Webcast Veneux 12 Maret 2011: Diam Tak Berarti Sabar

  • March 19, 2011
Yang Agung Shantidewa mengatakan:

 

“Ketika sudah menemukan kehidupan yang bebas seperti ini
Kalau aku tidak mengarahkan diriku pada kebajikan
Tidak ada tindakan yang lebih patut untuk disayangkan lagi
Tidak ada tindakan yang jauh lebih bodoh lagi.”

 

Begitu kita sudah mendapatkan kemuliaan terlahir sebagai manusia yang bebas dan beruntung ini, yang diberkahi dengan kondisi-kondisi eksternal dan internal, maka kalau kita sudah mendapatkan peluang emas seperti ini, apabila kita tidak memanfaatkannya untuk melakukan sesuatu yang bermakna, yaitu menarik manfaat penuh dari hidup ini, bukan hanya untuk kehidupan saat ini tapi juga mencakup kehidupan-kehidupan berikutnya, bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga mencakup orang lain, maka tidak ada yang lebih bodoh dan idiot dari perbuatan serampangan seperti ini. Orang yang tidak menarik manfaat penuh mumpung masih memiliki kehidupan yang bebas dan beruntung adalah orang yang menggunakan hidupnya dengan cara yang paling buruk yang bisa dibayangkan, sekaligus cara yang paling keliru.

Penting sekali perenungan ini dikaitkan dengan semua yang hadir di sini, termasuk saya sendiri. Kita ambil waktu 1 menit untuk merenungkan kondisi kita saat ini, mengevaluasinya. Yaitu, kenyataan bahwa kita telah terlahir sebagai manusia, ini sudah pasti. Terlahir sebagai suatu spesies yang disebut manusia adalah kelahiran yang unggul karena kita memiliki potensi-potensi untuk melakukan sesuatu yang berharga, bukan hanya untuk kehidupan saat ini, tapi mencakup kehidupan berikutnya, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga mencakup makhluk lain.

(meditasi 1 menit)

Pertama-tama, kita harus memahami apa yang kita miliki sekarang ini, dengan melihat misalnya saat ini tersedia kondisi eksternal yang bagus bagi kita. Kita hidup di negara yang bebas. Kalau tidak, jangankan membicarakan praktik spiritual, kita bahkan tidak memiliki hak-hak mendasar untuk hidup sebagaimana yang kita nikmati sekarang.

Kita berada pada kondisi cukup sehat, bisa berpikir dengan cukup jernih, dan bebas dari sakit yang parah ataupun ketidaknyamanan yang bisa menyebabkan kita kehilangan kemampuan fisik. Kita bisa berpikir logis, bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dan ini adalah hal-hal yang membedakan kita dengan orang atau makhluk lain. Ini adalah kondisi yang harus kita sadari dan hargai.

Menyangkut kondisi internal pribadi perseorangan, tentu saja masing-masing orang berbeda. Selain itu, menyangkut kekayaan, tiap orang juga berbeda-beda. Ada yang kaya banget, ada yang tidak kaya. Tapi, biar demikian, tak satupun di antara kita yang miskin papa sehingga tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa melakukan praktik spiritual. Bagi yang tidak terlalu kaya, ida bisa sedikit berusaha dengan menggabungkan pekerjaan dan praktiknya. Jadi, tetap saja, tak seorang pun di sini yang begitu buruk kondisinya sehingga tidak melakukan praktik spiritual apapun.

Berikutnya, dengan semua kondisi yang kita miliki, kita tidak memusatkan perhatian semata-mata pada kehidupan saat ini saja. Kita memiliki kemampuan berpikir yang lebih jauh. Kita ingin mengembangkan diri kita, mengembangkan cara berpikir, ingin maju. Kita tidak puas hanya dengan bekerja dan meningkatkan kesejahteraan materi, tapi kita juga ingin berjuang meningkatkan kualitas hidup, dalam artian meningkatkan cara berpikir dan sikap kita menjadi lebih baik. Ini tentu saja adalah kualitas-kualitas yang berharga. Kalau tidak, Anda akan kesulitan mencapai sesuatu yang bermakna dari hidup ini.

Kenyataan bahwa kita semua memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri kita menjadi lebih baik adalah sesuatu yang dijamin seratus persen. Jaminan seratus persen bahwa kita semua memiliki potensi untuk berkembang.

Kalau kita bisa berkembang, pertanyaannya, apa yang kita inginkan dalam hidup ini? Kita ingin bahagia dan tidak ingin menderita. Kita ingin sebahagia mungkin, bahkan sering tidak puas. Kita tidak ingin penderitaan sekecil apapun, bahkan kesulitan yang paling remeh dan ringan sekalipun.

Tapi, untuk mencapai kebahagiaan seperti yang kita inginkan, apa yang dibutuhkan? Kita memiliki kondisi bagus eksternal dan internal. Untuk kondisi eksternal, sudah kita sebutkan tadi, yakni kenyamanan fisik, dan sebagainya. Tapi kenyamanan eksternal ini tidak cukup. Yang lebih penting adalah kondisi internal, yaitu ‘kondisi batin.’ Inilah faktor esensial agar kita bisa mencapai kebahagiaan yang diinginkan.

Bagaimana kondisi mental atau batin kita sekarang ini? Tentu saja kita memiliki kualitas-kualitas positif di dalam batin kita, yakni dalam taraf tertentu kita memiliki cinta kasih, kasih sayang, rasa hormat kepada orang lain, keyakinan, dan seterusnya. Tapi, kita juga memiliki sifat jelek, yaitu kemarahan, kemelekatan, kecemburuan, kesombongan, kebodohan batin, dsb. Kita juga memiliki nafsu keinginan yang besar, yang tak terpuaskan.

Masalahnya, semakin besar dan banyak sifat jelek yang kita miliki, misalnya kemarahan, dsb, semakin kita tidak bahagia. Sebaliknya, semakin besar dan banyak kualitas bajik yang kita miliki, maka kita akan semakin bahagia, karena kita memiliki kemampuan lebih besar untuk memberikan manfaat dan kegunaan.

Tentu saja apa yang disampaikan tidak sulit untuk Anda pahami. Yang disampaikan tadi adalah hal-hal yang sudah disampaikan berulang-ulang, dalam banyak kesempatan. Tapi kalau Anda duduk di sana dan berpikir, “Oh, aku sudah tahu itu, aku sudah pernah dengar, aku sudah paham.” Maka, sikap seperti ini tidak berguna dan tidak akan memberikan manfaat sedikit pun. Yang perlu Anda renungkan ketika mendengar penjelasan tadi adalah mengenalinya dalam diri Anda dan mengaitkannya dengan kondisi Anda sendiri.

Supaya makin jelas, coba kita renungkan sebentar barang satu menit. Coba kita bayangkan seseorang yang gampang marah. Semakin dia marah, semakin dia tak bahagia. Bagaimana mungkin ia bisa bahagia kalau masih marah-marah? Bukan hanya tidak bahagia, ia juga mengumpulkan karma buruk.

Contoh lain, kalau ada orang yang gampang cemburu. Sifat cemburu atau iri hati adalah perasaan yang tidak bisa menerima kalau sesuatu yang baik terjadi pada orang lain. Bagaimana mungkin seseorang bisa bahagia kalau ia terus-menerus cemburu pada orang lain? Tidak mungkin alias mustahil, karena ada banyak sekali kebaikan-kebaikan yang dinikmati oleh begitu banyak orang. Kalau ada pihak yang cemburu melihat kondisi yang menyenangkan ini, maka ia akan senantiasa cemburu dan tidak bahagia, karena sudah pasti akan ada orang-orang yang mendapatkan hal-hal yang baik dan menyenangkan.

Berikutnya, kalau ada orang yang sangat bodoh dan dungu, artinya ia menderita akibat halangan mentalnya, ibarat selalu diliputi kegelapan, apakah itu menyangkut masalah duniawi maupun spiritual. Orang yang bodoh senantiasa melakukan kesalahan dan akibatnya menderita dan tidak bahagia.

Lanjut, kalau kita orangnya memiliki nafsu keinginan dan kemelekatan yang besar, artinya kita benar-benar terkungkung dan terikat oleh sikap melekat kita, berarti kita tidak bebas dan juga tidak bahagia. Bahkan ada orang yang gila karena terlalu melekat atau digilakan oleh kemelekatannya, yaitu suatu kondisi mental yang tidak waras, yang akhirnya membahayakan diri sendiri dan sudah pasti tidak bahagia.

Memahami kondisi itu semua, kita harus berjuang mengendalikan sifat-sifat jelek dalam batin kita. Kita harus berupaya untuk menguranginya dan semakin berkurang sifat jelek itu, semakin kita bisa merasakan kebahagiaan. Jadi, demikianlah upaya kita semata-mata dipusatkan pada tugas ini, artinya melakukannya dengan segenap keteguhan dan tekad hingga benar-benar berhasil melakukannya.

Seseorang tidak perlu menjadi buddhis untuk memiliki cara-cara berpikir yang positif yang baru saja dijelaskan. Anda silahkan mempertahankan agama Anda sendiri, tanpa harus berganti agama apapun. Yang pasti adalah, untuk berkembang, siapa pun bisa melakukannya, selama ia memiliki batin dan keinginan untuk berkembang. Jadi, siapa pun, selama ia memiliki batin dan mau berkembang, ia bisa melakukannya, tanpa harus terikat pada agama tertentu.

Sebelumnya, di awal tadi, saya sudah sempat menyapa orang-orang di sini, tapi saya belum menyapa orang-orang di tempat lain….(putus…)

(ada koneksi yang putus di sini)

 

…saya hendak mengucapkan tahun baru bagi yang merayakan dan saya mendoakan semua kegiatan yang Anda lakukan bisa berhasil, baik duniawi maupun spiritual.

Jadi, sebagaimana tadi disebutkan, untuk mendapatkan kebahagiaan yang semakin meningkat, kita harus memperbaiki dan mengembangkan kualitas mental kita. Pada dasarnya, ada dua jenis kualitas mental. Yang pertama adalah pengetahuan/ pemahaman atau realisasi. Yang kedua adalah kualitas mental dalam bentuk kebaikan hati, yakni keinginan untuk memancarkan kebaikan kepada orang lain, misalnya cinta kasih, nonkekerasan, perhatian kepada orang lain, dan sebagainya. Ini adalah kualitas-kualitas yang harus kita kembangkan dan tingkatkan di dalam diri kita.

Untuk memperbaiki dan mengembangkan kondisi batin, kita butuh metode. Idealnya, metodenya adalah metode yang sudah teruji, terbukti, dan memang efektif. Metode ini juga sudah diterapkan oleh orang lain dan mereka sudah merasakan manfaatnya. Janganlah kita menggunakan metode yang dikarang-karang atau dibuat-buat, karena tidak ada jaminan bahwa metode ini akan membuat kita berkembang dan meningkat, karena metode itu belum teruji dan terbukti. Sebaliknya, metode yang bisa kita percayai adalah metode yang sudah terbukti berhasil dan memberikan manfaat kepada mereka yang sudah menerapkannya, sehingga kalau kita menerapkannya pada diri sendiri, maka tidak ada alasan mengapa kita tidak bisa mencapai hasil yang sama pula.

Ada begitu banyak guru spiritual yang muncul di dunia ini, yang mengajarkan beragam jalan spiritual pula. Sebagai buddhis, kita mengikuti jalan yang diajarkan oleh Buddha. Beliau adalah guru dan pembimbing kita. Jangan lupa, Buddha sebelum menjadi Buddha adalah makhluk biasa seperti kita, yang memiliki kualitas bajik dan sifat jelek. Ia kemudian menerapkan metode dan berkembang maju mengikuti metode tersebut, yakni membuang semua keburukan dan mengembangkan kualitas bajik hingga maksimal. Begitu ia merampungkan tugasnya membuang keburukan dan mengembangkan kualitas unggul hingga maksimal, barulah ia mencapai apa yang disebut sebagai Kebuddhaan, yakni menjadi seorang Buddha.

Setelah menjadi Buddha, beliau kemudian mengajarkan metode, yaitu menjelaskan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat. Beliau mengajarkan agar kita menghindari tindakan berbahaya dan melakukan apa yang bermanfaat. Buddha memberikan ajaran sesuai dengan apa yang beliau terapkan dan capai sendiri, barulah kemudian beliau ajarkan. Kalau kita ikuti persis seperti apa yang beliau lakukan, tidak ada alasan mengapa kita tidak bisa mencapai tingkat Kebuddhaan yang sama pula.

Buddha mengajar selama 45 tahun dan selama itu beliau memberikan banyak sekali ajaran. Semua ajaran ini dipadatkan menjadi sebuah metode yang sudah disesuaikan sedemikian rupa untuk makhluk-makhluk biasa seperti kita, yang dituliskan oleh Guru Atisha, yang rupangnya ada di belakang saya, di sebelah kanan rupang Buddha. Metode ini adalah metode yang ideal untuk kita ikuti, yakni Tahapan Jalan Menuju Pencerahan untuk ketiga jenis praktisi.

Guru Atisha pergi ke Tibet dan menuliskan serta mengajarkan teks Pelita Penerang Jalan Menuju Pencerahan di sana. Instruksi ini dipraktikkan oleh para pengikut di Tibet. Kira-kira tiga ratus tahun setelah kedatangan Guru Atisha, waktu dan situasi sudah berubah. Waktu dan situasi memang berubah terus, sebagaimana yang kita ketahui. Teks Pelita Penerang Jalan Menuju Pencerahan menjadi sulit untuk dipahami oleh orang-orang, kadang-kadang di-interpretasikan secara berbeda daripada makna sebenarnya.

Lalu, muncul-lah Je Tsongkhapa ke dunia. Aktivitas utama Je Rinpoche adalah menuliskan, menjelaskan, dan mengklarifikasi teks Pelita Penerang Jalan Menuju Pencerahan. Jika teks Pelita ibarat menu prasmanan yang sudah siap saji, maka teks-teks Lamrim Je Rinpoche lebih-lebih lagi juga merupakan menu prasmanan siap saji. Dengan adanya menu prasmanan yang sudah siap disajikan, maka seseorang tinggal menyantapnya. Jadi, kalau dia punya sendok garpu, dia tinggal menyendok dan memasukkan ke dalam mulutnya. Tapi kalau orang ini menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak mau repot-repot memasukkan makanan, maka ia akan senantiasa lapar.

Hal yang sama berlaku untuk ajaran Lamrim ini. Kalau seseorang tidak mau mengambil ajaran ini dan ‘memakannya,’ ‘mencernanya,’ dan menerapkannya, maka ia akan senantiasa lapar secara spiritual. Dengan demikian, ia tidak akan mengalami transformasi yang dibutuhkan untuk berkembang menjadi lebih baik.

Sebenarnya, keseluruhan dari tujuan mengembangkan batin kita adalah supaya kita semakin bahagia. Mengembangkan batin kita bukan berarti hanya memenuhi tujuan diri sendiri saja, tapi supaya bisa lebih menolong makhluk lain.

Jika kita amati hidup kita sehari-hari, misalnya kita memulai sebuah hari dengan tenang, santai, dan rileks serta merasakan kepuasan, tapi tiba-tiba saja pada suatu titik waktu tertentu di dalam hari tersebut, terjadi sesuatu sehingga menyebabkan kita melihat kondisi kita dengan perasaan yang sulit, tegang, cemas, dan mengganggu. Berarti telah terjadi sesuatu yang menghancurkan ketenangan batin kita. jadi, kita bisa lihat, kita yang tadinya memulai hari dengan baik, bahagia, dan puas, kemudian mendadak kondisi menjadi berkebalikan yang menyebabkan kita kehilangan ketenangan batin dan tidak bahagia. Ini disebabkan karena cara kita melihat sesuatu sudah berubah, kondisi batin atau cara kita memaknai sesuatu yang sudah berubah.

Untuk menjinakkan batin kita, kita perlu melatih batin sesuai Tahapan Jalan Menuju Pencerahan untuk ketiga jenis praktisi yang akan menuntun pada pencerahan. Instruksi ini terbagi menjadi empat bab besar, yaitu:

1) Penjelasan kualitas-kualitas agung Guru spiritual untuk menunjukkan kemurnian sumber ajaran Lamrim.
2) Penjelasan kualitas-kualitas agung ajaran Lamrim itu sendiri untuk membangkitkan rasa hormat terhadap instruksi-instruksi.
3) Bagaimana cara mengajar dan mendengarkan ajaran dengan kualitas-kualitas di atas.
4) Bagaimana kita, para murid, dibimbing dengan ajaran Lamrim yang sebenarnya.

 

Kalau Anda sudah hafal garis-garis besar Lamrim, sungguh baik sekali. Tapi kalau belum, silahkan lihat teks Anda untuk mengikuti penjelasan yang akan didasarkan pada garis-garis besar Lamrim ini.

Bab keempat, bagaimana kita para murid dibimbing dengan ajaran Lamrim yang sebenarnya, terbagai menjadi dua:

1) Bagaimana cara bertumpu pada guru spiritual kita, akar dari sang jalan.
2) Sambil bertumpu padanya, bagaimana secara bertahap mengembangkan batin kita.

 

Poin kedua, sambil bertumpu pada (seorang guru spiritual), bagaimana secara bertahap mengembangkan batin kita, terbagi menjadi dua bagian:

1) Mendorong diri kita untuk memanfaatkan eksistensi kita sebagai manusia dengan (8) kebebasan dan (10) keberuntungannya.
2) Bagaimana cara memanfaatkannya.

 

Poin pertama di atas menekankan pada bagaimana kita seharusnya memanfaatkan eksistensi kita yang sudah terlahir sebagai manusia dengan kebebasan dan keberuntungannya. Sedangkan poin kedua, bagaimana cara memanfaatkan kebebasan dan keberuntungan tersebut, terdiri dari melatih batin pada tahap jalan yang dijalankan bersama-sama dengan makhluk-makhluk:

1) Motivasi awal
2) Motivasi menengah
3) Motivasi agung

 

Kita sudah sampai pada tahapan jalan untuk makhluk motivasi agung, yang terdiri dari tiga poin:

1) Mengenali manfaat-manfaat bodhicitta, sebagai satu-satunya pintu gerbang menuju Mahayana dan seterusnya.
2) Bagaimana cara mengembangkan bodhicitta.
3) Setelah mengembangkan bodhicitta, bagaimana cara berlatih dalam praktik Bodhisattwa.

 

Poin ketiga, setelah mengembangkan bodhicitta, bagaimana cara berlatih dalam praktik Bodhisattwa, terdiri dari dua bagian:

1) Bagaimana cara berlatih dalam keenam paramita untuk mengembangkan batin kita.
2) Bagaimana cara berlatih dalam keempat metode untuk pengumpulan murid-murid agar mengembangkan batin makhluk-makhluk lain.

 

Untuk poin pertama, yang terdiri dari Enam Paramita, kita sudah membahas Dana dan Sila. Sekarang kita masuk pada Paramita ketiga, yaitu Kshanti atau kesabaran.

Apa itu kesabaran? Kesabaran adalah daya tahan menghadapi kesukaran atau bahaya, baik yang ditimbulkan oleh orang lain ataupun kesukaran di dalam praktik spiritual. Kesabaran adalah kemampuan untuk menghadapi berbagai situasi yang sulit, yang kadang bisa ditimbulkan oleh orang lain kepada kita, atau bisa jadi, tanpa ada orang lain pun, kita tetap masih bisa mengalami berbagai bentuk kesukaran. Misalnya, kesukaran di tempat kerja, di dalam praktik spiritual, serta di dalam hubungan kita dengan orang-orang.

Kalau kita sanggup menghadapi kesukaran-kesukaran tersebut tanpa membangkitkan amarah atau kekesalan, maka ini disebut kesabaran. Melatih kesabaran maksudnya mengendalikan diri supaya tidak marah atau kesal, misalnya kalau belum berhasil mencapai tujuan yang diinginkan, kita tidak kesal atau sedih.

Jenis kesabaran kedua yang bisa kita praktikkan adalah ketika kita sedang berada dalam kesulitan atau masalah. Jenis kedua ini bukan kesukaran yang ditimbulkan oleh orang lain, tapi karena halangan kita sendiri, dan sebagainya. Harap diingat bahwasanya kalau kita tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan kesabaran ketika menghadapi kesulitan, maka kita akan semakin menambah tingkat penderitaan terhadap kesulitan yang harus kita hadapi. Dengan kata lain, memperparah situasi kita sendiri.

Kita akan melihat jenis kesabaran ketiga nanti.

Balik ke jenis kesabaran yang pertama, yaitu kesabaran menghadapi bahaya yang ditimbulkan oleh orang lain kepada kita, baik secara sengaja maupun tidak. Inti dari kesabaran jenis pertama ini adalah, tidak membiarkan diri marah atau kesal kalau ada yang berniat menyakiti kita. Tapi tidak berarti kita diam saja karena orang yang diam belum tentu berarti dia sedang bersabar. Ada orang yang diam-diam saja karena dia terpaksa untuk begitu, karena mungkin saja orang yang menyakitinya lebih besar badannya atau lebih kuat atau berkuasa, sehingga orang yang disakiti tidak berdaya untuk melawan.

Jangan lupa, orang yang diam saja belum tentu berarti ia sedang bersabar. Kesabaran adalah sebuah kondisi batin atau mental, yang menjaga agar seseorang tidak merasa marah, terganggu, sedih, atau putus asa , dan perasaan sejenis lainnya. Sederhananya, kesabaran adalah menghadapi situasi dengan bijak (take the situation well).

Penting sekali bagi kita untuk memahami bahwa sikap diam belum tentu pertanda seseorang sedang bersabar atau tabah menghadapi kesukaran, karena bisa jadi di dalamnya batin orang itu sedang mendidih, geram, dan marah. Walaupun dari luar kelihatan tenang dan tidak bereaksi, tapi kalau di dalam batinnya orang tersebut menerimanya dengan buruk, maka itu bukan kesabaran. Sekali lagi, kesabaran adalah sikap yang bisa menghadapi situasi dengan bijak.

Sebenarnya, penjelasan yang baru saja disampaikan ini tidak mudah untuk dijelaskan [dari bahasa Tibet ke bahasa lain, red]. Jadi, ketika seseorang sedang menghadapi situasi yang mengancam dirinya dan ia tak punya pilihan selain diam dan tidak bereaksi, mungkin karena ada resiko dirinya dipukul kalau bereaksi, tapi di dalamnya orang ini merasa geram dan ingin balas dendam, maka ini bukan yang dimaksud dengan kesabaran. Selama kondisi batin di dalamnya masih ada kekacauan dan kegelisahan, maka orang ini, walaupun diam dan tidak bereaksi, belum tentu sedang bersabar. Saya bertanya-tanya apakah terjemahannya bisa menyampaikan maksud yang hendak saya sampaikan.

Jadi, selama seseorang masih bergejolak di dalam batinnya, tidak tenang, bahkan jauh dari tenang; sebaliknya, ia gelisah dan mendidih, maka ini bukan kesabaran. Kualitas yang sedang dijelaskan ini acap diterjemahkan menjadi patience atau kesabaran, tapi barangkali ada istilah lain yang bisa dipakai, yakni forbearance atau menahan diri. Ini adalah pilihan kata yang perlu dipertimbangkan.

Jadi kesabaran merujuk pada batin yang tenang yang siat menghadapi berbagai jenis kesukaran, tapi tidak berarti sabar membabi-buta. Idealnya, Anda harus merenungkan mengapa Anda harus bersabar menghadapi sebuah situasi, berdasarkan alasan-alasan yang tepat. Ada banyak alasan yang dikemukakan di dalam teks yang kita pakai sekarang ini, yakni Esensi Emas yang Dimurnikan karya Yang Mulia Dalai Lama Ketiga. Anda bisa merujuk pada teks terjemahan di hal. 33 bagian bawah.

satu alasan yang bisa direnungkan untuk membangkitkan kesabaran adalah merenungkan hukum karma. Dengan karma, Anda bisa memahami bahwa apa yang terjadi pada Anda, apakah itu sesuatu yang menyenangkan ataupun tidak, itu semua merupakan konsekuensi dari karma Anda sendiri. Jadi, Anda bisa menjawab pertanyaan: Dari mana semua kesukaranku berasal? Siapa yang menciptakannya? Jawabannya, tidak lain tidak bukan, diri kita sendiri.

Jadi, Anda sendiri yang menciptakan sebab-sebab untuk mengalami kesukaran yang Anda alami sekarang. Ini semua merupakan buah atau akibat dari karma. Kita tidak bisa mengalami akibat dari sesuatu yang tidak kita lakukan. Apapun yang terjadi atau menimpa diri Anda, itu adalah akibat dari perbuatan Anda sendiri.

Saya tegaskan, seseorang tidak bisa mengalami karma yang tidak dilakukan oleh dirinya sendiri. Jadi, Anda yang sekarang ini mengalami buah karma, adalah seseorang yang memiliki arus batin yang sama dengan orang lain yang di masa lampau, yakni diri Anda di masa lalu, yang telah melakukan karma hingga berbuah menjadi akibat yang Anda alami di kehidupan sekarang.

Jadi, apa yang Anda alami merupakan buah dari karma yang sudah Anda ciptakan sendiri. Memang, untuk mengalami sebuah akibat, kita harus mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang mungkin memengaruhi. Tapi yang paling penting adalah faktor internal, yakni karma itu sendiri. Sesungguhnya faktor-faktor eksternal tidak akan begitu memengaruhi kita selama kita tidak memiliki sebab utama untuk mengalami situasi-situasi berdasarkan karma kita, apakah itu karma baik atau buruk.

Kalau kita bisa merenungkan berdasarkan penjelasan di atas, maka ketika sebuah kesulitan melanda, kita akan memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi dan mengapa itu terjadi. Dengan pemahaman ini, akan sedikit banyak membantu kita menghadapi kesukaran-kesukaran tersebut.

Lebih lanjut, kita harus bertanya pada diri sendiri, orang yang sedang atau berniat menyakiti kita, apakah mereka melakukannya atas dasar kehendak bebas? Kalau kita sudah bisa mempertanyakan demikian, maka kita seharusnya bisa melihat bahwa sebenarnya mereka tidak bertindak atas dasar kehendak bebas sepenuhnya. Artinya, mereka tidak memiliki pilihan bebas karena masih dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menuntun mereka untuk melakukan tindakan tertentu. Artinya, tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak sejalan dengan kehendak mereka.

Jadi mari kita telusuri lebih dekat dengan melihat orang yang menyakiti kita secara mendalam. Orang ini, dikarenakan pengaruh dari faktor-faktor mentalnya, seperti kemarahan, dst, yaitu faktor-faktor mental negatif yang ada di dalam batinnya, inilah yang memicu dan mendorongnya untuk melakukan tindakan tertentu, sehingga orang ini bukanlah agen yang bertindak bebas. Mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendominasi diri mereka.

Lanjut, setelah kita bisa melihat bahwa orang ini tidak bertindak bebas, dikarenakan pengaruh kemarahan, dsb, maka kita bisa melihat situasi dari dua sudut pandang. Pertama, sekarang kita bisa menyikapinya dari sudut pandang yang berbeda. Kedua, kita bisa mencegah timbulnya kemarahan. Perlu diketahui, hanya dengan sedikit kemarahan, seseorang bisa kehilangan kebajikan yang sangat besar. Jadi, hanya dengan momen kemarahan yang singkat, ia bisa menetralisir karma baik kita.

Kalau kita merujuk pada Lamrim Chenmo dan Bodhicaryavatara, kita bisa menemukan beragam alasan untuk membangkitkan kesabaran dalam berbagai situasi sulit. Tadi sudah dipaparkan dua alasan, tapi sudah cukup bagi kita untuk menjadikannya perenungan yang akan mendukung munculnya kesabaran kita. Jadi, Anda bisa mendasarkan perenungan Anda pada dua alasan di atas sebagai permulaan di dalam meditasi Anda, dan di kemudian hari, Anda bisa semakin menambahinya lagi berdasarkan dua karya yang disebutkan di atas.

Kualitas yang hendak kita kembangkan di sini adalah kualitas kesabaran, sebuah sikap yang mampu menghadapi berbagai macam kesukaran hidup. Arya Asanga, di dalam karyanya, Tingkat-tingkat Bodhisattwa, memaparkan delapan sumber penderitaan hidup. Penderitaan yang disebabkan oleh matapencarian/ pekerjaan, penderitaan yang disebabkan oleh urusan-urusan duniawi, dan sebagainya. Daftar lengkap kedelapannya bisa dilihat di teks Lamrim Chenmo. Silahkan merujuk ke sana.

Anda harus benar-benar berupaya untuk menghadapi kesukaran tanpa membangkitkan kemarahan. Karena kalau sampai marah, berarti Anda akan menciptakan karma buruk. Dengan kemarahan, Anda juga menciptakan sebab-sebab penderitaan yang lebih besar daripada apa yang sudah diderita sekarang ini. Kesukaran-kesukaran yang kita alami sudah cukup membuat kita menderita, tapi kalau kita membangkitkan kemarahan dalam situasi ini, maka kita akan semakin menderita, ditambah lagi dengan sifat dasar samsara yang tak terpisahkan dari penderitaan.

Kalau kita mengalami berbagai macam kesukaran, misalnya dalam belajar kita sukar memahami, dalam merenung kita kurang bisa merenung dengan baik, dan dalam praktik kita melakukan praktik tapi kurang berhasil, bahkan bisa frustrasi, dan sebagainya. Jadi, yang paling baik adalah, kalau kita bisa menghadapi kesukaran-kesukaran yang masih tergolong kesukaran ringan atau kecil, maka kita bisa menghadapi kesukaran yang lebih besar.

Ada begitu banyak kesukaran di dalam hidup kita, apakah itu berkaitan dengan pekerjaan, dalam hubungan, dst. Sesungguhnya kita tidak pernah kekurangan kesukaran dalam hidup ini. Kadang bisa jadi orang-orang mengkritik dan mencela kita, dsb. Kalau kita bisa mengatakan, “Ah, ini ga ada apa-apanya,” maka sebenarnya kita sedang berlatih untuk menghadapi kesukaran yang lebih besar. Tiba saatnya kita harus berhadapan dengan kesukaran yang serius, maka kita sudah lebih siap dan memiliki bekal untuk menghadapinya. Jadi, dengan melatih diri menghadapi kesukaran-kesukaran ringan, kita akan mampu menghadapi kesukaran-kesukaran yang lebih berat, apakah itu di dalam praktik kita, dan seterusnya.

Dengan menghadapi dan menjalani kesukaran kecil, kita lebih siap untuk menghadapi kesukaran yang lebih serius. Jadi, kita sudah bisa berhasil mengubah situasi negatif menjadi suatu kualitas positif, yakni dengan menjadikan kesukaran sebagai kesempatan bagi kita untuk mengembangkan kebajikan. Ini akan menciptakan kebajikan dalam diri kita sendiri. Ini pula apa yang persisnya dimaksudkan dalam sebuah bait Lama Choepa atau Guru Puja:

Ketika seluruh dunia beserta makhluk-makhluk di dalamnya
menimbulkan penderitaan bagiku,
Yang jatuh menimpaku seperti hujan yang membasahi,
Mohon berkahilah aku untuk melihatnya sebagai cara untuk
Menghabiskan karma burukku dan mengubah kesukaran menjadi praktik spiritual.

 

‘Dunia’ di sini berarti kondisi-kondisi eksternal misalnya bencana alam, seperti yang baru-baru ini terjadi di Jepang, kemarin dan dua hari yang lalu. [Catatan: Webcast diselenggarakan pada tanggal 12 Maret 2011.] Contoh lain, perang, bencana kelaparan, kekeringan, dan segala kemalangan yang ditimbulkan oleh dunia ini.

Apa maksudnya ‘makhluk-makhluk di dalamnya‘? Ini merujuk pada orang-orang yang batinnya, terutama pada zaman kemerosotan di mana kita hidup sekarang ini, yang kurang terkendali. Orang-orang yang dipengaruhi oleh kilesa-kilesa kasar dan perilakunya merosot atau buruk. Orang-orang yang semakin tidak jujur, dan kita yang semakin terbuka untuk dibohongi, kecurian, dan sebagainya.

Jadi, ketika kondisi-kondisi yang tidak diinginkan jatuh menimpa kita ibarat hujan yang turun membasahi kita, kita memohon agar diberkahi untuk melihat kondisi-kondisi tersebut sebagai cara untuk menghabiskan karma buruk. Yaitu, mengubah atau mentransformasikan kondisi-kondisi buruk menjadi praktik spiritual. Jadi, ini sejalan dengan apa yang sudah saya jelaskan, yaitu menahan penderitaan kecil sebagai persiapan untuk menghadapi penderitaan yang lebih besar.

Selain menghabiskan karma buruk, kita juga bisa membangkitkan kebajikan, yaitu mengembangkan kesabaran itu sendiri. Selain kesabaran, kita juga mengembangkan welas-asih kepada orang lain.
Kesabaran juga bisa dipraktikkan dalam praktik spiritual. Misalnya, kalau kita merenungkan betapa luar biasanya kualitas-kualitas Buddha, Dharma, dan Sangha, yakni betapa luar biasanya kekuatan, pengetahuan mereka, dsb. Juga ketika merenungkan betapa luar biasanya kualitas-kualitas batin pencerahan (bodhicitta), betapa tak terbatasnya kualitas Enam Paramita, Praktik Bodhisatwa, dst.

Kalau kita merenungkan betapa luar biasanya kualitas-kualitas tersebut dan bagaimana kita harus menyelesaikan tugas besar untuk mencapainya, mungkin kita berpikir, “Waduh, berat juga nih.” Tapi, sebenarnya justru kita harus mengembangkan keyakinan, apakah itu keyakinan dalam bentuk kekaguman, keteguhan, dst. Kita harus mengembangkan keyakinan terhadap hukum karma, terhadap kualitas-kualitas Triratna, Bodhicitta, dan Enam Paramita, dengan niat yang kuat untuk merealisasikan kualitas-kualitas tersebut.

Kita berniat untuk mewujudkan kualitas-kualitas tersebut di dalam batin kita, dan semua penjelasan di atas berkaitan dengan kesabaran jenis ketiga, yakni kesabaran yang dikembangkan dalam praktik spiritual kita. Kesabaran yang ketiga ini kurang lebih menyerupai tekad, yaitu tekad dan keteguhan di dalam praktik kita.

Ada sebuah bait di dalam Baris-baris Pengalaman karya Je Rinpoche. Baris-baris Pengalaman merupakan penjelasan terhadap Esensi Emas yang Dimurnikan. Bait ini menguraikan manfaat-manfaat kesabaran, yakni:

1) Perhiasan unggul bagi mereka yang perkasa,
2) Keteguhan terbaik bagi mereka yang tersiksa oleh klesha,
3) Ibarat seekor garuda terhadap ular musuhnya, yakni kemarahan,
4) Laksana perisai hebat di hadapan senjata kata-kata kasar,

 

Bait tersebut lanjut mengatakan:

“Memahami ini, biasakan dirimu sepenuhnya,
Dengan beragam aspek kesabaran ‘pertahanan terbaik,’

 

Terjemahannya adalah ‘dengan beragam aspek kesabaran’ sebagaimana diterjemahkan oleh Rosemary, tapi terjemahan lebih tepatnya adalah:

“Memahami ini, biasakan dirimu sepenuhnya,
Dengan berbagai jenis kesabaran ‘pertahanan terbaik,'”

 

Jadi, Je Rinpoche mendorong Anda untuk mengetahui dan memahami ketiga jenis kesabaran. Apa saja ketiga jenis kesabaran dan ciri-cirinya. Tapi, tentu saja tidak cukup kalau hanya mengetahui apa itu kesabaran, definisinya, jenis-jenisnya, dan seterusnya, karena ini semua hanya pemahaman teori. Pemahaman ini belum cukup untuk mengatasi timbulnya kemarahan sehingga pemahaman saja tidak berguna karena ibarat hanya pengetahuan di atas kertas.

Tapi, kalau seseorang tahu bagaimana menghadapi berbagai macam situasi, misalnya ada yang berniat menyakiti, kemudian merenungkan:

– bahwasanya itu adalah akibat dari karma,
– bahwasanya orang yang menyakiti sebenarnya tidak bertindak dengan bebas tapi dirinya dipengaruhi oleh kilesa-kilesa,
– bahwasanya menjalani kesukaran memiliki manfaat,
– bahwasanya penderitaan yang sekarang dijalani relatif ringan dibandingkan kalau kita menjalaninya dengan membangkitkan kemarahan

 

Barangkali yang lagi heboh belakangan ini adalah bencana di Jepang dan menjadi pusat perhatian. Tapi, jangan lupa ada begitu banyak makhluk yang sangat menderita di seluruh penjuru dunia ini. Mereka semua sangat menderita dan jangan lupa untuk mencakupkan mereka di dalam doa-doa Anda.

*** Selesai***
(jL)

Catatan: Jadwal webcast selanjutnya 26 dan 27 Maret 2011. Webcast bisa diikuti di Centre Bandung, Jl. Sederhana No. 83. Untuk daerah, silahkan menghubungi gubernur masing-masing kota untuk mengikuti sesi webcast bersama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *