Mara or Buddha: Konsepnya adalah Bersih!

  • April 16, 2010


Enam Praktek Pendahuluan (6PP) adalah sebuah sistem terstruktur dalam agama Buddha yang dibangun oleh Jowo Atisha. Sistem ini harus diikuti dalam skema sbb:
1) Pendahuluan
2) Latihan sesungguhnya
3) Penyelesaian

Buddhisme adalah praktek, artinya sesuatu yang dilakukan. Buddhisme dipraktekkan, baru ada hasilnya. Oleh sebab itu, praktek pendahuluan sangat penting, karena baik tak baiknya hasil sebuah praktek bergantung pada pendahuluannya. Praktek pendahuluan dikenal dengan istilah ngondro, yang antara lain meliputi praktek namaskara 100 ribu kali, mengumpulkan 100 ribu mandala, mengumpulkan mantra Vajrasattva, dan Guru Yoga.

Misalnya seseorang hendak merenungkan topik Kemuliaan Terlahir Sebagai Manusia atau Ketidak-kekalan, atau Penderitaan di Tiga Alam Rendah—ketiganya merupakan topik motivasi awal, maka harus dibarengi dengan Praktek Pendahuluan. Pemahaman seseorang akan sebuah topik tertentu tidak akan berhasil apabila tidak ditunjang oleh Praktek Pendahuluan.

Praktek pendahuluan yang pertama adalah bersih-bersih. Dalam Pembebasan di Tangan Kita jilid satu hal. 170:

“Sungguh keliru apabila seseorang meremehkan pentingnya aktivitas-aktivitas pendahuluan. Contoh, untuk membuat secangkir teh yang nikmat, kita harus berhati-hati bahkan dimulai saat kita membeli teh. Perhatian yang sama juga diperlukan saat melakukan aktivitas-aktivitas pendahuluan, karena mereka adalah penyebab-penyebab yang diperlukan untuk membangkitkan realisasi-realisasi penghayatan dari praktek utama dalam batin kita.”

Contoh praktek utama adalah Bertumpu kepada Guru Spiritual. Praktek utama ini tidak akan berhasil kalau tidak ditunjang dengan praktek pendahuluan.

Enam Praktek Pendahuluan (6PP) terdiri dari:
1. Membersihkan ruangan meditasi dan menyusun obyek-obyek yang merepresentasikan tubuh, ucapan, dan batin [dari Guru, Buddha, dan Istadewata lainnya].
2. Menyusun persembahan tanpa cela dengan cara yang menarik.
3. Duduk di atas tempat duduk yang nyaman sambil mempertahankan tujuh sikap tubuh Wairocana, lalu dengan batin yang bajik, mengambil perlindungan dan membangkitkan pencerahan, dan seterusnya.
4. Membayangkan ladang kebajikan.
5. Melakukan praktek doa tujuh bagian—yang mencakup unsur-unsur utama untuk menghimpun kebajikan dan mempurifikasi seseorang dari penghalang-penghalang—berikut dengan persembahan mandala.
6. Menanamkan dalam batin Anda suatu sikap permohonan sesuai dengan instruksi.

Suhu mengatakan bahwa setiap orang yang punya altar di kamarnya haruslah melakukan 6PP. Sebuah altar seharusnya di-set-up dengan semestinya, artinya mesti ada sebuah standar altar yang baik. Suhu menasihati agar altar ditempatkan dengan semestinya dan diurus dengan baik, karena altar adalah tempat kita mengumpulkan kebajikan. Praktek pendahuluan pertama adalah bersih-bersih, oleh sebab itu setiap orang harus belajar bersih dan rapi.


Buku “Pembebasan di Tangan Kita” hal. 171 menyatakan:

“Kehidupan Guru Suwarnadwipa merupakan teladan dalam hal praktek membersihkan tempat meditasi. Kalimat dalam sutra yang diidentifikasi sebagai sumber instruksi ini menyatakan, ‘Bodhisatwa, duduk di dalam ruangan yang bersih dengan posisi bersila…’”

Analogi yang disesuaikan dengan gaya hidup modern mengambil contoh seseorang pastinya lebih memilih tinggal di hotel bintang lima dibandingkan dengan losmen. Para Buddha dan Bodhisatwa tentu tidak akan hadir di tempat-tempat yang kotor dan jorok. Jangankan Buddha dan Bodhisatwa, “Even Mara don’t want to come to your room, how come Buddha come to your room?” Suhu berpendapat sungguh tidak mudah untuk mengajarkan orang-orang agar bersikap bersih, padahal ini adalah sesuatu yang penting sekali.

Filosofi bersih-bersih ini juga terdapat dalam Zen, yang mana disebutkan bahwa “Ada debu di meja, kamu tiap hari bersihin mejanya, itu sama dengan membersihkan cermin pikiranmu.”

Dalam buddhisme, batin itu seperti cermin. Pikiran itu seperti cermin, memantulkan segala sesuatu apa adanya. Jadi untuk melihat shunyata, batin seseorang tidak boleh mengandung hal-hal negatif, sehingga bersih-bersih itu termasuk paramita, dalam rangka seseorang menciptakan Buddha Field-nya sendiri yang murni.

Sang Buddha mengajarkan berbagai cara, antara lain:
1) Kalau ada sesuatu di depan, kamu hadapi.
2) Kurangi hal-hal negatif, tambahkan hal-hal positif.
3) Memanfaatkan hal-hal negatif menjadi sesuatu yang positif.

Misalnya ada orang yang suka marah, dia bisa menggunakan kekuatan negatifnya untuk merubahnya menjadi positif. Atau misalnya ada orang yang cengkraman kemelekatannya kuat. Poin (3) lebih susah tapi bisa, tapi yang lebih gampang adalah poin (2), yakni kurangi unsur-unsur negative ketika bersih-bersih dan kembangkan hal-hal positif. Ketika bersih-bersih, renungkan “Aku sedang membersihkan hal-hal negatif dari diriku sendiri dan makhluk lain.”

Penjelasan lengkap tentang Enam Praktik Pendahuluan dapat dibaca pada buku “Pembebasan di Tangan Kita” jilid satu yang sudah dirilis oleh Penerbit Kadam Choeling dan bisa didapatkan di toko buku terdekat atau hubungi penerbit@kadamchoeling.or.id. Pertanyaan seputar topik tersebut dapat disampaikan melalui fitur comment yang tersedia di bawah ini.
(tjf)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *