Webcast Dharma Akhir Pekan di Pertengahan Februari: Sabar, Sabar dan Sabar.

  • February 17, 2011
Transkrip Webcast Dharma
Veneux-les-Sablons, Perancis
Sabtu, 12-Februari-2011

 

Catatan:
Transkrip ini dituliskan kembali berdasarkan catatan tangan penerjemah Bahasa Indonesia. Dikarenakan koneksi internet yang tidak sepenuhnya lancar, maka di sana-sini terdapat bagian yang terpotong. Catatan tangan seadanya ini dibagikan kepada pembaca dengan harapan dapat memberikan sedikit masukan untuk kemudian ditindak-lanjuti dengan mencari tahu dan belajar lebih lanjut supaya mendapatkan informasi atau poin-poin yang dibutuhkan sesuai kebutuhan masing-masing.

 

*******

 

Rinpoche mengucapkan Selamat Tahun Baru 2011 kepada semua hadirin. Semoga di tahun baru ini segala sesuatu berjalan lancar bagi Anda semua.

(koneksi putus)

Secara umum, Anda semua harus bekerja untuk mendapatkan penghidupan. Anda semua memiliki aktivitas profesional berikut kegiatan-kegiatan lainnya, yang menuntut banyak waktu. Kalau kita kaji waktu hidup kita dan mencoba menghitung seberapa besar waktu yang kita curahkan untuk kegiatan seperti yang kita lakukan sekarang ini, yaitu kegiatan yang tidak semata-mata bertujuan untuk mencapai kebahagiaan pada kehidupan sekarang ini saja, yang bukan melulu ditujukan untuk meningkatkan kualitas-kualitas kehidupan saat ini, justru sebaliknya, kegiatan yang bertujuan untuk mencapai sesuatu yang melebihi kebahagiaan kehidupan saat ini, yaitu tujuan yang lebih tinggi, maka itulah kesempatan yang sedang kita dapatkan pada sesi seperti ini saat ini.

Walaupun kita memiliki kesempatan yang baik seperti ini, namun kita juga harus sadari bahwa peluang bagus ini sungguh sangat singkat. Oleh sebab itu, penting sekali untuk menyadari bukan saja kesempatan ini singkat, tapi yang lebih penting lagi, kita harus berupaya untuk menarik manfaat sebesar-besarnya dari peluang emas ini.

Kita bisa merujuk sebuah kutipan yang diutarakan oleh Arya Chandragomin yang mengatakan, “Setelah kita mendapatkan kelahiran mulia sebagai manusia yang bebas dan terberkahi ini, apa yang harus kita lakukan?” Jawabannya dipaparkan sebagai berikut, yaitu kita harus menggunakannya untuk menyeberangi samudera penderitaan samsara, di mana kita tidak lagi harus mengambil bentuk kelahiran kembali di dalam samsara dikarenakan karma dan kilesa kita. Berikutnya, yang bisa kita lakukan adalah menanam benih-benih kebajikan untuk mencapai penerangan sempurna, yaitu Kebuddhaan.

Benih kebajikan yang dimaksud merujuk pada pembangkitan batin pencerahan (Bodhicitta), yaitu aspirasi untuk mencapai Kebuddhaan, yang merupakan kebajikan utama untuk mencapai pencerahan sempurna. Dengan demikian, kehidupan sebagai manusia yang kita miliki sekarang nilainya seribu kali lebih berharga daripada permata pengabul harapan. Siapa, yang setelah mendapatkan kelahiran ini, tidak akan menggunakannya?

Arya Chandragomin lanjut mengatakan bahwa bagi makhluk-makhluk seperti kita, yang memiliki basis/ dasar kehidupan dengan bentuk jasmani dan batin tertentu, yaitu batin dan jasmani seorang manusia, maka kita memiliki potensi dan kondisi untuk mengatasi semua bentuk penderitaan samsara. Apapun bentuk halangan, masalah, dan penderitaan yang kita alami sekarang ini, sebagai manusia, kita memiliki kesempatan untuk lolos dari segala bentuk kesukaran tersebut dan mendapatkan kebahagiaan yang pasti dan definitif, yakni berupa pembebasan sepenuhnya dari lingkaran keberadaan (samsara).

Penjelasan maksud yang hendak disampaikan oleh Arya Chandragomin diulangi lagi dengan bahasa yang lebih sederhana. Yaitu, dengan bentuk kehidupan yang sudah kita dapatkan sekarang ini, kita bisa menemukan solusi terhadap semua problem atau masalah yang kita hadapi. Kita semua tentu menghadapi satu dan lain bentuk masalah dari waktu ke waktu, apakah itu penderitaan ataupun kesukaran-kesukaran. Ada yang penderitaannya lebih besar dan ada juga yang penderitaannya relatif sedikit lebih ringan, tapi tidak ada satu pun orang yang bisa benar-benar 100% mengatakan bahwa ia benar-benar sepenuhnya puas dengan hidupnya. Selalu ada saja yang kurang atau ada saja yang tidak memuaskan. Tapi, sebagaimana yang sudah disampaikan tadi, dengan basis batin yang kita miliki sekarang, kita bisa meraih posisi kebahagiaan yang definitif dan pasti, dimana kita sudah tidak perlu lagi mengalami segala bentuk penderitaan dan kesukaran, baik itu yang besar maupun yang kecil.

Jika kita mau berusaha dan mengarahkan batin kita dengan tujuan seperti di atas, walaupun kita belum sepenuhnya mengatasi semua masalah secara keseluruhan, tapi minimal kita sudah bisa mengurangi tingkat penderitaan kita menjadi relatif lebih ringan. Kalau kita mau berupaya, ini sudah pasti bisa kita capai, yakni kalau kita benar-benar bertekad dan benar-benar melakukan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi penderitaan kita.

Dengan bentuk kehidupan yang kita miliki sekarang, kalau kita mau menerapkan metode yang tepat, mendaya-gunakan batin dan pikiran kita, menyelaraskan cara berpikir kita, maka pasti kita bisa mengurangi penderitaan kita. Kalau misalnya kita bandingkan bentuk kehidupan kita dengan binatang, mari kita lihat apa yang bisa dilakukan oleh binatang. Kalau panas, mereka bisa mencari tempat berteduh. Kalau dingin, mereka mencari lubang untuk berlindung. Kalau bertemu musuh, mereka bisa bersembunyi untuk melindungi diri, dan seterusnya. Tapi mereka tidak bisa melakukan lebih jauh dan lebih banyak lagi, karena mereka tidak memiliki kapasitas untuk itu. Misalnya, mereka tidak memiliki kemampuan untuk merenungkan kehidupan yang akan datang, dan seterusnya. Ada cara-cara berpikir yang benar-benar di luar jangkauan kemampuan seekor binatang semata-mata karena mereka tidak memiliki kapasitas mental untuk itu.

Jangankan dibandingkan dengan alam binatang, sebenarnya kalau kita lihat rekan-rekan sesama manusia pun, kita bisa merenungkan banyak hal. Ada orang-orang yang memiliki masalah mental atau sakit jiwa, sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk berpikir dengan jernih, dengan demikian tidak mampu mencari solusi untuk mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Sementara itu, ada orang-orang yang sama sekali tidak tahu akan adanya kesempatan atau peluang untuk mengatasi penderitaan mereka untuk selama-lamanya. Mereka tidak tahu sama sekali dan tidak menyadari adanya kemungkinan seperti ini, bahkan tidak bisa membayangkan sama sekali. Dengan demikian, orang-orang seperti ini tidak bisa menempuh jalan yang menuntun pada terhentinya penderitaan. Di sisi lain, ada orang-orang yang tahu akan adanya kesempatan ini, tapi dikarenakan masalah fisik atau mental tertentu, mereka tidak bisa mengarahkan diri mereka sendiri untuk menapaki jalan yang perlu ditempuh. Dibandingkan dengan orang-orang itu semua, kita yang ada di sini memiliki kesempatan yang jauh lebih beruntung dan memiliki kesempatan mencapai sesuatu yang bermakna.

Bagi kita yang memiliki kesempatan baik ini, kita harus bertanya, “Apa sih yang sebenarnya kita inginkan?”

Kita tidak menginginkan penderitaan, bahkan penderitaan terkecil sekalipun, seperti sebuah mimpi buruk ringan. Di sisi lain, kita menginginkan kebahagiaan sebesar-besarnya. Kalau kita sudah mendapatkan kebahagiaan dalam taraf tertentu, kita cenderung tidak puas dan menginginkan kebahagiaan yang lebih tinggi dan lebih besar. Untuk benar-benar mendapatkan kebahagiaan yang kita inginkan, tidak cukup hanya dengan ‘ingin’ saja, tapi kita harus menciptakan sebab-sebab kebahagiaan dalam diri kita dan ini adalah sesuatu yang memang bisa kita lakukan, bahkan pada setiap detik dan momen kehidupan kita. Kita bisa menciptakan sebab-sebab kebahagiaan yang besar, bukan hanya untuk kehidupan saat ini tapi juga mencakup kehidupan-kehidupan yang akan datang, yaitu dengan cara menanam benih-benih pencerahan, yaitu membangkitkan aspirasi agung Bodhicitta. Ini adalah benih-benih untuk mendapatkan kebahagiaan yang paling besar, yaitu kebahagiaan yang pasti, stabil, tidak bisa merosot, tidak bisa berubah, tingkat kebahagiaan tertinggi yang bisa dirasakan oleh seorang makhluk.

Mungkin ada yang berpikir bahwa dirinya sudah bisa merasakan kebahagiaan dalam hidupnya, yang tentu saja benar. Tapi masalahnya bagi kita adalah, kita mengayun dari satu momen kebahagiaan ke momen ketidakbahagiaan berikutnya. Katakanlah kita mengalami kebahagiaan untuk jangka waktu tertentu, misalnya beberapa jam, hari, bahkan hingga beberapa tahun, tapi pada akhirnya, tak pelak. momen kebahagiaan kita akan berubah menjadi ketidakbahagiaan, demikian terus-menerus, kita diayun dari satu momen kebahagiaan menuju ketidakbahagiaan berikutnya, sehingga kita tidak pernah merasakan kepuasan yang utuh dan lengkap.

Jadi, akan lebih baik kalau kita mendapatkan kebahagiaan yang definitif, yang pasti, stabil dan tidak berubah-ubah lagi. (sampai di sini koneksi putus)

Itulah sebabnya mengapa Guru Buddha mengatakan:

“Sang Muni tidak bisa menghapus dosa makhluk lain,
Ia tidak bisa mengambil penderitaan para makhluk,
Tidak bisa mempersembahkan realisasi-realisasinya (yaitu, pengumpulan dan penanggalan)
Di atas prasmanan untuk disajikan.”

Seseorang harus membebaskan dirinya sendiri dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Guru Buddha melalui ajaran-ajarannya. Guru Buddha tidak bisa menghapus penderitaan-penderitaan kita, sebagaimana yang sudah disampaikan, akan tetapi, yang bisa kita lakukan adalah mengikuti jalan yang sudah ditunjukkan oleh Beliau.

Di antara sekian banyak ajaran-ajaran yang diberikan oleh Buddha, ada sebuah instruksi yang tersedia bagi kita, yang sudah disesuaikan sedemikian rupa untuk para pemula, yaitu instruksi yang disebut Tahapan Jalan Menuju Pencerahan untuk Ketiga Jenis Praktisi. Tak peduli siapapun kita dan di tingkat mana kita berada, instruksi ini sangat cocok untuk kita semua.

Praktisi manapun, apakah itu praktisi motivasi awal, menengah, maupun agung, dengan mengikuti instruksi ini, maka ia akan berkembang, memperoleh kemajuan, dan mencapai kebahagiaan sejati. Bagi Anda yang sudah pernah mendengarkan instruksi yang juga disebut Lam Rim ini berulang-ulang, tentu hal ini bukan hal baru bagi Anda. Walaupun Anda harus mendengarkan kembali, Anda harus melakukannya dengan hati-hati, karena dengan mendengarkan dengan penuh perhatian, Anda akan mampu memperdalam pemahaman Anda sendiri. Kalau misalnya ada yang berpikir, “Oh, Saya sudah pernah mendengarkan instruksi ini sebelumnya,” lalu tidak mendengarkan dengan penuh perhatian, maka pemikiran seperti ini tidak bermanfaat.

Penting sekali bagi kita semua untuk memperdalam pemahaman kita setiap kali kita memiliki kesempatan untuk mendengarkan dan kemudian merenungkan ajaran Lam Rim. Para praktisi yang sudah mencapai Marga Meditasi pun masih harus mendengarkan dan merenungkan topik yang sama berulang-ulang, apalagi kita?! Inilah persisnya apa yang disampaikan oleh Buddha Maitreya, yaitu makhluk-makhluk yang sudah mencapai Marga Meditasi harus mendengarkan, merenungkan, dan membiasakan batin mereka dengan dharma secara berulang-ulang, untuk mendapatkan realisasi berulang-ulang pula, agar memperoleh pemahaman yang semakin mendalam.

Marga Meditasi disebut juga dengan Jalan Membiasakan Batin dan praktisi-praktisi tingkat tinggi yang sudah mencapai tahap ini melakukan hal yang baru saja disebutkan, yaitu membiasakan batin mereka secara berulang-ulang. Kalau praktisi tingkat tinggi ini saja masih harus membiasakan batin mereka terus-menerus, apalagi kita, yang bahkan belum memasuki jalan. Marga Meditasi ini mencakup praktisi-praktisi dari kendaraan manapun, apakah itu Kendaraan Pendengar, Perealisasi Sendiri, hingga Kendaraan Mahayana.

Di sini pada sesi ini, ketika kita mendengarkan penjelasan yang diberikan, kita berpikir, “Ya, ini benar adanya….” “Ya, itu benar sekali….” tapi, antara sekarang dengan sesi pertemuan kita berikutnya, yang bisa berbulan-bulan jeda waktunya, seberapa sering batin kita melakukan perenungan terhadap ajaran seperti ini? Jadi antara sesi ini dengan jadwal pertemuan berikutnya, seberapa banyak waktu yang kita habiskan untuk merenungkan dharma? Sehari-hari kita terperangkap dengan pekerjaan, aktivitas sehari-hari, tugas-tugas, kewajiban, bisnis, mencari uang, dan sebagainya. Kalaupun kita tidak memikirkan hal-hal tadi, kita memikirkan perjalanan-perjalanan yang sudah kita lakukan dan merencanakan perjalanan-perjalanan berikutnya. Jadi batin kita praktis hanya memikirkan hal-hal demikian terus-menerus, yaitu urusan-urusan pada kehidupan saat ini.

Jadi kalau kita membandingkan frekuensi pikiran kita yang memikiran urusan duniawi dengan batin yang dicurahkan untuk jalan spiritual, maka ada analogi dari Shantidewa. Ibarat langit yang dipenuhi dengan awan-awan tebal dan kelam, yaitu langit kelam sesaat sebelum turun hujan, dan dalam kegelapan langit yang sangat pekat ini, kadang-kadang ada kilatan petir yang melintas dan menerangi langit yang tadinya gelap gulita untuk sekejap. Ini sangat menggambarkan kondisi batin kita ketika munculnya bentuk-bentuk pikiran yang bajik, yang sangat singkat, sesingkat kilatan petir di langit yang hitam kelam. Ini menunjukkan batin kita yang diarahkan untuk memikirkan jalan spiritual sangat singkat, sesingkat kilatan petir di langit.

Batin yang diarahkan untuk memikirkan berbagai aspek spiritual dari dharma jarang sekali muncul. Oleh sebab itu, dalam sesi seperti ini, kemampuan kita untuk fokus dan mengarahkan batin kita jauh lebih besar, di mana kita berkumpul bersama dalam kelompok. Kita bisa berpikir lebih tajam dan lebih fokus. Tapi ketika kita meninggalkan ruangan ini dan pulang ke rumah masing-masing, boleh jadi masih ada yang bisa mengingat sedikit-sedikit dari waktu ke waktu, tapi akhirnya akan menurun bahkan lupa sama sekali.

Karena itu, penting sekali untuk mendengarkan dan merenungkan topik yang sama berulang-ulang secara terus-menerus. Bisa jadi kegiatan ini sedikit membosankan, karena tidak ada yang menghibur ataupun sesuatu yang baru, tapi tidak ada pilihan lain. Kalau mau maju, kita harus mendengarkan dan merenungkan topik yang sama berulang-ulang, secara terus-menerus. Proses ini harus kita lakukan sampai kita bisa mencapai tingkat realisasi tertentu, yaitu kalau kita sudah bisa membangkitkan Bodhicitta secara spontan. Kalau sudah sampai pada level ini, Shantidewa menjelaskan, seseorang akan bergerak dari satu momen kebahagiaan menuju momen-momen kebahagiaan berikutnya, tanpa pernah merasa letih atau bosan. Ini adalah keuntungan dari seseorang yang sudah mencapai tingkat spiritual tertentu.

Seseorang yang sudah merealisasikan Bodhicitta berikut dengan upaya yang bersemangat (viriya) tidak akan merasa bosan. Apa itu upaya yang bersemangat? Ini adalah sifat seseorang yang bersukacita di dalam kebajikan, apapun jenis kebajikannya, seseorang yang menikmati dan bersemangat dan tindakan kebajikan.

Ada nasihat dari guru-guru di Biara Dagpo Dratsang. Dalam hal membangkitkan batin yang bajik di dalam batin, kita harus berusaha keras seperti mendorong keledai yang sudah kelelahan untuk mendaki bukit yang terjal. Seekor keledai kalau sudah kecapaian, apapun yang kita lakukan terhadapnya, apakah itu memukul, memberikan wortel, akan sangat sukar untuk mendorongnya menaiki bukit. Tapi dalam hal membangkitkan ketidakbajikan, ibarat air gunung yang mengalir ke bawah. Air gunung yang mengalir ke bawah tidak perlu mengeluarkan usaha apapun karena mengalir dengan sendirinya. Sama halnya, bagi batin kita untuk membangkitkan ketidakbajikan, sama sekali tidak sulit dan terjadi dengan sendirinya tanpa upaya. Ini adalah kata-kata nasihat yang sangat akurat menggambarkan kondisi batin kita saat ini.

Untuk memperbaiki kondisi kita sebagaimana yang digambarkan oleh kata-kata nasihat itu, kita harus bertumpu pada metode yang disebut Tahapan Jalan Menuju Pencerahan untuk Ketiga Jenis Praktisi, yaitu empat bab utama:

1) Menunjukkan keagungan penulis ajaran untuk menunjukkan kemurnian ajaran
2) Menunjukkan keagungan ajaran untuk membangkitkan rasa hormat
3) Bagaimana mendengarkan dan mengajar berdasarkan kedua jenis kualitas tersebut
4) Bagaimana kita dibimbing dengan ajaran yang sebenarnya

 

Bab keempat terbagi menjadi 2 poin, yaitu:
1) Bagaimana bertumpu kepada guru spiritual, akar dari sang jalan
2) Sambil bertumpu, bagaimana mengembangkan batin kita secara bertahap

 

 

Poin kedua terbagi menjadi 3:
1) Melatih batin bersama-sama dengan makhluk motivasi awal
2) Melatih batin bersama-sama dengan makhluk motivasi menengah
3) Melatih batin bersama-sama dengan makhluk motivasi agung

 

Pada bagian makhluk motivasi agung, terbagi menjadi 3 poin:
1) Manfaat-manfaat membangkitkan Bodhicitta
2) Bagaimana membangkitkan Bodhicitta
3) Bagaimana melatih Sumpah Bodhisatwa sepenuhnya

 

Poin ketiga terbagi menjadi 2:
1) Bagaimana melatih Sumpah Bodhisatwa secara umum
2) Bagaimana melatih dua penyempurnaan terakhir, konsentrasi dan kebijaksanaan

 

Teks yang dipakai adalah Esensi Emas yang Dimurnikan, dan kita sudah sampai pada bagian Enam Paramita. Ada yang bilang sudah sampai Paramita Kesabaran, tapi ada juga yang bilang sudah sampai Paramita Upaya yang Bersemangat.

Bagi pendatang baru barangkali belum memahami apa yang dimaksud dengan praktisi motivasi agung. Oleh sebab itu, Rinpoche akan memberikan sedikit penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan ketiga jenis praktisi. Secara umum, perbedaan di antara ketiga jenis praktisi adalah pada tingkat dan kapasitas mentalnya, yaitu kemampuannya untuk merenungkan, merefleksikan, dan memahami berbagai jenis dan tingkatan kebahagiaan.

Praktisi motivasi awal adalah seseorang yang tidak puas dengan kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja, oleh karenanya ia beraspirasi untuk mendapatkan kebahagiaan pada kehidupan-kehidupan yang akan datang juga. Praktisi motivasi awal tidak puas dengan kebahagiaan pada kehidupan saat ini, oleh sebab itu ia hendak memastikan kebahagiaan pada kehidupan akan datang dengan cara menjalankan praktik-praktik tertentu untuk mencapai tujuannya, yang masih termasuk tujuan pribadi untuk dirinya sendiri.

Praktisi motivasi menengah adalah seseorang yang tidak puas dengan kebahagiaan pada kehidupan-kehidupan yang akan datang. Ia beraspirasi untuk mendapatkan kebahagiaan yang definitif, stabil, bebas dari penderitaan samsara secara keseluruhan, bukan hanya bebas dari penderitaan alam rendah. Ia menghendaki pembebasan sepenuhnya dari samsara, dan tidak cukup kalau hanya mendapatkan kebahagiaan pada kelahiran-kelahiran akan datang. Artinya, ia sudah memiliki cara berpikir dan kapasitas yang lebih luas dan dalam dibandingkan dengan praktisi motivasi awal.

Praktisi motivasi agung adalah orang-orang yang tidak hanya menghendaki penderitaannya sendiri berakhir, tapi juga menginginkan hal yang sama untuk semua makhluk yang masih berada di dalam samsara. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuannya, ia beraspirasi untuk mencapai Kebuddhaan, di mana ia sudah mampu mencapai kebahagiaannya sendiri serta bekerja untuk menolong semua makhluk mendapatkan apa yang mereka inginkan, yaitu bebas dari penderitaan dan memperoleh kebahagiaan. Ini adalah kapasitas mental paling besar dan dalam sehingga disebut praktisi motivasi agung.

Apa tujuan seseorang mencapai pencerahan sempurna? Agar ia bisa memiliki kapasitas untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan dan mencapai kebahagiaan sejati. Untuk mencapai tujuan ini, ia harus mencapai pencerahan sempurna/ Kebuddhaan.

Seseorang yang hendak mencapai Kebuddhaan harus mengupayakan dua hal. Yang pertama, mematangkan batinnya sendiri, dengan cara mempraktikkan Enam Paramita. Paralel dengan ini, yang kedua adalah, mematangkan batin makhluk lain, melalui Empat Cara Menarik Pengikut (murid). Jadi, perhatikan urutan seseorang yang melatih dirinya untuk mencapai Kebuddhaan, yaitu pertama-tama ia berlatih untuk mematangkan batinnya sendiri dengan melatih Enam Paramita yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan kebajikan. Untuk menghilangkan kesalahan secara sepenuhnya tentu harus dilakukan secara bertahap, tapi bagi mereka yang berlatih, setidak-tidaknya mereka mampu mengendalikan perilaku buruknya dan memperkecil kesalahan-kesalahan, dan seterusnya. Dan pada saat bersamaan, ia juga berupaya untuk meningkatkan kualitas-kualitas bajiknya, yaitu dengan melatih Enam Penyempurnaan, hingga mencapai tingkat mahir penguasaan sepenuhnya, barulah ia berada pada posisi yang paling baik untuk menolong semua makhluk dan membantu mereka mematangkan batin mereka.

Seseorang yang belum menaklukkan dan mematangkan batinnya sendiri, ketika mereka berupaya untuk menolong orang lain, tentu upayanya belum benar-benar efektif. Jadi, pertama-tama, untuk memperoleh kemajuan dan perkembangan, seseorang harus menguasai dan mematangkan batinnya hingga taraf tertentu dan kemudian menerapkan Empat Cara Menarik Pengikut yang bertujuan untuk menolong makhluk lain mencapai kemajuan batin yang sama.

Dalam rangka mengembangkan diri dan mematangkan batin, ada praktik Enam Paramita, yang terdiri dari: 1) Kemurahan hati (dana), 2) Etika Disiplin (sila), 3) Kesabaran (kshanti), 4) Upaya yang bersemangat (viriya), 5) Konsentrasi (samadhi), 6) Kebijaksanaan (Prajna).

Untuk masing-masing paramita ini, berlaku pula dua tahapan, yaitu:
1) Mengurangi sifat-sifat buruk (kebalikan dari paramita)
2) Meningkatkan kualitas bajik (sesuai dengan paramita yang hendak disempurnakan)

 

Buddha mengajarkan dalam banyak sutra dan tersebar dalam banyak diskursus atau sesi pembabaran dharma. Untuk memfasilitasi praktisi, Buddha Maitreya menyusun ajaran-ajaran tersebut sedemikian rupa dan dipaparkan dalam 6 poin Paramita, yang dijelaskan dengan sangat baik di dalam “Ornamen Sutra Mahayana“. Contoh, dijelaskan jumlah Paramita ada enam, tidak lebih tidak kurang, dan ini semua dijelaskan di dalam “Ornamen Sutra Mahayana.”

Alasan mengapa jumlah Paramita ada enam adalah sebagai berikut.

1) Untuk mendapatkan status tinggi berupa kelahiran-kelahiran yang baik di dalam samsara, seseorang harus mempraktikkan keseluruhan Enam Paramita. Supaya mendapatkan keseluruhan hasil yang diinginkan, seseorang harus mempraktikkan keenam Paramita.
2) Untuk mencapai tujuan diri sendiri dan semua makhluk, seseorang juga harus mempraktikkan keseluruhan Enam Paramita.
3) Untuk memenuhi tujuan mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan semua makhluk, seseorang harus mempraktikkan keseluruhan Enam Paramita.
4) Enam Paramita berjumlah enam poin dikarenakan dengan enam poin ini bisa mencakup keseluruhan Praktik Bodhisatwa.
5) Hanya dengan keseluruhan Enam Paramita seseorang bisa mempraktikkan keseluruhan aspek metode dari jalan pencerahan. Kalau salah satu poin tidak ada, maka aspek metodenya juga ada yang hilang atau tidak lengkap.
6) Enam poin yang terkandung di dalam Enam Paramita juga mencakup keseluruhan Tiga Latihan Tingkat Tinggi.

Demikianlah enam alasan atau argumentasi yang menjelaskan mengapa jumlah Enam Paramita sebanyak enam poin adalah jumlah yang pasti.

Pelindung Maitreya juga menjelaskan, selain kepastian jumlah poin yang terkandung di dalam Enam Paramita, juga terdapat kepastian dalam hal “urutan”nya. Praktik pertama adalah “Kemurahan Hati” atau “Dana.” Chandrakirti mengatakan bahwa agar makhluk-makhluk tertentu bisa bahagia, mereka butuh kenyamanan materi hingga tingkat tertentu. Makhluk tertentu di sini merujuk pada orang-orang biasa, yaitu mereka yang belum mencapai realisasi tinggi. Tanpa kenyamanan materi/ fisik hingga tingkat tertentu, mustahil orang-orang ini bisa merasakan kebahagiaan. Kita bicara tentang orang-orang biasa, lain halnya kalau praktisi tingkat tinggi seperti Milarepa, beliau tidak butuh kenyamanan materi untuk bahagia.

Karena itu, sebagian besar dari kita semua yang ada di sini, membutuhkan kenyamanan fisik hingga taraf tertentu baru bisa bahagia. Pertanyaannya: Dari mana datangnya kenyamanan fisik/ materi ini? Jawabannya adalah berasal dari praktik kemurahan hati. Karena kenyamanan fisik/ materi adalah hal pertama yang dibutuhkan orang, maka praktik pertama yang harus dilakukannya adalah kemurahan hati atau berdana atau memberi. Itu adalah alasan mengapa urutan pertama adalah Dana Paramita.

Alasan lainnya adalah dikarenakan praktik ini paling mudah untuk dilakukan. Kita harus mempraktikkan apa yang paling mudah terlebih dahulu, barulah kemudian beranjak pada praktik-praktik yang lebih sukar. Begitu seseorang sudah mempraktikkan berdana dengan baik, maka ia akan siap untuk mempraktikkan Paramita-paramita selanjutnya, yaitu Sila, Kshanti, Viriya, Samadhi, dan Prajna. Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa urutan Enam Paramita bukanlah sesuatu yang disusun secara acak atau sembarangan. Jadi, bukan hanya kita butuh keseluruhan enam poin yang terkandung di dalam Enam Paramita, tapi kita juga harus memperhatikan urutan dalam mempraktikkannya.

Kembali pada penjelasan kemurahan hati, kita bisa mengamatinya berdasarkan hasil yang dirasakan. Semua orang menikmati hidangan yang sedap dan lezat. Tidak ada orang yang ketika menyantap hidangan yang lezat yang mengatakan, “Aduh, aku sungguh tidak bahagia,” karena secara umum tentu saja kita semua menikmati makan enak. Kita juga menikmati rumah yang nyaman, yaitu adanya atap di atas kepala kita. Selain itu, kita juga menikmati pakaian-pakaian yang bagus dan cantik.

Kalau misalnya kita berjalan-jalan ke sebuah kota baru dan mengatakan bahwa di kota tersebut ada restoran yang bagus (restoran berarti makan enak) maka kita bisa lihat betapa kita semua menikmati makan enak, karena menyantap makanan enak memberikan kepuasan dan kebahagiaan bagi kita. Kita juga bisa melihat betapa orang-orang mengeluarkan upaya besar untuk mengurusi rumah mereka. Mereka membahas tentang pindah ke rumah baru, mengubah tata-letak rumah, dan sebagainya, semata-mata untuk mendapatkan kenyamanan yang bisa diberikan dari sebuah rumah yang bagus dan nyaman. Sama halnya dengan pakaian. Dengan berpakaian bagus, rapi, dan cantik, akan memberikan kenyamanan dan kebahagiaan tersendiri bagi pemakainya.

Itulah sebabnya Chandrakirti mengatakan bahwa bagi orang-orang yang masih membutuhkan kenyamanan fisik/ materi untuk bahagia, maka mereka harus pertama-tama mempraktikkan dan menyempurnakan kemurahan hatinya.

Untuk sesi hari ini, kita sudah sampai pada teks “Esensi Emas yang Dimurnikan” pada hal. 33, di mana di sana disebutkan bahwa: Apabila ada seseorang yang berniat menyakitiku, maka bahaya ini menimpaku semata-mata karena aku sendiri sudah menyakiti orang lain di masa lampau. Rasa sakit ini merujuk pada kerisauan-kerisauan mental ataupun gangguan-gangguan dalam kondisi tertentu. Berdasarkan tiga jenis kondisi bahaya yang timbul, maka kita bisa mengembangkan tiga jenis kesabaran.

Jangan lupa, sebagaimana sudah dijelaskan di atas, untuk masing-masing Paramita, di satu sisi ada kesalahan yang harus dikurangi dan diatasi, dan di sisi lain, ada penawar/ antidot berupa kualitas bajik yang harus dikembangkan. Kita harus mengupayakan cara berpikir kita dengan mengurangi kesalahan dan menerapkan antidotnya.

Yang pertama, berkaitan dengan Paramita pertama, lawan dari kemurahan hati adalah sifat kikir atau pelit. Sifat buruk ini harus dikurangi dengan cara menerapkan penawarnya, yaitu bermurah-hati. Prinsip ini berlaku untuk keseluruhan Enam Paramita.

Kembali pada Paramita pertama, yaitu Kemurahan Hati atau Dana. Apa itu kemurahan hati? Ia adalah niat untuk memberi. Seiring dengan kita mengembangkan niat untuk memberi, maka pada saat bersamaan, sifat kikir kita dikurangi. Prinsip sama berlaku untuk Paramita lainnya. Kemurahan hati ibarat pondasi sebuah rumah. Dalam membangun rumah, sebelum membangun dinding/ tembok, kita harus membangun pondasinya terlebih dahulu.

Praktik Enam Paramita adalah praktik yang sangat komprehensif dan menyeluruh karena mencakup keseluruhan Praktik Bodhisatwa.

Penjelasan mengenai ‘jumlah’ dan ‘urutan’ Enam Paramita yang pasti bisa ditemukan di dalam Lam Rim Chen Mo (Lamrim Besar). Di sana dijelaskan mengapa jumlahnya ada enam, tidak lebih tidak kurang. Berikutnya ada penjelasan mengapa urutannya juga pasti, berikut penjelasan sifat dasar, pembagian, dan seterusnya. Penjelasan detil ini tidak ditemukan dalam teks yang sedang kita pakai pada sesi ini, yaitu “Esensi Emas yang Dimurnikan” tapi bisa ditemukan di dalam Lam Rim Chen Mo.

Lanjut pada penjelasan Paramita Kesabaran.

Ada tiga jenis kesabaran:

1) Ketika orang lain berniat menyakiti kita, kita harus mengembangkan kesabaran untuk menghadapi dan tabah dalam situasi ini, serta tidak bereaksi dengan negatif terhadap orang yang berusaha menyakiti kita tersebut.
2) Kesabaran menghadapi penderitaan atau kesukaran, yaitu sabar menghadapi kesukaran-kesukaran yang senantiasa muncul dalam hidup kita. Kalau misalnya ada orang yang sama sekali tidak sabar, contohnya kalau dingin sedikit saja langsung memakai baju berlapis-lapis, atau panas sedikit saja sudah langsung menanggalkan bajunya, atau kalau lapar sedikit saja sudah langsung lari mencari makan; orang Perancis terkenal dengan konsumsi obat tertinggi di dunia, ini menunjukkan kurangnya sikap sabar menghadapi penyakit. Misalnya ada yang sakit kepala sedikit saja sudah langsung lari mencari obat. Ini adalah fenomena yang diliput oleh media Perancis baru-baru ini. Itu semua merupakan contoh lawan dari sikap seseorang yang sabar. Oleh sebab itu, kita harus mengembangkan kesabaran jenis kedua ini, yaitu sabar menghadapi penderitaan atau kesukaran.
3) Kesabaran dalam menjalankan praktik dharma. Dalam menjalankan praktik dharma tentu saja banyak kesulitan yang muncul. Kadang memang tidak mudah untuk belajar, merenung, dan bermeditasi, bahkan bisa muncul rasa frustrasi, sakit fisik, kegalauan mental, dan sebagainya, oleh karena itu, kita harus sabar menghadapi kesukaran dalam rangka praktik dharma. Jangan merasa kecil hati atau putus asa dan tetap sabar dalam menghadapi kesukaran, ini adalah kesabaran jenis ketiga.

Sampai di sini, Rinpoche memberi transmisi lisan teks “Esensi Emas yang Dimurnikan” pada bagian Kesabaran, yang dibaca hingga hal. 34. Bagian yang dibacakan adalah penjelasan bagaimana memeditasikan dan mengembangkan kesabaran kalau ada yang berniat menyakiti. Berikutnya, penjelasan bagaimana tabah menghadapi penderitaan. Ketiga, bagaimana mengembangkan kesabaran menghadapi kesukaran yang muncul dalam praktik dharma. Teks tersebut menjelaskan secara ringkas bagaimana cara memeditasikan masing-masing dari ketiga jenis kesabaran.

Demikianlah sesi pada hari ini.

-Selesai-
(jL)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *