Liputan dari Perancis: Dharma Akhir Pekan & Praktek Namaskara 35 Buddha Pengakuan di Yiga Chodzin

  • November 30, 2009


Veneux-Les-Sablons, Perancis. Aktivitas Dagpo Rinpoche di Perancis sudah berlangsung puluhan tahun. Dimulai sejak pertama kali beliau mengajarkan dharma di negara berlambang ayam jantan ini pada tahun 1978 hingga sekarang di tahun 2009, yang berarti beliau sudah mengajarkan dharma selama kurang lebih 30 tahun. Center Perancis juga sudah terbentuk dengan sangat baik, yang bernaung di bawah dua institut, yakni Institute Ganden Ling–yang lebih memfokuskan diri ke dharma, dan Insitute Guepele?yang lebih cenderung pada kebudayaan. Kegiatan-kegiatan dharma di Center Perancis juga terjadwalkan dengan rapi dan setiap agenda yang sudah terjadwal dilaksanakan dengan penuh disiplin. Mereka juga sudah memiliki bangunan temple sendiri, yang diberi nama Yiga Chodzin dan diresmikan pada tahun 2005. Setiap tahun, center Perancis bisa mengadakan retret di tempat ini, yang mana sebelum adanya tempat ini mereka harus menyewa tempat retret di kota lain, antara lain di Montdore.
Aktivitas yang luar biasa selama bertahun-tahun ini telah menghasilkan banyak praktisi serius. Murid-murid Rinpoche di Perancis saja jumlahnya ratusan, belum termasuk di negara-negara lain di Eropa, seperti Belanda, Swiss, Portugal, dsb. Salah satu kegiatan rutin yang sudah berlangsung bertahun-tahun adalah dharma akhir pekan di Yiga Chodzin. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu, dengan pengaturan waktu (jam) dan agenda yang rapi. Apabila ada jadwal dharma akhir pekan, para murid Rinpoche berdatangan ke pinggiran kota Paris, yakni Veneux-Les-Sablons, yang menjadi markas Institute Ganden Ling dan Institute Guepele, berikut bangunan temple Yiga Chodzin. Mereka datang dari Paris dan juga kota-kota lain di seluruh Perancis, bahkan dari negara-negara lain di Eropa di mana terdapat murid-murid Rinpoche.

Selama dua hari ini mereka bisa mengikuti kegiatan dharma, yakni : Pelafalan Enam Praktek Pendahuluan, pembabaran dharma (berdasarkan Lamrim) oleh Rinpoche selama 2 jam, meditasi segera setelah teaching selesai, belajar pribadi (self-study), kelompok belajar bersama (study group), plus sesi Tanya-Jawab bersama Rinpoche. Ada banyak kelompok belajar di center Perancis dikarenakan banyaknya peserta yang datang pada sesi akhir pekan ini dan mereka memiliki latar belakang dan level yang berbeda-beda. Banyak pula pendatang baru setiap kali sesi akhir pekan ini diselenggarakan. Dulu kelompok-kelompok belajar ini dibimbing langsung oleh Rinpoche, namun sekarang, seiring dengan bertambahnya usia Rinpoche dan sedikitnya waktu luang beliau, maka kelompok-kelompok belajar ini dipercayakan kepada murid-murid Rinpoche yang sudah tergolong senior. Dengan demikian, kegiatan dharma akhir pekan ini bisa dilaksanakan dengan ataupun tanpa kehadiran Rinpoche. Kadang-kadang Rinpoche tidak bisa mengikuti sesi akhir pekan bulanan karena beliau harus pergi ke kota atau negara lain, termasuk Indonesia. Dalam kondisi seperti ini, center Perancis tetap berusaha mengadakan dharma akhir pekan dengan cara menyusun kegiatan yang bisa dilakukan tanpa kehadiran Rinpoche. Kegiatan-kegiatan ini antara lain : meditasi Lamrim bagi yang sudah pernah mengikuti retret Lamrim, membiasakan batin (familiarization) dengan Lamrim, meditasi terbimbing pada topik-topik Lamrim, ataupun meditasi konsentrasi.


Rinpoche sering menasehati murid-murid senior beliau untuk berusaha mandiri. Nasehat ini pula yang disampaikan oleh beliau pada permulaan retret tahunan 2009 yang baru lewat bulan Oktober lalu (24 Oktober-4 November 2009), yakni pada bagian motivasi, dikarenakan jumlah peserta retret tahun ini sangat dibatasi hingga hanya 50an orang (biasanya 200an orang). Pembatasan peserta ini berkaitan dengan wabah flu di daratan Eropa sehingga ada aturan yang melarang berkumpulnya terlalu banyak orang dalam satu ruangan, sehingga peserta retret diprioritaskan bagi pendatang baru ataupun yang belum pernah mengikuti retret di Yiga Chodzin sebelumnya (dalam hal ini termasuk penulis). Murid-murid senior yang tidak bisa mengikuti retret secara langsung di aula Yiga Chodzin tetap mengikuti retret dengan tekun dan serius di rumah masing-masing melalui siaran web (webcast). Mereka benar-benar mengikuti seluruh jadwal selayaknya retret yang sebenarnya. Di akhir retret, pada bagian penutup, Rinpoche bahkan mengindikasikan bahwa kondisi pembatasan peserta ini, yang pada awalnya mengakibatkan kekecewaan bagi peserta yang terpaksa dibatalkan, ternyata memiliki manfaat juga. Yakni, orang-orang bisa mengetahui bahwa ternyata retret bisa diikuti dengan baik melalui webcast.

Kelompok-kelompok belajar tadi akan disebar ke mana-mana, memanfaatkan setiap tempat yang ada. Salah satu kelompok belajar ini adalah English Speaking Group. Kelompok ini mengambil tempat di ruangan tepat di atas kamar Rinpoche, yang kebetulan menjadi tempat menginap penulis selama di Perancis. Sesuai namanya, kelompok ini diperuntukkan bagi mereka yang tidak bisa berbahasa Perancis, ataupun mereka yang bisa berbahasa Perancis namun lebih memilih bergabung dengan kelompok yang cas-cis-cus dalam Bahasa Inggris ini. Kelompok ini dibimbing oleh Rosemary Patton, salah satu murid senior Rinpoche yang juga merupakan penerjemah Rinpoche untuk Bahasa Inggris. Untuk Bahasa Perancis, penerjemah Rinpoche adalah seorang Perancis asli bernama Marie-Stella Boussemart, yang juga seorang biksuni tradisi Tibetan. Kelompok belajar ini membahas ajaran-ajaran yang telah disampaikan oleh Rinpoche dengan menggunakan teks acuan berbahasa Tibet, ataupun yang sudah diterjemahkan.
Pada tanggal 14 dan 15 November 2009, penulis berkesempatan mengikuti dua sesi pada kelompok studi ini dan topik yang sedang dipelajari adalah Dua Belas Mata Rantai. Teks acuan yang dipakai adalah Abhidharmasammucaya oleh Arya Asanga dan juga buku pelajaran (textbook) yang dipakai di Biara Gomang Dratsang di India. Dengan adanya kelompok belajar yang serius dan rutin seperti ini, murid-murid Rinpoche bisa mempelajari dharma secara serius dan mendalam.

Dua minggu berselang, yakni pada tanggal 28 dan 29 November, center Perancis kembali menyelenggarkan kegiatan yang sudah dijadwalkan, yakni praktek purifikasi dengan namaskara panjang (full prostration) kepada 35 Buddha Pengakuan. Kegiatan ini dilaksanakan di aula Yiga Chodzin dan diikuti oleh Rinpoche. Rinpoche yang sudah berusia 77 tahun?namun masih kuat dan sehat?memimpin langsung jalannya praktek namaskara panjang selama berlangsungnya 4 sesi praktek purifikasi ini. Masing-masing sesi diisi dengan pelafalan masing-masing dari ke-35 nama Buddha selama 15x pelafalan dan selama pelafalan mantra ini, peserta bisa melakukan namaskara sebanyak yang bisa dilakukan. Rinpoche rata-rata melakukan 3x namaskara untuk 1 nama Buddha, yang artinya 1 sesi lebih kurang 105 kali namaskara, dikali 4 sesi, jumlah total namaskara lebih kurang 420. Untuk orang yang umurnya jauh lebih muda saja (seperti penulis), praktek namaskara ini cukup menguras tenaga dan mengakibatkan badan pegal-pegal. Namun, Rinpoche yang rajin berolahraga (antara lain jalan kaki di atas mesin berjalan ala pusat kebugaran, berenang, dan jalan-jalan keliling desa Veneux) dan memiliki pola makan yang sehat dan teratur, bisa menyelesaikan seluruh 4 sesi namaskara panjang dengan entengnya. Bagaimana dengan rekan-rekan sekalian ?
Demikian sekilas kabar dari Ganden Ling, Veneux-Les-Sablons, Perancis. Tashi Deleg. Au Revoir.
[jl]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *