Pelita Penerang di Hari Pendidikan Nasional

  • May 11, 2010


Mungkin saja sebuah kebetulan, tetapi saya tidak akan melewatkan kesempatan ini untuk dapat menarik sebuah benang merah dari tanggal 2 Mei yang merupakan hari pendidikan nasional sekaligus hari penerang kegelapan bagi kami yang beruntung berada di salah satu dharma center Kadam Choeling Indonesia di Yogyakarta berkat sesi pengajaran oleh Y.M. Geshe Yonten Gyatso. Tersusun dari dua sesi selama sehari, yang memperingati berdirinya tonggak sistem pendidikan ala Indonesia oleh Ki Hajar Dewantara dengan niat untuk memanusiakan seutuhnya akal dan budi rakyat Indonesia, secara berurutan sesi diisi dengan instruksi lisan dan tanya jawab. Kurang lebih 20 orang memadati aula center Yogya di hari itu.
Setelah mengawali dengan instruksi untuk mengatur motivasi kita untuk mendengarkan Dharma, Y.M. Geshe Yonten memaparkan berbagai pengertian kata Dharma antara lain sesuatu yang ada, pengetahuan dan agama. Dalam pemaparan arti-arti tersebut, dijelaskan bahwa Dharma juga mencakup agama lain, tetapi sesi pengajaran hari itu secara khusus membahas Buddha Dharma. Instruksi ini seakan mengingatkan kami untuk tidak mencampuradukkan pengetahuan yang entah diperoleh dari proses dogmatis ataupun realisasi dari pembelajaran pribadi yang cenderung membuat diri merasa terpelajar (meski nyatanya kosong) dus menjadi wadah yang layak untuk menampung nektar kebijaksanaan.
Lebih lanjut, Y.M. Geshe Yonten menjelaskan 4 kategori manusia yang terdiri dari 2 tingkatan yaitu duniawi dan spiritual. Mereka yang duniawi hanya mengejar kebahagiaan pada masa hidup saat ini saja sementara kategori spiritual paling tidak harus melihat konsep kebahagiaan sebagai sesuatu untuk dicapai di masa kehidupan ini dan akan datang tetapi ini adalah sedikitnya. Sedikitnya karena tingkatan makhluk spiritual berikutnya menyadari kebahagiaan, baik kehidupan ini dan akan datang, tidaklah kekal selama masih terikat di samsara oleh karenanya muncul sebuah ketergesaan untuk terbebas darinya. Mereka yang diagungkan karena welas asih tidak hanya berkomitmen membebaskan diri sendiri tapi juga semua makhluk yang telah berjasa sebagai ibu di banyak kehidupan, kelompok makhluk yang demikian menempati tingkatan spiritual tertinggi.
Pengategorian ini bukan untuk mengurutkan diri kita dalam sebuah klasemen makhluk-makhluk sehingga kita dapat menunjuk diri kita ataupun orang lain lebih tinggi atau rendah. Penting sekali dalam praktek Dharma untuk memulai dari tingkat di mana kita berada sekarang, entah itu duniawi atau salah satu tingkatan spiritual karena latihan batin mutlak harus bertahap. Tanpa tahapan latihan, pengembangan batin dapat berbalik menjadi pengembangan keangkuhan, kebencian dan kebodohan. Proses pengategorian ini, lebih lanjut juga memberitahukan kita bagaimana membedakan sesuatu yang duniawi dan spiritual, bahwa aktivitas duniawi dan spiritual tidak dapat ditentukan dari kemasan luar tindakan tubuh atau ucapan, melainkan dari motivasi di dalam. Y. M. Geshe Yonten mencontohkan dengan jelas bahwa puja, belajar, dan mendengarkan Dharma tidak mutlak menjadi praktek spiritual jika dilandasi dengan motivasi yang salah.
Menindaklanjuti hal ini, kita harus mengawasi motivasi kita di setiap aktivitas dan membuat kita tidak dapat begitu saja menilai perilaku individu lain karena perilaku yang terlihat dilandasi dari motivasi yang tidak terlihat, dus membuat kita berandai-andai dalam persepsi yang cenderung tidak dapat diandalkan.
Dalam sesi tanya jawab, Y.M. Geshe Yonten menekankan begitu banyak aktivitas keseharian kita yang tergolong dalam “ketidaktentuan”, dalam artian tidak tentu sifatnya bajik ataupun tidak bajik, misalnya saja: tidur, terlarut dalam kesibukan kerja, kuliah, organisasi dan lain sebagainya. Kondisi ini merupakan kesempatan baik tapi juga buruk. Di satu sisi, jika dilandasi dengan niat yang baik maka sebagian besar aktivitas keseharian kita bisa menjadi sebuah akumulasi kebajikan tetapi hal yang sama berlaku sebaliknya.
Sesi tanya jawab diakhiri dengan instruksi terkait kesulitan mengembangkan motivasi, yang memang di-iya-kan oleh Y.M. Geshe Yonten bahwa prosesnya tidak singkat dan mudah. Instruksi terkait masalah tersebut adalah dengan berdoa sepenuh hati agar penghalang dapat dilenyapkan, tentu saja hati yang penuh dengan doa juga berdampak pada latihan batin yang terus-menerus dan tulus. Instruksi ini menjauhkan kita dari perilaku teoritis dan bertumpu berlebihan pada intelektual pribadi (bukannya pada guru spiritual) yang kemudian menjadikan kita kantong teori yang lincah (bergerak) dan sebaliknya membentuk sikap sebagai seorang murid yang benar-benar membutuhkan arahan di tengah kegelapan batin. Beliau juga menyarankan kita untuk melatih mengembangkan motivasi tertinggi, yaitu mencapai ke-Buddha-an demi semua makhluk. Sebuah kerinduan mengingatkan saya akan lirik lagu asia yang menceritakan teknik untuk menahan tangis dengan melihat ke langit, ternyata teknik tersebut tidak semata-mata relevan untuk menahan air mata (yang terutama berperan melalui gaya gravitasi). Dengan melihat ke langit secara langsung, kita juga melihat atap rumah kita, awan, dan lain sebagainya yang memisahkan tempat kita sekarang dan langit nun jauh di sana. Sama halnya dengan melatih dari mengembangkan motivasi tertinggi menyadarkan kita bahwa untuk mencapainya mutlak harus mengembangkan motivasi spiritual awal dan menengah. Dus, lihatlah ke langit!
Sebuah informasi tambahan bahwa Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pendidikan. Dijuluki demikian karena begitu banyaknya universitas (dengan demikian juga peserta didik) di kota tersebut, bahkan untuk membangkitkan kondisi yang mendukung proses pendidikan di kota tersebut berlaku imbauan jam belajar masyarakat. Sungguh menggelitik sekali untuk mengaitkan ini semua, hari pendidikan, peserta didik dan pendidik Dharma serta kota pendidikan, sebagai sebuah pertanda baik bagi anggota center Yogyakarta untuk menjadikan momen tersebut untuk mengembangkan kapasitas mereka sedemikian agar dapat terdidik, mendidik, dan membangkitkan sebuah atmosfer pendidikan di center tercinta.
Hari pendidikan nasional banyak diwarnai kritik terhadap sistem pendidikan yang sekarang berlaku di Indonesia karena dinilai kontra dengan semangat pendidikan Ki Hajar Dewantara. Tapi semoga hal yang sama tidak terjadi dalam rangkaian pendidikan oleh Y.M. Geshe Yonten di Indonesia (dan Malaysia) dengan menjadikan pembelajaran yang diperoleh sebagai daya pengubah batin kita agar dapat menampung lebih banyak makhluk dan mendewasakan cara berpikir kita dalam menawar kehidupan di dunia yang merupakan semangat otentik pendidikan dari Guru kita, Buddha. Selamat belajar![HF]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *