Webcast Nantes Sesi 4: Tanda-tanda Penolakan Samsara

  • April 23, 2011

Karena kita sudah sempat jeda, sangat penting sekali kita mengambil waktu semenit untuk memperbaiki motivasi. Bagi buddhis, singkatnya, motivasinya adalah mengembangkan niat untuk mengakhiri penderitaan semua makhluk dan menuntun mereka pada kebahagiaan sejati. Untuk mencapai tujuan ini, kita bertekad untuk mencapai Kebuddhaan, agar bisa benar-benar mewujudkannya. Bagi nonbuddhis, motivasinya adalah untuk memanfaatkan kehidupan berharga yang sudah didapatkan sekarang ini, untuk berjuang sebesar-besarnya untuk menolong sebanyak-banyaknya manusia. Untuk memenuhi tujuan ini, bagi nonbuddhis, Anda berniat memperbaiki cara berpikir Anda demi untuk melaksanakan tujuan tersebut.

Pertama-tama saya akan merangkum kembali pembahasan kita tadi pagi. Salah satu kesimpulan utamanya adalah sangat tidak benar kalau kita memusatkan perhatian sepenuhnya untuk mencapai kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja, karena tujuan yang sempit ini sangat tidak mencukupi. Oleh karena itu, tidak cukup kalau Anda hanya mengumpulkan karma semata-mata untuk tujuan ini saja, karena motivasi yang melandasinya adalah motivasi yang cenderung egois dan mementingkan diri sendiri.

Lain cerita kalau Anda berniat untuk menolong orang lain dalam kehidupan saat ini, artinya Anda melakukan apapun yang perlu dilakukan untuk menolong seseorang di luar diri Anda sendiri, yakni orang lain. Kalau Anda berniat menolong orang dalam kehidupan saat ini, ini adalah tujuan yang sah.

Apa yang salah kalau seseorang hanya memusatkan perhatian pada kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja? Kesalahannya karena menimbulkan dua masalah. Pertama, ketika Anda memusatkan perhatian untuk mencapai kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja, berarti Anda sepenuhnya terjebak pada urusan tersebut semata-mata, sehingga mengabaikan persiapan untuk kebahagiaan di kehidupan akan datang. Artinya, karena terjebak dengan urusan kehidupan saat ini, Anda tidak melakukan persiapan apapun untuk kehidupan mendatang. Implikasi lain, Anda cenderung berpikir bahwa kehidupan saat ini akan berlangsung untuk selama-lamanya, sehingga abai untuk melakukan persiapan untuk kehidupan akan datang.

Jadi, permasalahan yang muncul kalau seseorang sepenuhnya terjebak dan terperangkap dalam urusan kehidupan saat ini saja adalah ia akan mengabaikan persiapan untuk kehidupan akan datang, padahal kehidupan akan datang pasti akan terjadi. Jadi perhatian pada urusan kehidupan ini merupakan keterlibatan pada penampakan-penampakan pada kehidupan saat ini dan berlanjut dengan kemelekatan terhadap penampakan-penampakan tersebut. Singkat kata, kemelekatan pada kehidupan saat ini. Diajarkan bahwa segala perbuatan yang dilakukan atas dasar kemelekatan pada kehidupan saat ini sebagian besar hanya akan menciptakan karma-karma untuk terlahir kembali di alam rendah.

Kalau kita melekat pada kehidupan saat ini, kita ibarat menggali kuburan sendiri. Artinya, dengan melekat pada kehidupan saat ini kita menciptakan penderitaan di kehidupan yang akan datang. Untuk mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini, kita harus memahami bahwa segala kebaikan pada kehidupan saat ini, semuanya tidak memiliki esensi dan tidak bermakna. Segala kebaikan itu pun tidak bertahan lama. Tak peduli seberapa banyak kenikmatan hidup saat ini yang berhasil Anda kumpulkan dan nikmati, apakah itu harta benda, persahabatan, dan seterusnya, tak satu pun dari semua hal tersebut yang bisa dibawa ke kehidupan berikutnya.

Walaupun kita berhasil mengumpulkan dan menikmati kebaikan-kebaikan samsara, tapi ketika meninggal, itu semua menjadi tidak berguna, karena tidak bisa dibawa ke kehidupan berikutnya. Kalau kita bisa melihat dengan sisi demikian, maka kita bisa sedikit mengambil jarak terhadap kebaikan-kebaikan dalam kehidupan saat ini. Dengan memahami bahwa semua kebaikan samsara tidak memiliki esensi dan tidak ada gunanya, artinya semuanya tak berguna ketika kita mati nanti, maka kita bisa berpaling dari mereka. Inilah yang disebut sikap menolak samsara, yaitu menolak kebaikan-kebaikan yang ditawarkan oleh kehidupan saat ini.

Manfaat lain dari mengurangi kemelekatan terhadap kebaikan-kebaikan hidup ini (dengan merenungkan manfaatnya yang terbatas dan ketiadaan esensi yang sejati) maka ketika tiba hari di mana kita berpisah dengan semua kepemilikan kita “keluarga, sahabat, dst” maka ketika kita berpisah dengan mereka semua (yang pasti akan terjadi suatu hari nanti, terutama pada saat kematian), maka kesedihan yang kita alami akan sedikit berkurang. Ketika mati, kemelekatan kita akan muncul. Sebelum mati pun, kita senantiasa melekat pada barang-barang kepemilikan kita, dan inilah yang menimbulkan kecemasan, ketakutan, dan seterusnya.

Kalau kita tidak mengambil langkah-langkah pencegahan untuk mengurangi kemelekatan terhadap kehidupan saat ini, tentu saja kita masih tetap mempertahankan segala hal yang kita sebut sebagai ‘milikku,’ segala hal yang sangat kita sayangi, apakah itu harta benda, sahabat, anak-anak, istri/ suami, bahkan badan jasmani kita, dan ketika kita harus meninggalkan itu semua, maka kita akan merasakan kesedihan yang mendalam, termasuk kekecewaan yang mendalam. Kalau kita sudah berada pada kondisi demikian dan bertanya, “Apa lagi yang bisa aku lakukan?” maka kita sudah benar-benar terpengaruh oleh kehilangan yang kita alami dan kalau sudah begini kondisinya tentu sangat sulit untuk dihadapi.

Sebenarnya, tidak ada kerugian sama sekali kalau kita mengurangi kemelekatan kita. Dengan mengurangi kemelekatan kita, bukan berarti mengurangi kepemilikan kita atau kita akan kehilangan semuanya. Mengurangi kemelekatan terhadap orang-orang yang kita cintai pun bukan berarti rasa sayang kita terhadap mereka menjadi berkurang. Jadi, sesungguhnya, kita tidak akan rugi kalau mengurangi kemelekatan.

Tidak ada yang mengatakan bahwa kita tidak butuh apapun. Tidak ada yang bilang Anda tidak butuh harta benda, tidak perlu berhubungan dengan siapapun, tidak perlu badan jasmani Anda. Tentu saja kita masih membutuhkannya karena itu semua merupakan kebutuhan mendasar dalam hidup ini. Tapi yang pasti tidak kita butuhkan adalah sifat melekat. Sifat melekat tidak akan memberikan manfaat, justru akan berbahaya.

Ada orang yang tidak begitu melekat dengan harta benda/ barang kepemilikan. Mereka mungkin lebih melekat pada sahabat dan keluarga. Ketika mendengar penjelasan bahwa kita tidak perlu melekat pada orang-orang yang kita sayangi, bukan berarti Anda menjadi orang yang dingin, tidak berperasaan, atau bersikap netral-netral saja. Artinya orang yang tidak memiliki cinta dalam hatinya. Kalau ada yang berpikir demikian, ini adalah sebuah kesalahpahaman karena tidak ada yang mengatakan demikian.

Anda harus menyadari bahwa kesenangan atau kebahagiaan yang dirasakan karena berada dekat dengan orang-orang yang kita senangi sebenarnya bukanlah cinta sejati, pun bukan rasa sayang yang sejati, tapi ada sesuatu yang lain di sana. Kesenangan dan kebahagiaan yang kita rasakan ketika berada dekat dengan orang-orang yang kita senangi bukan berarti mengandung cinta dan sayang, tapi bisa jadi melibatkan sesuatu yang lain sama sekali.

Apa sih definisi dari cinta itu sendiri? Cinta adalah keinginan supaya orang lain mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan. Kesenangan yang kita rasakan ketika berada dekat dengan orang-orang yang kita senangi jarang sekali atau bahkan tidak berkaitan sama sekali dengan kebahagiaan mereka. Jadi, yang ada sebenarnya justru keinginan untuk memenuhi kesenangan pribadi, yakni kepuasan diri sendiri. Untuk memuaskan diri sendiri, kita memanfaatkan orang lain, semata-mata untuk kesenangan kita sendiri. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan kebahagiaan mereka. Kalau sudah demikian situasinya, berarti motivasinya semata-mata untuk mementingkan diri sendiri, untuk memenuhi tujuan diri sendiri, dan pada akhirnya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri saja.

Dengan demikian, untuk membangkitkan rasa cinta yang sejati, kita harus mengembangkan kualitas-kualitas positif yang dibutuhkan. Dimulai dari mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini, kita harus merenungkan kemuliaan terlahir sebagai manusia. Dalam topik kemuliaan terlahir sebagai manusia, ada tiga poin besar yang harus direnungkan, yaitu:

1) Mengidentifikasi eksistensi manusia dengan 8 kebebasan dan 10 keberuntungan
2) Merenungkan nilai besarnya
3) Merenungkan betapa sulitnya kelahiran itu diperoleh

 

Berikutnya, untuk mengatasi kemelekatan pada kehidupan saat ini, kita juga harus merenungkan kematian dan ketidak-kekalan. Saya tidak bisa menguraikan kedua topik ini panjang lebar di sini sekarang, akan tetapi Anda bisa merujuk pada garis-garis besar Lamrim yang tersedia dalam teks Instruksi-instruksi Guru yang Berharga. Di sana Anda bisa menemukan poin-poin esensial yang harus direnungkan.

Bagaimana perenungan kematian dan ketidak-kekalan bisa berfungsi untuk mengatasi kemelekatan terhadap kehidupan saat ini? Dengan merenungkannya, kita semakin teryakinkan bahwa kita pasti akan mati. Pemikiran kepastian kematian akan menuntun pada apa? Ini akan menuntun pada pemikiran terhadap kehidupan setelah kematian, yaitu kemungkinan alam-alam apa saja yang bisa didapatkan setelah meninggal.

Misalnya kita melihat bahwa ada resiko sangat besar bagi kita untuk mengalami penderitaan di alam rendah, maka kita memutuskan untuk mencari perlindungan. Dari situ, kita akan berlindung kepada Triratna. Ingatan akan kematian memaksa seseorang untuk berpikir apa yang akan terjadi setelah kematian dan mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian tersebut. Kalau kita merasa kita akan mengalami penderitaan, maka kita akan berupaya untuk mencari perlindungan dengan mengambil trisarana. Selain berlindung, kita juga harus mempraktikkan sila-sila berlindung.

Sila berlindung pada dasarnya adalah menjalani hidup sesuai hukum karma dan akibat-akibatnya, serta menghindari perilaku tak bajik. Dengan kata lain, berperilaku baik dan mengembangkan keyakinan yang kuat terhadap hukum karma dan akibat-akibatnya, serta berperilaku sesuai dengannya. Kalau kita melaksanakan ini semua, maka hasilnya kita akan terlindungi dari penderitaan di alam rendah, yang berarti kita akan terlahir di alam tinggi, apakah sebagai manusia ataupun dewa.

Kalau kita berperilaku bajik sesuai hukum karma, maka ini akan menjamin kita mendapatkan kelahiran yang baik di kehidupan berikutnya. Dan di kehidupan berikutnya itu, kalau kita lanjut menjaga sila dan berperilaku baik, maka kehidupan berikutnya lagi kita akan mendapatkan kelahiran yang tinggi lagi, apakah sebagai manusia ataupun dewa. Demikian seterusnya, sehingga kita terlindungi dari penderitaan alam rendah untuk sementara. Tapi situasi terlindungi ini tidak berlangsung selama-lamanya. Kita masih memiliki resiko suatu hari nanti, dalam salah satu kehidupan kita, untuk terjatuh ke alam rendah dan menjalani penderitaan di sana.

Lebih lanjut, bahkan dalam kehidupan-kehidupan di alam tinggi tersebut pun, sebenarnya kita masih terus menghadapi penderitaan, yakni penderitaan akibat penuaan, jatuh sakit, dan kematian. Jadi, walaupun kita sudah terlahir di alam yang menyenangkan, kita masih berada dalam posisi beresiko menghadapi berbagai jenis penderitaan, ditambah dengan resiko munculnya kemelekatan pada sebuah kehidupan tertentu hingga kemelekatan terhadap samsara secara keseluruhan. Dari kedua jenis kemelekatan ini kita memiliki resiko terjadi ke alam rendah suatu hari nanti.

Walaupun kita bisa terlahir di alam tinggi dan menikmati kebahagiaan di sana, tapi tetap saja kita harus mengalami karakteristik penderitaan samsara yang berlaku di seluruh samsara, yaitu kekurangan samsara karena tidak adanya kepastian, kekurangan samsara karena ketidakpuasan, dan seterusnya. Terlepas dari kelahiran di alam-alam tinggi, selama kita masih berada di dalam samsara, kita akan terus mengalami penderitaan yang menjadi sifat dasar samsara.

Satu-satunya solusi adalah membangkitkan sikap batin yang berpaling dari samsara secara keseluruhan, yaitu niat untuk terbebaskan dari samsara. Apakah penawar untuk mengatasi kemelekatan terhadap samsara secara keseluruhan? Je Rinpoche di dalam Tiga Kualitas Utama Sang Jalan mengatakan penawarnya adalah merenungkan kepastian hukum karma dan akibat-akibatnya secara berulang-ulang, serta merenungkan kerugian-kerugian samsara. Dengan realisasi kedua topik ini, kita bisa mengurangi kemelekatan terhadap samsara secara keseluruhan dan membangkitkan sikap menolak samsara (renunciation).

Penawar untuk kemelekatan terhadap kehidupan saat ini berikut segala kebaikan yang ditawarkan oleh kehidupan saat ini adalah perenungan kemuliaan terlahir sebagai manusia serta kematian dan ketidakkekalan. Setelah ini berhasil direnungkan dan direalisasikan, barulah seseorang bisa mengatasi kemelekatan terhadap samsara secara keseluruhan, yaitu dengan merenungkan kepastian hukum karma dan akibat-akibatnya, serta merenungkan kerugian atau kekurangan samsara. Kekurangan ini mencakup keharusan untuk terlahir kembali, mengalami penuaan, sakit, mati, dan seterusnya.
Dengan demikian, perenungan terhadap kerugian-kerugian samsara pada akhirnya akan menuntun kita untuk mengembangkan sikap batin yang menolak segala bentuk kebaikan yang ditawarkan oleh samsara. Kemudian kita akan membangkitkan sikap batin yang berpaling dari segala kebaikan samsara, dan memahami bahwa solusi satu-satunya adalah membebaskan diri sepenuhnya dari samsara, yaitu renunciation atau penolakan samsara.

Apakah tanda-tanda seseorang yang sudah membangkitkan sikap menolak samsara? Je Rinpoche menjelaskannya di dalam Tiga Kualitas Utama Sang Jalan. Kapanpun seseorang bertemu dengan kebaikan samsara, kalau ia tidak membangkitkan ketertarikan sedikitpun terhadapnya, dan hanya beraspirasi untuk membebaskan dirinya dari samsara, maka itulah tanda-tanda seseorang yang sudah menolak samsara.

Dengan kata lain, kapanpun seseorang bertemu atau memersepsi sisi-sisi baik dari lingkaran keberadaan (samsara), ketika ia tidak merasakan ketertarikan sedikit pun dan satu-satunya niat yang muncul dalam batinnya adalah berjuang untuk mencapai pembebasan, berarti orang ini sudah membangkitkan penolakan samsara atau niat untuk terbebaskan dari samsara. Ia sudah benar-benar tidak tertarik kepada samsara secara keseluruhan dan satu-satunya keinginannya hanyalah untuk terbebaskan darinya.

Dengan membangkitkan sikap demikian bukan berarti ia telah benar-benar mencapai pembebasan dari samsara, tapi setidaknya ia sudah mulai untuk bekerja meraih pembebasan. Segala karma yang diciptakan di bawah pengaruh penolakan samsara akan berfungsi menjadi sebab-sebab pencapaian seseorang. Bukan hanya itu saja. Begitu seseorang sudah merealisasikan penolakan samsara, itu berarti ia telah menciptakan pondasi untuk merealisasikan welas asih yang sejati, yakni welas asih agung. Karena kalau seseorang sudah mencapai sikap batin yang benar-benar merenungkan penderitaan samsara dan melihat sifat dasar samsara hanyalah penderitaan dan niat satu-satunya hanya untuk terbebaskan darinya, maka pemahaman atas kondisi diri sendiri ini bisa diterapkan kepada orang lain. Yaitu memahami bahwa situasi mereka juga sama tak tertahankannya, sama menderitanya. Dengan pemahaman ini, Anda tidak sabar untuk membebaskan mereka dari samsara, sama halnya Anda sendiri tidak sabar untuk membebaskan diri Anda dari samsara.

Begitu Anda telah memahami penderitaan samsara Anda sendiri dan beraspirasi mencapai pembebasan, dan ketika Anda bisa menerapkannya pada orang lain dengan tingkat yang sama dengan diri Anda sendiri, bahwasanya mereka juga mengalami penderitaan dan membangkitkan keinginan supaya mereka tidak perlu lagi menderita, inilah yang disebut welas asih. Ketika welas asih ini diarahkan kepada semua makhluk, inilah yang disebut welas asih agung.

Ketika seseorang sudah berhasil membangkitkan penolakan terhadap samsara, maka apapun tindakannya, baik yang dilakukan dengan fisik, ucapan, dan batin, akan berfungsi menjadi sebab-sebab pencapaian pembebasan. Sebelum membangkitkan penolakan samsara, maka kebajikan apapun yang dikumpulkan hanya akan berfungsi untuk menghasilkan kelahiran kembali di dalam samsara.

Manfaat dari penolakan samsara adalah berhenti menciptakan sebab-sebab untuk terlahir di dalam samsara. Selain itu, ia juga merupakan basis pembangkitan welas asih agung. Hanya dengan penolakan samsara yang sejati, barulah seseorang bisa membangkitkan welas asih agung. Berikutnya, dengan kualitas penolakan samsara, maka apapun yang dilakukan, baik itu dengan fisik, ucapan, maupun pikiran, hanya menjadi sebab untuk terbebaskan dari samsara, tapi belum memungkinkan seseorang untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Untuk itulah, mereka yang bijaksana berjuang untuk merealisasikan batin pencerahan yang berharga (bodhicitta).

Je Rinpoche dalam karya tersebut lanjut mengatakan bahwa bagi mereka yang memiliki kualitas penolakan samsara tapi tidak memiliki bodhicitta, maka kualitas itu tidak akan menuntunmu pada pencapaian Kebuddhaan. Karena itu, mereka yang cerdas dan bijaksana akan berjuang untuk merealisasikan batin pencerahan yang berharga.

Akan tetapi, Je Rinpoche juga lanjut menjelaskan, bahwa tak peduli seberapa besar kualitas penolakan terhadap samsaramu, dan tak peduli seberapa banyak Anda memeditasikan bodhicitta, kedua kualitas ini tidak bisa menghancurkan akar samsara. Untuk menghancurkan akar samsara, seseorang harus memeditasikan kesaling-tergantungan/ pandangan unggul. Pandangan unggul (penembusan kesunyataan) inilah yang bisa membusukkan akar samsara. Penolakan samsara dan bodhicitta tidak cukup untuk memotong akar samsara. Hanya pandangan unggul atau penembusan ketanpa-aku-an yang bisa memotong akar samsara.

Kesimpulannya, untuk mencapai kebahagiaan yang tertinggi, yaitu kebahagiaan pencapaian Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna, seseorang harus memeditasikan tiga kualitas utama pada jalan spiritual, yaitu:

1) Penolakan samsara
2) Batin pencerahan yang berharga
3) Pandangan unggul

 

Perlu diketahui bahwa pencapaian kualitas-kualitas tersebut hanya bisa dicapai secara bertahap. Anda bisa mulai dari mengatasi kesalahan-kesalahan yang lebih kasar yang Anda miliki, baru kemudian bergerak untuk mengatasi kesalahan-kesalahan yang lebih halus. Demikianlah cara kita berkembang secara pelan tapi pasti. Jangan bayangkan bahwa orang yang tadinya adalah orang biasa yang penuh kesalahan tiba-tiba dalam waktu satu malam berubah menjadi seseorang yang memiliki kualitas sebaliknya.

Demikianlah kita sudah menyelesaikan topik ajaran akhir pekan ini, yaitu “Mencapai Kebahagiaan: Ilusi atau Realita?” Terima kasih atas perhatian yang sudah Anda tunjukkan. Yang paling penting semoga Anda semua mendapatkan manfaat. Selain itu, saya mohon Anda semua berupaya sekuat tenaga untuk mempraktikkan apa yang sudah didapatkan dari sesi ajaran ini. Walaupun Anda belum benar-benar bisa mempraktikkannya, minimal dengan mendengarkan penjelasan dan memahami situasi sebagaimana adanya, itu sudah sangat bermanfaat.

Saya sudah memaparkan penjelasan dari sudut pandang buddhis mengenai jenis-jenis kebahagiaan yang mungkin dicapai. Saya juga sudah memberikan indikasi-indikasi bagaimana cara mencapainya, yaitu metode seperti apa yang bisa dipakai untuk mencapainya. Metode utama yang dijelaskan di sini adalah Tahapan Jalan Menuju Pencerahan untuk ketiga jenis praktisi, atau Lamrim. Ringkasan dari poin-poin penting Tahapan Jalan ini bisa dilihat pada garis-garis besar Lamrim, atau pada teks Instruksi-instruksi Guru yang Berharga.

Tadi saya sudah membacakan transmisi hingga poin bagaimana mencapai kebahagiaan pada kehidupan mendatang, yaitu mengambil perlindungan dan menjalani hidup sesuai hukum karma. Saya juga diminta untuk memberikan transmisi permohonan kepada Dakini, pada bagian akhir setelah Prajnaparamita Sutra. Saya juga akan memberikan transmisi mantra Sakyamuni, Avalokitesvara, Manjushri, Vajrapani, dan Arya Tara.

[Transmisi]

Sebagai pertanda baik, saya akan membacakan ulang transmisi Instruksi-instruksi Guru yang Berharga.

[Transmisi]

Kita sudah bisa menikmati ajaran selama dua hari ini berkat kerja keras panitia dari Kadam Choeling Nantes. Saya berterima-kasih kepada upaya dan kerja keras Anda semua. Saya juga berharap Anda semua bisa melanjutkan kelompok belajar yang selama ini sudah dilaksanakan. Kepada semuanya, saya juga berharap Anda semua melanjutkan praktik belajar, merenung, dan meditasi Anda.

Saya akan mempersembahkan sebuah tangka kepada Kadam Choeling Nantes. Thangka-nya adalah thangka Je Rinpoche, yang menggambarkan Ganden Lha Gyama dengan sosok Je Tsongkapa di tengah dan kedua murid beliau, Gyalsab Je dan Khedrup Je. Terima kasih juga kepada semua peserta yang mendengarkan ajaran ini melalui siaran web di tempat-tempat lain. Saya mendoakan agar praktik spiritual Anda sukses selalu. Tak lupa terima kasih juga saya ucapkan kepada para penerjemah dan teknisi webcast. Tanpa mereka, siaran webcast tidak bisa dilaksanakan.

*** End of Session 4***

(jl)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *