Liputan Teaching Suhu di Medan

  • January 22, 2008

“Samsara is (Still) No Way Out”

“Masihkah ada harapan untuk Medan?”

Begitulah pertanyaan itu
terus-menerus dilontarkan oleh Suhu kepada anak-anak dalam

kunjungan Beliau ke Medan pada 16-19 Januari 2008. Memang, selama ini

Kota Medan menyandang predikat sebagai kota bisnis dengan gaya hidup

perkotaan yang materialistis.

Dengan latar pemandangan Kota Medan di malam hari , di tingkat ketujuh

(kamar 705) sebuah apartemen di pusat kota yang cukup dekat dengan Sun

Plaza, ikon kota Medan, di sebuah ruangan berukuran panjang 10 meter

lebar 4 meter, suara Suhu yang hendak men-“sikat habis” orang

Medan menggelegar hingga ke pojok ruangan. Hampir seluruh peserta yang

kebanyakan anak muda duduk bersila di lantai, sementara beberapa ibu-ibu

dan ai-ai duduk di kursi merapat ke sudut tembok. Di hadapan para peserta,

terpampang layar slide yang menyajikan materi yang dipersiapkan oleh

anak-anak Bandung.

Suhu adalah sosok yang cukup dekat dengan sifat-sifat dan penyakit

orang Medan sehingga mampu memaparkan segala keburukan orang-orang

Medan berikut gaya hidupnya. Dengan materi yang disajikan melalui slide

presentasi, Suhu mengupas topik Karma, mulai dari definisi hingga 10

perbuatan tak bajik. Tak lupa Suhu juga menyindir mentalitas orang Medan

yang mengejar makanan, pakaian dan reputasi. “Sehari makan empat

kali, pusing aku!”, demikian keluh Suhu terhadap kebiasaan orang Medan

yang suka makan enak. Suhu juga mempertanyakan filosofi tujuan hidup

agar tidak sekedar “Ciak lau, tang si” Tak pelak, peserta yang hadir pada sesi teaching umum terbatas yang dimulai pada

pukul 19.30 di ruang tamu Traveller?s Suite, Jl. Listrik, Medan, diajak

untuk berpikir dan berhadapan dengan diri dan lingkungannya sendiri.

Kunjungan Suhu ke Medan kali ini merupakan kunjungan yang kesekian

kalinya, namun sesi teaching kali ini merupakan sesi teaching dengan

peserta paling banyak dengan target peserta umum terbatas. Selain grup

belajar Brayan-Medan, turut hadir adalah beberapa mantan aktivis vihara di

Jogja yang sudah pulang dan menetap di Medan. Beberapa sempat curhat

dan mengutarakan kerinduan mereka terhadap dharma karena selama ini

larut dalam kesibukan sehari-hari. Ada juga yang rindu dengan kesibukan

mengakomodir orang-orang yang “mencari dharma”, karena dulunya

sering terlibat dalam kepanitiaan vihara. Selain itu, ada pula

mahasiswa-mahasiswi kota Medan dari Universitas Sumatera Utara dan

IT&B yang diundang oleh teman-teman mereka. Total peserta kurang lebih

mencapai 50 orang.

Di sela-sela kunjungan selama empat hari di Kota Medan, Suhu beserta

beberapa anak sempat pula mengunjungi Badan Warisan Sumatera (BWS),

sebuah lembaga non-profit yang bertujuan melestarikan warisan budaya

Kota Medan, yang berkantor di Jl. Sei Selayang No.39, Medan. Di lokasi

sekretariat yang merupakan sebuah rumah tua itu, rombongan sempat

bertemu dengan seorang pengurus BWS yang kebetulan juga seorang alumni

ITENAS Bandung jurusan Arsitektur bernama Suhardi Hartono. Suhu

sempat bertukar sapa dan berdiskusi dengan Mr. Suhardi mengenai budaya

dan konservasi bangunan tua. Di rumah ini juga dipajang foto-foto kota Medan zaman

dulu yang memperoleh lisensi dari Belanda untuk diperbanyak dan dijual

untuk menyokong kegiatan BWS. Ada satu perpustakaan kecil yang berisi

buku-buku Arsitektur yang menurut sekretarisnya sering dijadikan referensi

anak-anak Arsitektur Kota Medan yang mencari literatur gedung tua Kota

Medan. Ada juga barang-barang antik seperti meja, kursi, dan balai-balai.

Sesi terakhir digelar pada tanggal 18 Januari 2008 dan mengambil tempat di

salah satu kamar hotel bintang lima di Kota Medan. Sesi yang dikhususkan

untuk kalangan terbatas ini mengupas lebih dalam dengan materi “Guide

for Travel to The Jewel Land” oleh Guntang Jampel Yang yang

dikomentari oleh Ven. Dagpo Lama Rinpoche dengan pendahuluan: The

root of Dharma practice is kindness, The key to Dharma practice is pure

study, The measure of Dharma practice is turning from attachment of this

life, The essence of Dharma practice is the union of method and wisdom.

Suhu juga membahas penderitaan atau “Dukkha”. Kebetulan pada

malam itu, kamar hotel yang berukuran standar sempat diisi oleh hampir 40

kepala, sehingga ruangan menjadi cukup sumpek dan panas. Beberapa

peserta duduknya berjejalan sehingga pegal dan panas, contoh nyata dari

ketidak-nyamanan atau dukkha. Suhu menasehati bahwa segala

ketidak-nyamanan yang kita alami saat ini merupakan akibat dari karma di

masa lampau dan selama kita masih berada di dalam samsara, adalah hal

yang mustahil untuk meraih kenyamanan yang kekal. Sungguh ironi bahwa

segala sesuatu yang beredar di kota Medan, terutama banyaknya jenis-jenis

makanan Medan yang enak-enak hanyalah semata-mata untuk memuaskan

rasa enak dan rasa nyaman yang nyata-nyata tidak bisa diraih dan

dipertahankan. Dan selama ini, kita diterpa oleh 8 Angin Duniawi, terutama

ingin memperoleh reputasi dan pujian, sehingga jalan hidup mengikuti orang

kebanyakan.

Hingga menjelang sesi usai, malam pun merambat menuju dini hari. YM

Suhu sempat berpesan 3 poin:

1) Tanyakan diri sendiri: Motivasi praktik dharmamu apa?; 2) Tunjukkan

bahwa kamu serius; 3) Kasih PR.

Kalau 3 poin itu dirasa terlalu banyak, YM Suhu masih bisa kompromi

hingga menjadi 1 poin saja, yaitu: “Jaga motivasi setiap hari. Jaga jangan

sampai keterlaluan.”

Dengan latar jendela kaca yang menyajikan pemandangan malam Kota

Medan, Suhu terduduk sambil

bergumam, “Masihkah ada harapan untuk Medan?”

br>
Joly

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *