Webcast Biezenmortel Sesi 3: Jangan Menggantungkan Harapan pada Sesuatu yang Tidak Kokoh (Kalau Tak Mau Kecewa)

  • March 14, 2011
Sebagaimana dinyatakan di dalam Sutra Kebijaksanaan versi ringkas:

 

“Semua Buddha dari masa lampau, masa kini,
dan masa yang akan datang,
Telah, sedang, dan akan mencapai pencerahan sempurna
Dengan mengikuti jalan penyempurnaan kebijaksanaan.”

 

Makna dari bait di atas sama dengan Sutra Kebijaksanaan yang kita baca pagi ini, yaitu intinya semua Buddha dari ketiga masa telah, sedang, dan akan mencapai Kebuddhaan dengan mengikuti Jalan Penyempurnaan Kebijaksanaan.

Berkat kebajikan luar biasa yang telah kita kumpulkan di masa lampau, kita telah memiliki keberuntungan untuk bertemu dengan jalan ini pula, yakni Jalan Penyempurnaan Kebijaksanaan.

Dengan mengikuti jalan yang sama, semua makhluk bisa mencapai tingkat-tingkat pencapaian, apakah itu kelima Marga, sepuluh Bhumi, dan akhirnya menjadi Buddha. Kita telah bertemu dengan ajaran yang persis sama yang dijalani oleh para Buddha di ketiga masa tersebut, oleh karena itu kita pasti bisa mencapai hasil yang sama pula.

Penjelasan lebih lanjut bisa kita lihat dari kutipan yang bersumber dari Buddha Maitreya di dalam bab keempat Abhisamaya-alamkara (Ornamen of Clear Realization), yaitu: kenyataan bahwa sekarang kita sudah menjadi wadah yang sesuai untuk menerima instruksi-instruksi penyempurnaan kebijaksanaan, karena di masa lampau kita telah bertemu dengan Buddha yang tak terhingga jumlahnya; kita sudah melayani dan menghormati mereka semua. Akibatnya kita mengumpulkan kebajikan yang begitu besar dan luas sehingga sekarang kita bisa bertemu dengan instruksi ini, serta bertemu dengan guru spiritual yang mengajarkan instruksi ini. Kita tidak tahu kapan tepatnya kita sudah mengumpulkan kebajikan itu semua, tapi pastilah ada satu masa di waktu lampau di mana kita sudah melakukannya sehingga kita bisa menikmati hasilnya sekarang.

Kalau kita tidak merenungkannya dengan cara demikian, maka kita cenderung berpikir apa yang kita nikmati sekarang adalah sesuatu yang wajar dan memang sepantasnya kita dapatkan, bukan karena kebajikan yang sudah kita lakukan di masa lampau. Kenyataan bahwa kita bisa hadir dan duduk di sini sekarang adalah sesuatu yang penting untuk direnungkan agar kita bisa menarik manfaat sepenuh-penuhnya dengan mengikuti jalan ini hingga sampai ke tujuan akhir. Kalau kita tidak berupaya menarik manfaat penuh, maka pada dasarnya kita akan berada pada posisi yang sama dengan apa yang sudah kita lakukan selama ini. Artinya kita tidak bergerak maju dan hanya mentok pada posisi sekarang sehingga menyia-nyiakan kesempatan besar yang sudah tersedia, sebuah peluang emas yang begitu sulit untuk diperoleh kembali. Oleh karena itu, marilah kita menarik manfaat penuh dengan mengikuti jalan ini hingga ke tujuan akhirnya.

Rinpoche sangat mendorong Anda semua untuk benar-benar merenungkan hal ini, yaitu benar-benar merenungkan kondisi Anda saat ini, dalam artian apa yang bisa Anda capai dengan kehidupan yang sudah didapatkan ini. Anda harus membangkitkan perasaan luar biasa beruntung dan bersyukur karena telah mendapatkan peluang berharga ini, dalam hal bisa mencapai semua tujuan, baik tujuan sementara maupun tujuan tertinggi yang bisa dicapai. Barangkali banyak di antara Anda yang memang sudah merenungkan hal ini, akan tetapi, akan sangat baik sekali kalau ini direnungkan berulang-ulang untuk semakin membangkitkan sukacita di dalam batin Anda semua.

Je Rinpoche mengatakan bahwa kehidupan yang sudah Anda dapatkan sekarang ini lebih berharga daripada permata pengabul harapan. Ketika Anda mendengarkan penjelasan Baris-baris Pengalaman yang ditulis oleh Je Rinpoche, yang menyatakan bahwa kehidupan yang diberkahi dengan kebebasan dan keberuntungan ini jauh lebih superior daripada permata pengabul harapan, janganlah berpikir secara umum. Tapi Anda harus mengaitkan penjelasan ini dengan diri Anda sendiri secara pribadi. Ini berlaku untuk Anda semua, baik yang tua maupun masih muda. Anda semua harus menerapkan instruksi ini. Anda harus bisa merenungkan, “Ya, memang kehidupan yang sudah saya dapatkan sekarang ini jauh lebih berharga dan bernilai dan lebih unggul daripada permata pengabul harapan, ditinjau dari tujuan-tujuan dan manfaat-manfaat yang bisa saya capai dengannya.

Anda semua harus merenungkan instruksi ini dari lubuk hati yang terdalam, artinya benar-benar mengaitkan pada diri sendiri dan bukannya melihat orang lain atau berpikir secara umum saja. Karena kalau direnungkan berkaitan dengan orang lain atau ditinjau secara umum saja, ini tidak akan memberikan dampak yang efektif. Hanya dengan mengaitkan dengan diri sendirilah, Anda bisa memperdalam pemahaman, terutama dalam situasi retret seperti sekarang ini.

Mengapa kehidupan yang bebas dan beruntung ini lebih superior daripada permata pengabul harapan? Karena dengan permata pengabul harapan seseorang bisa mendapatkan kekayaan luar biasa besar pada kehidupan saat ini, tapi sampai di situ saja. Ia tidak bisa memberi manfaat pada kehidupan-kehidupan berikutnya, sehingga permata ini tak berguna pada kehidupan-kehidupan selanjutnya. Akan tetapi, dengan kehidupan seperti yang sudah Anda dapatkan sekarang ini, Anda bisa menghindari kelahiran-kelahiran di alam rendah di kehidupan berikutnya, mencapai pembebasan dari lingkaran keberadaan, hingga merealisasikan Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna lengkap dengan kemaha-tahuan seorang Buddha.

Kalau kita meninjau hasil yang bisa dicapai dengan kehidupan ini, dalam kaitannya dengan tujuan makhluk motivasi kecil dan menengah, kita bisa melihat bahwa Anda semua memiliki jejak karma dan kecenderungan untuk tidak tertarik pada tujuan-tujuan tersebut. Sebaliknya, yang menarik bagi Anda adalah tujuan yang jauh lebih tinggi, yakni Kebuddhaan. Tapi, tentu saja, walaupun Anda sudah memiliki aspirasi agung seperti ini, apakah Anda melakukan apa yang harus dilakukan untuk benar-benar mencapainya, itu lain cerita lagi. Tapi yang pasti Anda semua sudah bisa membangkitkan aspirasi seperti ini terlepas dari apakah Anda benar-benar mau berjuang untuk mencapainya atau tidak.

Tidak semua orang bisa membayangkan atau memikirkan tujuan yang benar-benar tidak memikirkan diri sendiri seperti itu, yakni sebuah instruksi yang meminta Anda untuk tidak memikirkan tujuan-tujuan pada kehidupan saat ini saja, dalam artian mencapai kebahagiaan pribadi. Sebaliknya, niat dan tujuan Anda adalah yang berkaitan dengan kebahagiaan semua makhluk, untuk mempersembahkan kebahagiaan kepada mereka dan mengatasi penderitaan mereka secara keseluruhan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Anda harus menjadi seorang Buddha. Oleh sebab itu, Anda memutuskan untuk mendengarkan ajaran dharma untuk menjadi seorang Buddha demi kebaikan semua makhluk. Secara ringkas, itulah penjelasan bagaimana membangkitkan motivasi sebagaimana yang disampaikan oleh Rinpoche. Dengan berlandaskan motivasi seperti ini, mohon dengarkan ajaran dharma dengan niat untuk mempraktikkannya dalam meditasi Anda.

Dalam rangka mencapai Kebuddhaan, kita harus bertumpu pada sebuah metode. Idealnya, metodenya harus berupa instruksi yang lengkap dan mudah untuk dipraktikkan serta tersedia bagi kita. Instruksi yang ideal ini tidak lain adalah Tahapan Jalan Menuju Pencerahan untuk Ketiga Jenis Praktisi. Karenanya, kita bertekad untuk mendengarkan instruksi ini serta menerapkannya dalam praktik dengan tujuan untuk berjuang mencapai Kebuddhaan demi semua makhluk.

Kita bertumpu pada sebuah instruksi yang juga memungkinkan kita untuk memahami pikiran-pikiran pokok Sang Penakluk dengan mudah. Ini adalah kualitas ajaran yang ketiga dari instruksi yang juga disebut dengan Lamrim ini. Kita harus bisa menyadari kualitas ini dalam diri kita masing-masing, karena tentu saja dengan bertumpu pada Lamrim, kita bisa dengan mudah memahami gagasan-gagasan pokok Buddha dan menerapkannya dalam praktik.

Karena kita bertumpu pada instruksi yang memiliki karakteristik “akan dengan mudah memahami pikiran-pikiran pokok Sang Penakluk,” ini berarti kita akan mampu merealisasikan gagasan-gagasan pokok Sang Buddha tanpa harus bersusah-payah. Apa saja gagasan-gagasan pokok Buddha? Mereka adalah Ketiga Latihan Tingkat Tinggi, yakni:

1) Penolakan samsara
2) Pandangan unggul
3) Bodhicitta

 

Dengan mempraktikkan Lamrim, kita akan relatif dengan mudah merealisasikan ketiga kualitas latihan tinggi tersebut dalam diri kita.

Ada begitu banyak instruksi-instruksi unggul yang diajarkan langsung oleh Buddha dalam berbagai sutra, utamanya adalah Sutra Penyempurnaan Kebijaksanaan. Tapi seiring berjalannya waktu, kebajikan orang-orang pun merosot, sehingga instruksi-instruksi agung Buddha tersebut sudah tidak begitu tersedia bagi para pengikutnya. Itulah sebabnya guru-guru besar di kemudian hari menuliskan risalah-risalah untuk menjelaskan instruksi agung tersebut. Misalnya ada tujuh teks Logika, enam kumpulan risalah, dan beragam teks yang diperuntukkan untuk menjelaskan ajaran-ajaran Maitreya yang ditulis oleh guru-guru besar India.

Karena pemahaman orang-orang sudah menurun, maka upaya untuk memahami pikiran-pikiran pokok Buddha melalui teks skriptural membutuhkan upaya yang sangat besar, dalam hal waktu dan tingkat kesukaran yang harus dihadapi. Di kemudian hari muncul-lah Guru Atisha, yang menuliskan Pelita Sang Jalan Menuju Pencerahan, teks yang mengandung semua instruksi-instruksi kunci Sang Penakluk yang harus direalisasikan di dalam batin kita masing-masing.

Poin ini juga dijelaskan di dalam Gomchen Lamrim karya meditator besar, Ngawang Drakpa, pada bait yang menyebutkan:

“Walaupun risalah-risalah besar merupakan instruksi-instruksi terunggul,
Bagi mereka yang batinnya belum terlatih sulit untuk memahami gagasan-gagasan pokoknya
Ataupun dibutuhkan waktu dan upaya yang besar untuk memahaminya,
Sedangkan dengan instruksi ini, Engkau akan mampu memahami gagasan pokok Sang Penakluk dengan mudah.”
(The Definitive Door to Practice Drawn from the Stages of the Path to Enlightenment called The Essence of All Sublime Discourses by the Great Meditator Ngawang Drakpa, hal. 4)

 

Artinya, dengan mengandalkan instruksi Lamrim, seseorang akan relatif dengan mudah memahami gagasan-gagasan pokok Sang Buddha dengan sedikit upaya. Artinya, memahami pikiran-pikiran pokok Sang Buddha yang harus direalisasikan dalam batin kita.

Untuk mempraktikkan instruksi yang memungkinkan kita memahami prinsip-prinsip pokok yang diajarkan Sang Penakluk, kita harus senantiasa mengingat struktur utamanya di dalam batin kita. Bagi mereka yang sudah hafal, bagus sekali untuk meninjau kembali poin-poinnya dalam perenungan Anda. Bagi yang belum, silahkan melihat kembali teks Anda. Secara keseluruhan, sangat penting dan berharga sekali apabila kita bisa merenungkan poin ini secara berulang-ulang.

Pertama-tama, instruksi ini terbagi menjadi empat bab besar yang mencakup keseluruhan isi Lamrim itu sendiri, yaitu:
1) Penjelasan kualitas-kualitas agung Guru spiritual untuk menunjukkan kemurnian sumber ajaran (Lamrim)
2) Penjelasan kualitas-kualitas agung ajaran Lamrim itu sendiri untuk membangkitkan rasa hormat terhadap instruksi-instruksi
3) Bagaimana cara mengajar dan mendengarkan ajaran dengan kualitas-kualitas di atas
4) Bagaimana kita, para murid, dibimbing dengan ajaran Lamrim yang sebenarnya.

 

Kita sudah sampai pada bab keempat, yang terbagi menjadi dua:
1) Bagaimana cara bertumpu kepada guru spiritual kita, akar dari sang jalan.
2) Sambil bertumpu padanya, bagaimana secara bertahap mengembangkan batin kita.

 

Kita sudah sampai pada poin kedua, bagaimana secara bertahap mengembangan batin kita, yang terbagi lagi menjadi:
1) Mendorong diri kita untuk memanfaatkan eksistensi kita sebagai manusia dengan delapan kebebasan dan sepuluh anugerah (keberuntungan)
2) Bagaimana cara menarik manfaat sepenuhnya

 

Poin pertama terbagi lagi menjadi tiga bagian:
1) Mengidentifikasi eksistensi manusia dengan delapan kebebasan dan sepuluh keberuntungannya
2) Merenungkan nilai besarnya
3) Merenungkan betapa sulitnya kelahiran itu diperoleh

 

Poin kedua, bagaimana cara menarik manfaat sepenuhnya, terbagi menjadi tiga bagian:
1) Melatih batin pada tahap-tahap jalan yang dijalankan bersama-sama dengan makhluk-makhluk motivasi awal.
2) Melatih batin pada tahap-tahap jalan yang dijalankan bersama-sama dengan makhluk-makhluk motivasi menengah.
3) Melatih batin pada tahap-tahap jalan makhluk-makhluk motivasi tertinggi.

 

Pada jalan yang dijalankan bersama-sama dengan makhluk motivasi awal, langkah pertamanya terdiri dari dua bagian:
1) Mengembangkan sikap yang merupakan ketertarikan terhadap kelahiran-kelahiran kembali kita di masa yang akan datang
2) Bertumpu pada metode untuk merealisasikan kebahagiaan dalam kelahiran-kelahiran kembali yang akan datang

 

Poin pertama terbagi dua bagian:
1) Mengingat bahwa kehidupan ini tidak akan berlangsung lama, bahwa kita pasti akan mati
2) Merenungkan bagaimana bentuk kehidupan-kehidupan kita di masa yang akan datang: kebahagiaan dan penderitaan dari kedua alam keberadaan

 

Poin pertama memiliki tiga bagian:
1) Kerugian-kerugian bila gagal mengingat kematian
2) Manfaat-manfaat mengingat kematian
3) Bagaimana cara mengingat kematian yang sesungguhnya

 

Kemarin kita sudah menyelesaikan penjelasan enam kerugian bila gagal mengingat kematian. Pagi ini kita akan melihat manfaat-manfaat mengingat kematian, yang terangkum dalam enam poin.

Pada dasarnya, apa yang menyebabkan kita terjerumus di dalam samsara dan bertahan di sini adalah sikap mencengkram ke-aku-an, yang merupakan sebuah bentuk ketidak-tahuan atau halangan yang tidak mencegah seseorang untuk melihat sifat dasar ‘aku’ atau ‘diri’ sesuai dengan modus eksistensi yang sebenarnya. Sikap yang keliru inilah yang merupakan penyebab akar samsara kita, selain faktor-faktor mental lain seperti kemelekatan yang bersumber dari nafsu keinginan, baik nafsu keinginan terhadap kehidupan saat ini maupun yang akan datang.

Kemelekatan atau nafsu keinginan kita bisa ditujukan pada kebaikan-kebaikan hidup saat ini maupun di kehidupan berikutnya (kebaikan samsara secara keseluruhan). Kemelekatan pada kehidupan saat ini sifatnya lebih kasar daripada kemelekatan atau nafsu keinginan yang mendambakan kebahagiaan dalam samsara secara keseluruhan di kehidupan-kehidupan berikutnya, yang sifatnya lebih halus. Karena itu, urutan kemelekatan yang harus kita atasi, dimulai dari yang lebih kasar terlebih dahulu, yakni kemelekatan pada kehidupan saat ini. Kalau kita bisa mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini, niscaya kita juga bisa berupaya mengatasi kemelekatan pada samsara secara keseluruhan. Sebaliknya, kalau kita belum bisa mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini, maka mustahil kita bisa mengatasi kemelekatan pada samsara secara keseluruhan.

Ketika kita berbicara tentang mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini, secara harfiah frasenya adalah ‘meninggalkan kehidupan saat ini.’ Ini artinya menolak delapan angin duniawi dalam kehidupan saat ini, yakni delapan angin duniawi yang berkaitan dengan kehidupan saat ini. Ada dua level delapan angin duniawi: yang berkaitan dengan kehidupan saat ini dan yang berkaitan dengan kehidupan berikutnya (samsara secara keseluruhan).

Dalam konteks kehidupan saat ini, berarti kita harus menolak delapan angin duniawi yang berkaitan dengan kehidupan saat ini. Barangkali banyak yang sudah mengetahui apa itu delapan angin duniawi. Pada dasarnya, itu adalah reaksi-reaksi seseorang dalam menghadapi berbagai jenis situasi. Misalnya, senang ketika mendapatkan sesuatu dan tidak senang kalau tidak mendapatkan sesuatu. Contoh, senang ketika menerima hadiah, persembahan, keuntungan materi, dst. Angin duniawi pertama ini, senang ketika mendapatkan sesuatu dan tidak senang kalau tidak mendapatkan sesuatu, adalah poin yang cukup mudah dipahami.

Berikutnya, bahagia kalau terjadi sesuatu yang menyenangkan dan tidak bahagia (sedih) ketika terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Poin ini lebih susah untuk dilaksanakan. Penjelasannya cukup gampang tapi menjalaninya tidak segampang itu. Ada orang yang mengatakan bahwa Buddhisme adalah ajaran yang menyedihkan karena tidak ada kesenangan di dalamnya. Sangat gampang sekali bagi orang-orang untuk menarik kesimpulan yang keliru seperti itu karena Buddhisme mengajarkan untuk tidak terlalu senang kalau terjadi sesuatu yang membahagiakan dan tidak terlalu sedih kalau terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Untuk menjelaskannya saja sudah cukup susah, apalagi kalau mau dipraktikkan, lebih susah lagi.

Angin duniawi berikutnya adalah senang ketika mendengar ucapan-ucapan menyenangkan dan tidak senang kalau mendengar ucapan yang tidak menyenangkan. Berikutnya, senang kalau dipuji, tidak senang kalau dicerca. Itulah kedelapan angin duniawi yang harus dihindari dan diatasi. Ada sebuah kutipan dari Yang Arya Nagarjuna sehubungan dengan ini:

“Untung dan rugi, kenikmatan dan kesakitan,
Ketenaran dan reputasi buruk, pujian dan celaan.
Wahai orang bijaksana, jangan terpengaruh oleh delapan
Angin duniawi dan bentengi batinmu dari mereka.”
(Pembebasan di Tangan Kita, Penerbit Kadam Choeling, hal. 162)

Bagi orang-orang yang sudah merealisasikan penolakan samsara secara spontan di dalam batin mereka, tentu tidak bermasalah dengan delapan angin duniawi ini. Mereka sudah tidak senang ketika mendapatkan keuntungan pun tidak sedih kalau mengalami kerugian. Mereka tidak senang ketika mengalami kenikmatan dan tidak sedih kalau mengalami kesakitan. Mereka tidak senang walau memiliki ketenaran atau mendapatkan pujian, pun tidak sedih ketika mendapatkan reputasi buruk dan celaan. Tapi bagi kita, para pemula, kita sepenuhnya didominasi oleh kilesa sehingga mustahil bagi kita untuk menghindari reaksi keliru dalam menghadapi delapan situasi tersebut.

Ketika mendengar bahwa seseorang tidak seharusnya senang ketika mendapatkan sesuatu dan tidak seharusnya sedih ketika tidak mendapatkannya, akan sangat mudah sekali untuk terjadi salah paham. Seseorang bisa salah memahami bahwa ia tidak boleh menikmati kesenangan dalam bentuk apapun dan tidak boleh kecewa kalau tidak mendapatkan apa-apa. Sebenarnya tidak demikian maksudnya.

Ketika kita mendapatkan sesuatu, katakanlah keuntungan materi ataupun sesuatu yang menyenangkan bagi kita, maka ketika mendapatkannya, kita tentu tidak bisa mencegah timbulnya perasaan senang. Instruksinya di sini, bukanlah menghindari timbulnya perasaan senang, tapi instruksinya adalah: jangan sampai timbul kemelekatan dalam batin Anda. Jadi, kapanpun Anda mendapatkan sesuatu yang menyenangkan, Anda pasti mengalami sensasi menyenangkan, tapi Anda tidak membangkitkan keinginan agar sensasi tersebut akan terjadi lagi, diperpanjang masanya, bertahan lama, dan berlanjut terus-menerus. Karena kalau ada harapan-harapan seperti itu, itu merupakan tanda-tanda munculnya kemelekatan. Inilah yang harus dihindari, yakni kemelekatan terhadap kondisi-kondisi yang menyenangkan, yang ditimbulkan oleh segala yang menyenangkan yang kita dapatkan.

Jadi, yang harus kita lakukan adalah, kapanpun kita merasakan sensasi-sensasi yang menyenangkan, apapun penyebabnya, apakah itu makanan yang lezat, pakaian yang bagus, bertemu dengan sahabat yang menyenangkan, maka sensasi-sensasi menyenangkan itu akan muncul dan itu sah-sah saja. Tapi, yang harus dihindari, sebagaimana yang sudah dijelaskan, adalah keinginan untuk menikmatinya terus-menerus, mengejar-ngejar sensasi itu agar berulang kembali, mendambakan agar sensasi menyenangkan itu berlangsung selama-lamanya. Kalau Anda sudah mulai membangkitkan keinginan demikian, itu berarti kemelekatan sudah muncul.

Kita bisa menghindari timbulnya kemelekatan dengan mengidentifikasi kebahagiaan apapun sebagai hasil dari karma-karma baik yang sudah kita kumpulkan di masa lampau, dan sah-sah saja kita menikmati hasil dari karma baik tersebut. Kita bahkan bisa membangkitkan sukacita sambil menikmati buah karma baik itu. Tapi kalau kita menginginkan perasaan menyenangkan itu berlangsung selamanya, ini ibarat bersandar pada sesuatu yang tidak kokoh.

Kalau Anda sudah tua seperti saya, ketika duduk dan mau berdiri, Anda harus berpegangan pada sebuah sandaran yang kokoh supaya tidak terjatuh. Sesuatu yang kokoh maksudnya yang cukup kuat untuk menahan tekanan yang diletakkan padanya. Sama halnya, ketika mencari kebahagiaan, kalau kita bersandar pada sensasi-sensasi menyenangkan dan menganggapnya sebagai kebahagiaan, maka kita telah bertindak bodoh. Karena sensasi dan perasaan menyenangkan adalah sesuatu yang tidak stabil, yang masih goyah, berubah terus-menerus, dan tidak kekal. Karena itu, kalau kita bertumpu pada sesuatu yang goyah dan tidak stabil sebagai sumber kebahagiaan, maka bisa dipastikan kita sudah melakukan kesalahan.

Dengan merenungkan ketidak-stabilan faktor-faktor kesenangan dan kesenangan itu sendiri, kita bisa mencegah timbulnya kemelekatan, yakni dengan merenungkan ketidak-kekalan dan ketidakmampuan mereka untuk menjadi sesuatu yang bisa diandalkan. Dengan demikian, kita tidak menggantungkan harapan kita kepada mereka karena menggantungkan kebahagiaan kita pada faktor-faktor yang tidak stabil seperti itu adalah sesuatu yang sangat beresiko. Mereka tidak bisa dipercaya dan karenanya kita beresiko mengalami kekecewaan karena faktor-faktor tersebut sudah pasti akan gagal dan mengingkari harapan kita terhadapnya. Kegagalan itu akan menimbulkan penderitaan bagi kita karena kita terlanjur menggantungkan harapan kebahagiaan kita terhadap mereka padahal mereka tidak bisa memenuhi harapan tersebut. Akibatnya, kita akan sangat sedih dan menderita.

Kita bisa mencegah timbulnya kesalah-pahaman dengan tidak menggantungkan harapan pada sesuatu yang tidak bisa diandalkan. Ini adalah sebuah langkah maju untuk menghindari timbulnya perasaan disakiti dan sedih dalam hidup kita. Contohnya, ketika kita berkumpul bersama orang-orang yang kita sayangi, tentu ini menimbulkan kesenangan dan kebahagiaan. Tapi, sekali lagi, kita harus terus-menerus mengingatkan diri sendiri, bahwa kesenangan ini tidak bisa bertahan selama-lamanya. Sebagaimana yang sudah dijelaskan, kesenangan apapun pada akhirnya akan berakhir. Kalau kita bisa menyadari bahwa perpisahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, maka kita bisa menghindari perasaan sedih dan kecewa. Ini sejalan dengan ajaran Lamrim pada bagian perenungan samsara secara umum, yakni “Merenungkan penderitaan terpisah dari yang kita cintai.”

Penderitaan samsara merupaka sebab-sebab kesedihan dan kekecewaan yang tidak bisa dihindari. Perjumpaan dan berkumpul dengan orang-orang yang kita sayangi pasti suatu saat akan berakhir. Kita harus sadar akan hal ini. Jadi selama kita masih bisa menikmatinya, ya silahkan dinikmati. Tapi kalau sudah berakhir, jangan terkejut dan jangan terlalu sedih. Dengan demikian barulah kita bisa menghindari penderitaan akibat berpisah dengan orang-orang atau hal-hal yang kita cintai.

Penjelasan yang diberikan di atas disampaikan dengan istilah awam, yakni silahkan menikmati kesenangan ketika masih ada dan jangan sampai melekat. Dalam bahasa dharma, kita bisa mengatakan, “jangan biarkan situasi itu menimbulkan kemelekatan dalam batin Anda.”

(jeda sejenak)

Sekarang marilah kita melihat penjelasan keenam manfaat apabila merenungkan kematian. Manfaat pertama: Hal itu memberikan tujuan yang mulia kepada kita. Merujuk pada Lamrim, yakni pada Sutra Mahaparinirwana, dikatakan bahwa gajah memiliki jejak kali paling besar di antara semua jenis kaki binatang dan kesadaran akan ketidak-kekalan dan kematian adalah kesadaran teragung.

Analogi yang digunakan adalah jejak kaki seekor gajah yang merupakan binatang yang paling besar. Dengan pemahaman yang sama, kesadaran yang paling besar adalah kesadaran yang bisa melihat betapa singkatnya hidup ini, yakni kematian semakin dekat. Ini akan mendorong seseorang untuk mempraktikkan spiritual, misalnya menjaga sila, yang menuntunnya mendapatkan kehidupan yang baik pada kelahiran selanjutnya. Selain itu, ia juga harus mendapatkan kondisi-kondisi yang bagus dalam kelahiran tersebut yang bisa diperoleh dengan mempraktikkan kemurahan hati (untuk mendapatkan sokongan hidup), kesabaran, upaya yang bersemangat, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Ini semua akan menjamin seseorang mendapatkan kondisi yang bagus dalam kelahiran yang akan datang. Ringkasnya, ingatan akan kematian akan mendorong seseorang untuk meraih semua kualitas-kualitas pada jalan spiritual.

Kesadaran akan kematian dan ketidak-kekalan ini mendorong seseorang pada jalan spiritual, mulai dari awal hingga akhirnya mencapai pencerahan lengkap sempurna. Ini sebabnya kita bisa melihat ada lukisan kerangka manusia. Ada orang yang beranggapan bahwa meditasi kematian hanya diperuntukkan untuk praktisi motivasi awal dan praktik ini sudah tidak diperlukan lagi ketika seseorang mencapai tingkatan yang lebih tinggi. Ini sungguh tidak benar! Kenyataan bahwa di dalam mandala, istana utamanya dikelilingi oleh kuburan, menunjukkan fungsinya untuk mengingatkan praktisi Tantra akan ketidak-abadian dan kematian mereka. Berikut ada pula istadewata yang memakai perhiasan dari tulang manusia atau minum dari mangkuk yang terbuat dari tengkorak manusia, serta instrumen-instrumen yang terbuat dari tulang paha manusia, dan seterusnya. Memang ada fungsi-fungsi tertentu yang dilaksanakan oleh praktik-praktik demikian, tapi fungsi utamanya adalah mengingatkan para praktisi akan ketidak-kekalan dan kematian mereka sendiri.

Jadi, instruksi ini bukan hanya diperuntukkan untuk praktisi motivasi awal saja. Justru sebaliknya, instruksi ini berlaku pada semua tahapan jalan, mulai dari yang paling awal hingga yang paling akhir.

Ingatan akan kematian juga memberikan kekuatan besar dalam mengendalikan kilesa. Contohnya, seseorang yang memiliki amarah besar atau kemelekatan yang kuat, kalau ia memeditasikan kesunyataan, bisa jadi ia belum siap untuk itu, akibatnya tidak ada realisasi yang muncul dalam batinnya. Sehingga meditasi kesunyataan tidak berdampak apapun terhadap kemarahan dan kemelekatannya. Tapi, kalau orang ini memeditasi kematian dan ketidak-kekalan, ia akan dengan mudah memahaminya. Analoginya ibarat palu besar yang menghantam kilesa, apapun jenis kilesanya.

Dalam kontek kilesa kemelekatan, dalam artian melekat pada kesenangan-kesenangan, maka ingat akan ketidak-kekalan bisa mengendalikan dan memukul mundur kilesa ini, kalau tidak dihancurkan sama sekali. Dengan mengendalikan kilesa, seseorang bisa mengumpulkan kebajikan yang besar. Jadi, ingatan akan kematian adalah ingatan yang sangat kuat, yang sesuai dengan manfaat yang kedua, yaitu hal itu memberikan kekuatan yang besar untuk praktik kita.

Tiga manfaat berikutnya adalah: Hal itu sangat penting di awal, selama, dan di akhir praktik kita. Intinya di sini, berkat ingatan akan kematian, seseorang akan memikirkan praktik spiritual, mendorongnya untuk mulai menjalani praktik spiritual. Berikutnya, di tengah-tengah, ingatan akan kematian memainkan peranan penting. Kalau tidak, seseorang bisa jadi malas atau perhatiannya teralihkan. Jadi, ingatan akan kematian sangat penting di tengah praktik kita. sedangkan di akhir praktik kita, ingatan akan kematianlah yang mendorong seseorang untuk benar-benar merampungkan praktiknya, yang kalau tidak, seseorang barangkali tidak punya dorongan untuk menyelesaikannya.

Manfaat keenam: Pada saat kematian, hal itu akan memungkinkan kita untuk mati dengan tenteram dan bahagia. Ini cukup mudah dipahami. Kalau seseorang senantiasa ingat akan kematian, maka ia akan menjalankan praktik dengan baik…. (di sini ada bagian yang terputus….)

…ketika mati, ia akan mati dengan tenang, seperti seseorang yang pulang ke rumah, atau seseorang yang pindah dari satu tempat ke tempat lain, dan menjalaninya dengan mudah. Demikianlah manfaat keenam ini dan selesai sudah penjelasan ringkas untuk memaparkan ajaran.

Berikutnya, kita masuk pada penjelasan singkat untuk tujuan meditasi. Kita akan mengajukan permohonan kepada guru spiritual yang ada di atas kepala kita. Jangan lupa kalau guru spiritual ini pada dasarnya adalah Buddha Sakyamuni, dengan Wajradhara di dalam jantung hatinya, yang merupakan gabungan dari semua objek perlindungan tanpa terkecuali. Guru spiritual di atas kepala kita merupakan emanasi Buddha dari ketiga masa dan sepuluh penjuru, yang muncul dalam wujud manusia biasa semata-mata demi kebaikan kita. kepadanyalah kita mengajukan permohonan untuk mendapatkan realisasi akan topik kematian dan ketidak-kekalan.

Kita akan melakukan visualisasi cahaya dan nektar, pertama-tama untuk mempurifikasi. Dari guru spiritual, muncul cahaya dan nektar pancawarna dan kita bayangkan cahaya dan nektar ini mengalir membasahi kita, berikut semua makhluk yang ada di dalam samsara dan langsung membersihkan semua halangan dan karma buruk, terutama halangan-halangan untuk merealisasikan kematian dan ketidak-kekalan. Semua keburukan dan sifat-sifat negatif kita disingkirkan, apakah itu perasaan tidak puas, frustrasi, sakit, semuanya lenyap seketika. Dalam sekejap, kita bebas dari semua hal-hal yang negatif.

Berikutnya, kita lakukan visualisasi sekali lagi, cahaya dan nektar mengalir membasahi tubuh kita yang pada dasarnya merupakan realisasi semua guru spiritual dan Buddha akan poin kematian dan ketidak-kekalan. Cahaya dan nektar pancawarna mengalir mengisi tubuh kita dan kita bisa memikirkan dua kemungkinan: 1) kita mendapatkan realisasi yang sama dengan realisasi semua guru dan Buddha, atau 2) kita tinggal setahap lagi mendapatkan realisasi yang sama dengan realisasi semua guru dan Buddha. Salah satu dari dua kemungkinan ini bisa digunakan ataupun bisa digunakan secara bergantian.

Kita ambil waktu 4 menit untuk visualisasi purikasi yang pertama dan 4 menit untuk visualisasi berkah yang memberikan semua kondisi-kondisi yang menguntungkan.

(meditasi 8 menit)

 

Sekarang kita ambil waktu 5 menit untuk memeditasikan enam manfaat mengingat kematian.

(meditasi 5 menit)

 

Setelah merenungkan kerugian-kerugian tidak mengingat kematian, dilanjutkan dengan merenungkan manfaat-manfaatnya, sekarang kita akan melihat bagaimana memeditasikan kematian yang sesungguhnya. Poin ini terbagi menjadi dua bagian:

1) Meditasi sembilan bagian pada kematian
2) Meditasi pada proses kematian

 

Dua poin di atas merupakan ciri khusus ajaran Je Rinpoche, yakni menggabungkan keduanya. Pada ajaran Kadampa sebelumnya, ada yang hanya memeditasikan sembilan bagian kematian, ada yang hanya memeditasikan proses kematian. Keduanya tidak saling berhubungan. Je Rinpoche menyimpulkan bahwa kedua jenis meditasi ini berkaitan.

Untuk meditasi sembilan bagian pada kematian, ada tiga prinsip pokok, yakni:
1) Merenungkan pastinya kematian
2) Merenungkan tidak pastinya waktu kematian
3) Merenungkan bahwa pada saat kematian segala sesuatu kecuali dharma tidak berguna

 

Masing-masing ketiga prinsip pokok di atas didukung oleh tiga sebab yang menjadikan keseluruhan poinnya menjadi meditasi sembilan bagian pada kematian.

Prinsip pertama, merenungkan pastinya kematian, ada tiga alasan yang dipaparkan, yaitu:
1) Suatu hal yang pasti bahwa Raja Kematian akan datang dan bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat kita lakukan untuk mengelak darinya
2) Masa kehidupan kita tidak dapat diperpanjang dan bertambah pendek tanpa henti
3) Kita mati tanpa memiliki kesempatan untuk mempraktikkan dharma sepanjang hidup kita.

 
Itulah tiga alasan yang menegaskan kepastian datangnya kematian.
 

Alasan pertama kepastian kematian menyebutkan bahwa suatu hari Raja Kematian pasti datang dan kita tidak bisa melakukan apapun untuk menghalaunya kembali. Alasan pertama ini bisa ditelusuri lebih rinci untuk memperkuat analisis bahw ketika kematian datang, tidak ada hal apapun yang bisa mencegahnya. Pertama, dalam hal tubuh jasmani yang bisa dicapai. Tak peduli jenis tubuh jasmani apapun yang didapatkan seseorang, ia tidak akan membuat perbedaan berarti. Ketika waktunya sudah tiba, kematian pasti akan terjadi. Kedua, tak ada tempat mana pun di dunia ini di mana seseorang bisa lolos dari kematian. Ketiga, tidak ada metode atau cara apapun yang bisa digunakan untuk mengusir datangnya Raja Kematian.

Poin pertama, dalam hal tubuh jasmani yang mungkin dibayangkan bisa meloloskan seseorang dari kematian. Di dalam Pembebasan di Tangan Kita ada berbagai kutipan untuk menegaskan poin ini, yakni pada dasarnya tak peduli jenis tubuh jasmani apapun yang mampu dicapai seseorang, ia tidak akan membuat perbedaan apapun kalau kematian sudah datang menjemput, tak terkecuali tubuh jasmani seorang Buddha. Buddha adalah makhluk yang paling agung. Selain itu, ada juga para mahasiddha besar. Kalau makhluk-makhluk agung saja pun tak bisa lepas dari kematian, bagaimana mungkin kita-kita, makhluk biasa, bisa berharap lolos dari kematian?

Jadi, ini menegaskan alasan pertama mengapa kematian adalah pasti, yaitu tidak ada tubuh jasmani apapun yang bisa meloloskan seseorang dari kematian. Alasan kedua, sehubungan dengan tempat yang diharapkan bisa menjadi tempat perlindungan. Kita tahu pasti tidak ada tempat seperti itu. Alasan ketiga, sehubungan dengan metode atau cara. Tidak ada metode apapun untuk menghalau kematian kalau waktunya sudah tiba.

Kembali pada alasan pertama, yakni tidak ada tubuh jasmani bentuk apapun yang bisa meloloskan seseorang dari kematian. Ada banyak contoh, tapi contoh utama tentulah pembimbing kita yang mulia, yang mengajarkan dharma yang sekarang kita ikuti. Beliau telah mendapatkan tubuh wajra, sebuah tingkat keabadian. Tapi, terlepas dari itu, Beliau tetap memasuki parinirwana, dengan kata lain, mengalami kematian. Seorang makhluk agung seperti Buddha saja tetap mengalami kematian, apalagi makhluk-makhluk biasa seperti kita.

Ketika Buddha hendak memasuki parinirwana, murid-murid utama beliau, seperti Yang Arya Shariputra, karena tidak sanggup menyaksikan kejadian tersebut, memutuskan untuk memasuki parinirwana terlebih dahulu. Dan itulah yang memang dilakukan oleh Yang Arya Shariputra, karena beliau tidak mau menyaksikan parinirwana Sang Buddha.

Ketika waktu memasuki parinirwananya sudah dekat, Buddha pergi ke Kushinagar. Sampai di sana, Buddha menginstruksikan agar dibangun takhta terakhir Beliau, yang didirikan di antara dua batang pohon Sala. Saat itu, masih tersisa dua orang yang belum ditaklukkan oleh Buddha, jadi sesaat sebelum mahaparnirwana, Buddha bekerja menaklukkan dua orang ini. Yang satu adalah Pramudita, yang ahli memainkan alat musik yang dalam bahasa Tibet disebut pi wang. Satunya lagi Subhadra. Buddha berhasil mengubah kedua orang ini hingga mampu mencapai realisasi tertinggi, yang kalau bukan karena Buddha, mustahil keduanya bisa mencapainya. Subhadra juga memutuskan untuk memasuki parinirwana terlebih dulu karena tidak ingin menyaksikan maha-parinirwana Buddha.

Sebelum benar-benar berbaring memasuki Mahaparinirwana, Buddha berujar kepada murid-muridnya, “Lihatlah tubuh Tathagatha karena tubuh ini adalah sesuatu yang jarang ditemukan.” Berikutnya, Buddha menyampaikan ajaran terakhirnya, yakni: “Segala sesuatu yang terbentuk adalah tidak kekal.” Itulah kata-kata terakhir Buddha dan setelah menyampaikannya, Buddha pun memasuki Maha-parinirwana.

Saat itu banyak sekali Arahat yang berdiam di tempat-tempat berbeda. Ketika mereka mengetahui bahwa Buddha akan memasuki Mahaparinirwana, mereka pun memutuskan untuk parinirwana terlebih dulu. Ada banyak sekali Arahat pada saat itu dan semuanya memasuki parinirwana hingga menyisakan kurang dari dari 500 Arahat saja, tepatnya 499 orang.

Setelah Buddha mangkat, muncul banyak guru-guru besar di dunia, misalnya ketujuh Pelopor Silsilah, keenam Hiasan Spiritual, kedua murid unggul, dan seterusnya. Tak lupa juga munculnya Guru Atisha yang Agung ke dunia ini. Tapi, sekarang, tak satupun dari guru-guru besar ini yang masih hidup. Mereka semua sudah meninggal dunia. Sama halnya dengan guru-guru besar yang muncul di Tibet, Je Tsongkhapa, dan masih banyak lagi.

Kyabje Trijang Dorje Chang ketika mengajarkan Pembebasan di Tangan Kita, melakukannya di sebuah biara di Tibet seratus tahun setelah Trichen Lobsang Tenpa Rabgye memberikan ajaran yang sama di tempat yang sama. Lobsang Tenpa Rabgye adalah seorang guru yang berpostur besar dan gemuk dan selalu mengenakan topi pandita tiap kali mengajar kepada khayalak ramai yang banyak sekali. Tapi tak seorang pun dari orang-orang ini yang masih hidup.

Kyabje Trijang Dorje Chang, dalam pembabaran Lamrimnya mengatakan, seratus tahun dari sekarang, di antara mereka yang mendengarkan ajaran jumlahnya akan jauh berkurang. Sangat sedikit orang yang mendengarkan ajaran Kyabje Trijang Dorje Chang saat itu yang masih hidup. Rinpoche salah satunya. Jadi, Rinpoche mendengar langsung apa yang disampaikan oleh Kyabje Trijang Dorje Chang ketika itu.

Dengan demikian, kita bisa berkesimpulan bahwa semua yang lahir ke dunia ini pasti akan mati. Tak terkecuali diri kita sendiri. Oleh sebab itu, kita harus berpikir, “Saya juga akan meninggalkan dunia ini.” Kita akan mengambil waktu 7 hingga 8 menit untuk memeditasikan poin bahwa tak peduli tubuh jasmani apapun yang didapatkan, seseorang tidak akan bisa lolos dari kematian.

Sebelum benar-benar memeditasikannya, artinya memulai meditasi sembilan bagian pada kematian, ada baiknya kita mengajukan permohonan kepada guru spiritual. Tidak perlu mengulangi visualisasi purifikasi dan seterusnya, cukup mengajukan permohonan singkat kepada guru spiritual, sebelum memulai meditasi pada poin pertama ini.

(meditasi)

Berikutnya, kita akan melakukan meditasi konsentrasi. Kita berkonsentrasi pada poin, “Ya, saya akan mati. Kematian tidak bisa dielakkan.” Fokus pada poin ini dalam meditasi konsentrasi kita.

(meditasi konsentrasi)

 

*** End of Session 3***

(JL)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *