan lokasi candi tersebut. Jalan yang seharusnya dilewati terlewatkan dan mengharuskan kami untuk berputar kembali. Berhubung jalan besar di sana sulit menemukan tikungan untuk berputar, kami mencoba mencari jalan kecil yang lebih dekat, hasilnya malah tersesat selama setengah jam. Setelah berputar kembali, kami pun dengan mudah menemukan Candi Sari.
Sesampai di Candi Sari kami langsung masuk dan melihat seisi ruangan candi. Ruangan candi tersebut dibagi menjadi 3 bilik, tetapi patung-patungnya sudah tidak ada lagi. Di dinding luarnya juga terdapat relief bergambarkan Tara serta Kinara-Kinari disamping jendelanya. Dibandingkan Candi Kalasan, ruangan di candi tersebut kondisi lebih baik. Bisa dijadikan pilihan alternatif untuk melakukan puja mengingat lokasinya juga berdekatan dengan Candi Kalasan. Sebelum berangkat ke candi selanjutnya, kami terlebih dahulu melakukan fang shen burung.
Candi Plaosan
Lokasi berikutnya adalah Candi Plaosan yang terbagi atas 2 candi yaitu Plaosan Lor dan Plaosan Kidul. Banyak sekali bongkahan batu yang tidak jelas bentuknya karena belum dipugar. Secara umum, bentuk Candi Plaosan hampir sama dengan Candi Sari. Hanya saja pada Candi Plaosan patung-patung seperti Maitreya, Avalokiteshvara, Vajrapani masih terlihat. Tetapi patung utama yang konon katanya terbuat dari perunggu sudah tidak ada lagi. Selain bangunan candi, di bagian belakang juga terdapat pendopo terdapat deretan patung Buddha berbentuk huruf .U.. Salah satunya adalah Buddha Jambala yang di yakini membawa keberuntungan. Di candi ini kami melanjutkan fangshen dengan melepaskan tokek dan jangkrik. Tidak lupa juga di candi tersebut kami menyempatkan diri untuk mengabadikan perjalanan ini dengan berfoto-foto.
Candi Sojiwan
Hari mulai panas, perut pun mulai keroncongan, kami melanjutkan perjalanan ke Candi Sojiwan. Kondisi candi ini benar-benar sangat memprihatinkan. Selain tak terurus, candi ini juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Relief berisi dongeng tantrik yang konon katanya terdapat di candi tersebut tidak bisa kami lihat karena candi sedang dalam pemugaran, tidak bisa dimasuki.
Ratu Boko
Sebelum kami melanjutkan perjalanan ke candi berikutnya, perut kami sudah berteriak meminta pertolongan pertama pada kelaparan. Maka kami pun makan siang di sebuah .warung kecil. yang cukup mahal. Candi ke-4 yang kami kunjungi adalah Candi Ratu Boko, kami disambut dengan meriah oleh burung2 merpati. Dan juga terdapat kancil-kancil yang lucu. Saat menuju ke Candi Ratu Boko kami harus melewati tangga yang cukup panjang dan menanjak, kakipun mulai terasa pegal dan capek, tapi kami tetap pantang menyerah. Sesampainya di gerbang Kraton Ratu Boko kami menyempatkan diri untuk berfoto-foto terlebih dahulu.
Di alun-alun Kraton Ratu Boko tersebut kami bertemu dengan seorang pemandu, dia menjelaskan semua tempat yang ada di situs Ratu Boko tersebut antara lain Kraton Ratu Boko itu sendiri, tempat pembakaran mayat, tempat pemandian, dan pendopo. Kami pun langsung melanjutkan perjalanan ke tempat kremasi. Di tempat ini terlihat lubang pada tengah-tengah bangunan tersebut lubang tersebut berfungsi untuk mengkremasi jenazah pada jaman itu. Perjalanan berikutnya menuju ke Pendopo, tempat peristirahatan bagi Prabu Boko.
Hari semakin sore dan semakin gelap, akhirnya kami melanjutkan misi kami ke tempat berikutnya yaitu tempat pemandian. Di sini kami sempat mencari lokasi sumur amirta yang tertera di brosurnya Ratu Boko. Sumur amirta tetap belum ditemukan. Kami memutuskan untuk melanjutkan ke tujuan berikutnya, Goa pertapaan. Penjaga setempat menjelaskan bahwa Goa ini adalah tempat bertapanya para peziarah atau para pertapa yang berasal dari luar daerah. Di tempat ini sekarang jarang ada yang bertapa, yang banyak malahan orang pacaran, ini namanya penyalahgunaan fasilitas. Kami pun terus melakukan perjalanan sambil mencari sumur amirta. Perjuangan yang cukup melelahkan ternyata membuahkan hasil yang sepadan, akhirnya sumur amirta tersebut ditemukan oleh Pak Gubernur, dkk. Botol pun langsung di kerahkan demi air berkah tersebut, langsung saja air berkah tersebut diangkut pulang dengan botol aqua.
Setelah petualangan yang melelahkan tersebut, akhirnya kami memutuskan untuk melakukan refleksi. Kami menyempatkan diri untuk ke gardu pandang pada daerah tersebut. Perjalanan menuju kesana pun cukup melelahkan. Tetapi hasilnya tidak sia-sia. Betapa indahnya pemandangan dari atas sana.
Arca Bugisan
Hari semakin gelap, tubuh semakin lelah, matapun ikut mengantuk, tapi semangat juang terus berkobar. Adalah Arca Bugisan tempat kami yang akan kunjungi berikutnya. Motor pun di starter dan langsung saja kami tancap gas menuju tempat berikutnya. Dalam perjalanan yang cukup melelahkan tersebut kami terus mencari jalan menuju ke Arca Bugisan. Permasalahannya, wilayah Arca Bugisan tersebut terletak di tengah-tengah perumahan penduduk, hal itu yang membuat kami sulit menemukan letak arca-arca tersebut. Cukup lama kami mondar-mandir di sekitar daerah bugisan. Akhirnya kami menemukan letak Arca Bugisan tersebut yang ternyata dibelakang makam setempat. Awalnya semua ragu dengan apa yang dilihat oleh mata kepala masing-masing. Tetapi tidak salah lagi. Pastilah ini Arca Bugisan tersebut dan ternyata benar.
Sungguh memprihatinkan keadaan arca-arca tersebut. Tidak ada yang peduli sedikitpun dan mungkin tidak ada yang tahu dengan keadaan arca-arca tersebut. Pemerintah sepertinya kurang memperhatikan situs-situs purbakala yang terbengkalai. Terdapat 7 Arca Sang Buddha. Yang satu keadaannya sangat parah, yang satu terbaring di tanah, dan yang lainnya cukup memprihatinkan. Tiba-tiba saja muncul ide yang menggerakkan hati semua teman-teman bahkan orang setempat untuk menegakkan satu arca yang terbaring di tanah tersebut.
Perjuangan dimulai, dengan dibantu oleh warga setempat kami semua berupaya untuk menegakkan arca tersebut. Susah, letih, dan berat, itu semua terngiang di tubuh kami. Tanpa menghiraukan semua hal tersebut kami tetap saja berusaha dan hingga pada akhirnya kami berhasil menegakkan posisi arca tersebut. Tanpa semangat juang dan upaya yang keras serta kerja sama tim yang kompak itu semua tidak akan berhasil.
Senjapun berlalu, waktu terus berjalan dan tenaga serta pikiran semakin terkuras habis. Beramai-ramai kami memutuskan untuk kembali ke center untuk beristirahat sejenak dan makan malam bersama. Hari yang melelahkan. Tetapi itu semua tidak ada apa-apanya dibandingkan pelajaran dan pengalaman yang didapat pada hari itu.

.Lebih baik hidup satu hari dengan penuh kesadaran dan perbuatan bajik daripada hidup selama seratus tahun tapi tidak melakukan apa-apa..
-Sang Buddha-

By : Ricky & Billy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *