Nantes Sesi 3: The Secret of The Mind

  • April 11, 2012
Transkrip Webcast Nantes
“Kebahagiaan Universal”
Nantes, 30 Maret – 1 April 2012
Sesi 3 [14:30 – 17:00 WIB]
Set the Motivation

Penting sekali kita mengambil sedikit waktu untuk merenungkan kenyataan bahwa kita sudah terlahir manusia. Sebagai manusia, kita adalah makhluk hidup, makhluk yang memiliki batin. Pengalaman apa pun yang kita rasakan, baik itu yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan, semuanya tergantung pada cara berpikir kita.

Adalah suatu kenyataan bahwa kita semua memiliki batin dan kita menyadari akan hal tersebut. Namun, cara setiap orang menyadarinya tentu berbeda-beda. Kondisi batin setiap orang juga berbeda-beda pula, misalnya antara batin kita dengan batin tetangga, dan sebagainya. Penting sekali bagi kita untuk menyadari kondisi batin kita, apakah itu bahagia atau tidak bahagia, cemas, khawatir, dan sebagainya. Kita harus terus-menerus berupaya menyadari kondisi batin kita sendiri.

Setiap Orang Memiliki Batin-nya Masing-masing

Di ruangan ini terdapat lebih dari 100 orang yang hadir di sini. Masing-masing dari setiap orang memiliki batin. Kita yakin akan hal tersebut. Tapi kondisi batin setiap orang berbeda-beda. Sehubungan dengan kondisi batin seperti apa yang dimiliki tiap orang, itu hanya bisa diketahui oleh masing-masing individu secara pribadi.

Kondisi batin yang memiliki pikiran-pikiran yang berbahaya, yang negatif, akan menjerumuskan seseorang ke alam rendah. Kalau sudah terlahir di alam rendah, ia akan mengalami penderitaan yang luar biasa. Kita perlu menyadari dan memahami betapa besar dan ekstrim-nya penderitaan kalau terlahir di alam rendah. Itu adalah konsekuensi atau akibat dari batin yang masih kasar, batin yang berbahaya, batin yang dipenuhi oleh niat jahat, yaitu niat untuk menyakiti orang lain.

Bisa pula batin yang dipenuhi kemelekatan yang kuat, serta keserakahan, baik terhadap benda-benda materi secara umum maupun benda-benda materi kepunyaan sendiri, dan sebagainya. Dikarenakan adanya penghalang-penghalang batin yang kuat seperti itu, maka batin tidak bisa berpikir dengan jernih. Batin tidak bisa merenung dan merefleksikan. Inilah yang kemudian menuntun pada penderitaan hebat dengan terlahir di alam rendah.

Jadi, ketika bermacam-macam kondisi batin terjadi pada diri kita, dan kemudian kita bertindak atas dasar bentuk-bentuk pikiran yang ada di dalam batin tersebut, kita kemudian menciptakan karma yang akan menjerumuskan kita ke alam rendah. Apa yang terjadi ketika kita terlahir di alam rendah? Setelah kita melalui proses kematian dan kelahiran kembali, kita akan mendapati batin kita berada pada kondisi yang sangat tidak menyenangkan, kondisi yang sangat bermusuhan, dan harus menghadapi berbagai jenis penderitaan dan lingkungann yang tidak menyenangkan.

Konsekuensi terlahir di alam rendah adalah batin kita senantiasa mengalami penderitaan, dari satu ke lain bentuk. Penderitaan itu terus-menerus berbuah dan muncul di dalam batin kita. Penderitaan yang mirip juga bisa kita alami ketika terlahir sebagai manusia. Yakni, ketika sebagai manusia kita bertemu dengan kondisi-kondisi yang mirip dengan kondisi-kondisi terlahir di alam rrendah. Misalnya, ketika hidup kita tidak bahagia dan ditimpa banyak kemalangan atau didera banyak masalah.

Ketika kita berada dalam kondisi seperti itu, segala sesuatu kelihatan tidak menyenangkan. Segala sesuatu yang terjadi pada dunia kita bergantung pada kondisi batin kita. Ketika kondisi batin kita berada pada kondisi yang buruk, maka lingkungan sekitar kita terasa bermusuhan, tidak menyenangkan, gelap, tidak menarik, tidak memikat, dan sebagainya. Ada banyak kemungkinan pada kondisi lingkungan yang tidak menarik seperti itu ketika batin sedang terpengaruh oleh kondisi yang negatif.

Sebaliknya, ketika batin kita berada pada kondisi yang baik, segala sesuatu berjalan lancar, kita merasa bahagia, maka lingkungan yang sama bisa berubah menjadi lingkungan yang menyenangkan, nyaman, menarik, dan menimbulkan perasaan yang nikmat bagi kita.

Contoh, ketika seseorang mengucapkan sesuatu yang kasar pada kita, apa yang kita rasakan? Kita akan merasakan lingkungan yang gelap dan bermusuhan. Itu adalah akibat dari karma yang sudah berbuah pada kita. Konsekuensinya, lingkungan yang tadinya menyenangkan berubah menjadi tempat yang tidak menyenangkan bagi batin kita.

Dengan demikian, akan sangat baik sekali kalau masing-masing orang merenungkannya. Tanyakan kepada diri sendiri: Apakah Anda pernah mengalami hal seperti itu? Kalau pernah, Anda harus menanyakan kepada diri sendiri juga: Bagaimana itu bisa terjadi? Karena Anda semua setuju dengan penjelasan yang diberikan tadi, pertanyaannya adalah: Bagaimana itu bisa terjadi?

Sebuah lingkungan yang sama, ketika Anda berada dalam kondisi batin yang positif, segala sesuatu terasa menyenangkan. Tapi ketika keadaan berubah dan batin Anda sudah tidak lagi berada pada kondisi yang positif, lingkungan yang sama tersebut berubah menjadi tempat yang tidak menyenangkan, sulit, dan bermusuhan. Bagaimana ini bisa terjadi? Itu semua tergantung pada batin yang mencerap lingkungannya!

Dua Jenis Nantes

Ambil contoh tempat ini, yaitu Nantes di Perancis. Tempat ini adalah tempat yang menyenangkan, sebuah wilayah yang nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Tapi, di lain waktu, tempat yang menyenangkan ini bisa berubah menjadi tempat yang tidak enak, tidak menarik, dan tidak menyenangkan. Kita harus bertanya kepada diri sendiri: Apakah tempat ini benar-benar sudah berubah? Atau apakah persepsi kita yang sudah berubah? Sehingga tempat yang menyenangkan ini berubah menjadi tidak menyenangkan. Ini adalah pertanyaan yang harus diajukan kepada diri sendiri.

Ketika kita sedang tidak bahagia dan menghadapi permasalahan, cara kita melihat lingkungan sekitar juga berubah. Lingkungan yang tadinya membuat kita bahagia, senang, nyaman, tidak lagi muncul. Bukan hanya lingkungan, tapi hal yang sama juga berlaku untuk barang-barang kepemilikan, harta benda, dan sebagainya. Benda-benda kepemilikan tidak lagi menimbulkan perasaan menyenangkan kalau batin kita juga berada pada kondisi yang tidak bahagia.

Bayangkan ada seorang penduduk Nantes yang merasa nyaman, bahagia, senang. Tapi, sesuatu kemudian terjadi. Orang ini merasa terganggu, marah, dan frustrasi karena satu dan lain sebab. Maka tempat ini, Nantes ini, yang tadinya menyenangkan dan nyaman, tidak lagi muncul sebagai tempat menyenangkan. Persepsi yang mencerapnya menjadikan tempat ini tidak bersahabat, tidak menyenangkan. Dari dua versi Nantes ini, yaitu Nantes yang menyenangkan dan Nantes yang tidak bersahabat, mana yang benar? Apakah kedua tempat itu benar-benar ada?

Kita di sini mengambil Nantes sebagai contoh, tapi sebenarnya ada banyak tempat-tempat lain. Misalnya di Perancis saja ada tempat menyenangkan lainnya seperti Bordeaux, —, Paris, yang merupakan tempat-tempat yang indah.

Kalau saya membahas isu ini, barangkali ada di antara kalian yang menganggap ini adalah sesuatu yang abstrak, sesuatu yang berbau filosofis. Sesuatu yang kering kerontang, tidak relevan, dan tidak bermakna. Tapi saya pribadi berpendapat sebaliknya. Justru saya berpikir ini sangat relevan dan berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari yang kita alami selama ini.

Coba Anda pikirkan, antara kedua jenis lingkungan itu, yang satu menyenangkan dan yang lainnya tidak, mana yang benar-benar eksis? Apakah mereka benar-benar eksis atau tidak? Ataukah keduanya sama-sama tidak eksis? Kalau misalnya kedua-duanya tidak eksis, berarti tidak ada lingkungan sama sekali dan ini adalah sesuatu yang sulit untuk diterima karena berarti kita mengingkari adanya sebuah lingkungan yang selama ini diketahui eksis di dunia ini. Bzgi orang awam, tentu saja ketiadaan sebuah tempat yang selama ini ada adalah sesuatu yang tidak bisa diterima.
Jadi, kembali pada pertanyaan kita: apakah kedua jenis lingkungan itu, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan, benar-benar eksis? Apa pendapat Anda?

Jawabannya berkaitan dengan persepsi yang muncul di dalam batin yang bergantung pada karma.

Apakah kondisi batin yang mencerap sesuatu sebagai lingkungan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan? Apakah sesungguhnya ada kedua jenis lingkungan yang berbeda pada satu tempat yang sama?

Seseorang di antara peserta menjawab tidak eksis. Sulit bagi kita untuk mengatakan kedua-duanya tidak eksis, yang berarti tidak ada lingkungan sama sekali. Jadi, yang bisa kita pahami di sini adalah kedua lingkungan tersebut sama-sama eksis, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.

Alasan mengapa kita menyatakan demikian karena kedua jenis lingkungan itu bisa muncul pada satu orang yang sama. Ketika seseorang memiliki kondisi batin yang baik, maka ia akan melihat tempat tersebut sebagai lingkungan yang menyenangkan. Tapi ketika kondisi batinnya tidak baik, maka batin orang ini akan mencerapnya sebagai lingkungan yang tidak menyenangkan. Jadi, semuanya bergantung pada kondisi batin orang yang mencerap sebuah tempat tertentu, untuk kemudian menentukan apakah tempat tersebut merupakan lingkungan yang menyenangkan atau tidak. Jadi, baik yang menyenangkan maupun tidak, keduanya sama-sama eksis.

Sesuatu yang menyenangkan akan menimbulkan perasaan menyenangkan. Dengan perasaan yang bahagia ini, apabila seseorang melihat lingkungannya, maka itu akan berakibat sensasi yang menyenangkan pula. Kedua jenis lingkungan yang merupakan akibat, masing-masing berasal dari sebabnya. Berdasarkan sebabnya, maka lingkungan itu berfungsi pada batin orang yang mencerapnya. Sehingga kita bisa mengatakan kedua jenis lingkungan itu eksis.

Suatu kebenaran juga kalau dikatakan bahwa apa yang muncul di dalam batin bergantung pada karma-karma yang sudah kita kumpulkan. Fungsi utama batin salah satunya adalah mengakumulasi karma. Jadi, kondisi batin yang sepenuhnya jernih adalah poin yang sangat krusial karena itulah yang menentukan pengalaman-pengalaman kita, apakah kita bahagia atau tidak. Dari itu, sangat penting pula di dalam hidup ini kita mengembangkan batin dan meningkatkan cara berpikir.

Kita harus bisa men-transformasikan batin menjadi pencipta karma-karma baik. Senantiasa memastikan bahwa batin kita dipenuhi pikiran-pikiran bajik yang pada gilirannya mendorong kita untuk menciptakan karma-karma bajik. Inilah yang akan menjamin kita mendapatkan buah kebahagiaan di masa yang akan datang.

Mind-Only School

Beberapa dari Anda sudah mempelajari aliran filsafat Buddhis. Salah satunya yang disebut cittamatin atau Mind-only. Menurut pandangan ini, semua fenomena atau eksistensi memiliki sifat dasar batin. Ini sebagai pendukung bagi penjelasan yang tadi sudah diberikan.

Aliran itu berpendapat segala fenomena atau eksistensi yang muncul pada dasarnya bersifat batiniah. Berarti, segala sesuatu ditentukan oleh kondisi batin kita, atau aktivitas-aktivitas mental kita. Aliran ini berpendapat segala fenomena memiliki sifat dasar batiniah.

Ketika Buddha memutar roda dharma yang ketiga, Beliau membabarkan pandangan ini pada sekelompok pengikut yang akan mendapatkan manfaat dari ajaran ini. Jadi ajaran tentang pandangan ini sudah diadaptasikan sedemikian rupa untuk kebutuhan para pendengar ini.

Jadi, pernyataan bahwa semua fenomena pada dasarnya adalah batin atau bersifat batiniah bisa dipahami dalam konteks yang baru saja dijelaskan. Artinya, kondisi batin pribadi perseorangan menentukan bagaimana cara kita mempersepsikan lingkungan di sekitar kita. Kalau batin berada pada kondisi yang luar biasa dan unggul, maka segala sesuatu di sekitar kita terlihat unggul dan menarik pula.

Madhyamika-Prasangika School

Tapi kita bukanlah pengikut cittamatin. Kita adalah pengikut aliran filosofis tertinggi, Madyamika-Prasangika. Pengikut Madhyamika-Prasangika tidak setuju dengan pandangan bahwa segala fenomena pada dasarnya bersifat batiniah. Mereka hanya menyatakan bahwa semua fenomena adalah penampakan belaka. Jadi, cara mereka menyatakan bagaimana fenomena eksis pada batin adalah berbeda. Mereka tidak mengatakan fenomena adalah batin tapi mengatakan fenomena yang muncul hanyalah penampakan dalam batin. Segala sesuatu hanyalah penampakan yang muncul di dalam batin.

Alasan mengapa pengikut aliran tertinggi ini menolak pandangan bahwa semua fenomena memiliki sifat dasar batiniah dikarenakan ada fenomena tertentu, seperti Tanah, Udara, Api, Air, yang merupakan unsur-unsur dasar dan bukan fenomena mental. Mereka tidak muncul dari fenomena mental. Sebab utama unsur-unsur tersebut bukan berasal dari fenomena mental. Karena unsur merupakan materi, maka mereka haruslah dihasilkan oleh sebab berupa materi juga. Kita tidak bisa mengatakan fenomena materi dihasilkan oleh fenomena mental. Demikianlah Madhyamika-Prasangika menjelaskan mengapa tidak semua fenomena merupakan fenomena mental.

Akan tetapi, walaupun pandangan cittamatin tidak bisa kita pegang atau anut, namun pandangan ini sangat bermanfaat di dalam praktek spiritual. Karena pandangan ini menitik-beratkan pada pentingnya batin. Bahwasanya batin memegang peranan penting dalam hal menentukan persepsi.

Ketika ada pandangan yang menyatakan bahwa semua fenomena bersifat batin, maka apa yang bisa kita pelajari dari pandangan ini adalah kita perlu mengembangkan batin kita hingga ke tahap yang unggul. Hasilnya, kita akan mempersepsikan lingkungan yang unggul pula. Ketika batin merosot dan bersifat negatif, maka lingkungan yang dipersepsikan juga berubah, juga merosot seiring dengan kita melihat lingkungan di sekitar kita sebagai tempat yang tidak menyenangkan.

Kita tidak mengakui pandangan bahwa semua fenomena memiliki sifat dasar batin, namun kita tetap bisa menarik manfaatnya. Pandangan ini mendorong kita untuk berubah menjadi lebih baik dalam hal persepsi kita pada dunia di sekeliling kita, seiring dengan kita mengembangkan batin kita menjadi lebih baik. Kesimpulannya, kalau kita bisa mengembangkan batin dan mengubah cara berpikir, maka cara kita melihat lingkungan di sekitar kita juga berkembang menjadi lebih baik.

Pada akhirnya, ini akan menuntun pada persepsi unggul yang sempurna, sebagaimana yang dipersepsikan oleh seorang Buddha pada alam Buddhanya. Ketika kita sudah menjadi Buddha, kita akan melihat lingkungan yang sepenuhnya murni dan sempurna.

Dasar pemikirannya adalah, kita melihat dunia di sekitar kita berubah-ubah, bergantung pada kondisi batin kita. Kerangka batin yang bajik akan menghasilkan kebahagiaan. Sebaliknya, kerangka batin yang tidak bajik akan menciptakan ketidak-bahagiaan yang tak terelakkan.

Cara Kita Memandang Orang Lain

Poin penting lain yang harus kita perhatikan adalah bagaimana cara kita mempersepsikan orang-orang yang berbeda-beda dengan cara yang berbeda-beda pula. Kita menganggap orang-orang tertentu sebagai orang yang dekat, sayang, bersahabat, dan menarik. Di sisi lain, kita menganggap orang-orang lain sebagai musuh, berbahaya, dan menimbulkan perasaan tidak nyaman. Ada juga orang-orang yang tidak dekat, tapi juga bukan musuh, yaitu orang-orang yang kita anggap netral. Ini adalah cara yang biasanya kita terapkan dalam memandang orang lain.

Tentu saja kita tidak boleh berpuas diri dengan cara pandang seperti itu. Sebaliknya, kita harus berupaya untuk meningkatkan cara pandang kita. Dalam hal ini, kita harus melatih batin sesuai dengan cara Mahayana, yang memandang semua makhluk sebagai ibu. Kita bisa melakukannya dengan mengingat kembali kebaikan-kebaikan mereka dan membangkitkan niat untuk membalas kebaikan-kebaikan tersebut.

Atas dasar cara pandang seperti itulah kita mengembangkan kualitas yang disebut cinta kasih. Kita melihat semua makhluk dengan cara pandang yang diwarnai sifat cinta kasih, sehingga semua makhluk terasa dekat dan baik kepada kita. Kita juga harus mengubah persepsi kita yang menyama-ratakan semua makhluk. Artinya, menganggap mereka semua berada pada posisi yang setara, semuanya menyenangkan dan dekat dengan kita.

Semua Makhluk Lebih Berharga daripada Permata Pengabul Harapan

Sikap seperti ini diungkapkan dalam Delapan Bait Latihan Batin. Di sana dikatakan :

Dengan tekad mewujudkan
Tujuan tertinggi bagi semua makhluk
Yang lebih berharga daripada permata pengabul harapan
Semoga kupandang mereka sebagai yang paling kusayangi.

[Delapan Bait Latihan Batin, Bait Pertama, Geshe Langri Thangpa Dorje Sengge, Rio Helmi dan Surya Wijaya, Kemang, Januari 2005.]

 

Latihan Vajrayana yang Benar

Kalau Anda berlatih dalam Vajrayana dan mempraktekkan Tantra dengan benar, maka pada akhirnya Anda akan mampu mempersepsikan dunia di sekeliling Anda sebagai tempat yang benar-benar murni, bebas dari ketidak-sempurnaan sekecil apa pun.

Jelas sudah bahwa cara kita mempersepsikan dunia di sekeliling kita bergantung pada kondisi batin. Jelas pula bahwa jika Anda ingin bahagia, Anda harus benar-benar berupaya keras untuk mengembangkan kondisi dan tingkat batin Anda.

Itu sebabnya pula Guru Buddha di dalam sutra mengatakan bahwa akan sangat baik kalau seseorang menaklukkan batinnya. Jika Anda menaklukkan batin, Anda akan menemukan kebahagiaan. Jika Anda sepenuhnya berhasil menaklukkan batin, Anda akan mencapai pembebasan.

Kita sudah melihat bagaimana kondisi mental betul-betul memainkan peranan yang sangat penting terhadap bagaimana kita mempersepsikan dunia ini. Itu pulalah yang menentukan apakah kita bahagia atau tidak. Oleh karena itu, ketika Anda mendengarkan istilah “menaklukkan batin,” saya mohon Anda tidak memahaminya sebagai sesuatu yang abstrak. Anda seharusnya mengaitkannya langsung dengan diri Anda sendiri dengan berkata, “Ya, kondisi batinku menentukan apakah aku bahagia atau tidak. Ya, aku akan berjuang untuk memperbaiki dan mengembangkan batinku.” Dengan demikian barulah Anda memasukkan instruksi “menaklukkan batin” ini ke dalam hati.

Seandainya Buddha Bisa Langsung Berbicara Kepadaku

Tentu saja saya di sini hanyalah seorang manusia biasa. Saya hanya bisa muncul di satu tempat tertentu dan berbicara pada sekelompok orang yang terbatas seperti ini. Sebaliknya, seorang Buddha memiliki kemampuan untuk memunculkan emanasinya, dalam jumlah sebanyak yang dibutuhkan. Bahkan Bodhisattva bhumi pertama sanggup seratus emanasi berbeda. Sedangkan saya yang hanya seorang manusia biasa tentu tidak memiliki kemampuan seperti itu.

Seandainya bisa, maka saya pasti sudah memancarkan emanasi untuk berbicara langsung kepada Anda, sesuatu dengan kebutuhan Anda pribadi. Tapi karena saya tidak memiliki kemampuan seperti itu, maka terserah kepada masing-masing dari 100 orang yang hadir di sini untuk mengambil nasihat ini sebagai nasihat yang ditujukan secara pribadi, spesifik, dan langsung kepada Anda.

The Secret of The Mind

Kondisi batin memainkan peranan yang vital dalam menentukan apakah seseorang bahagia atau tidak. Dengan berpikir, “Ya, saya akan menerapkan metode pada batin karena batin-lah yang menentukan apakah saya bahagia atau tidak.”

Ketika saya berbicara tentang menaklukkan atau menjinakkan batin, Anda seharusnya menganggap ini sebagai urusan pribadi dengan berpikir, “Ya, saya perlu berupaya untuk menjinakkan batin saya, pikiran saya.”

Dengan demikian, kenyataan bahwa kita harus berjuang untuk menaklukkan batin adalah sesuatu yang sangat krusial, semata-mata karena kita ingin bahagia dan tidak ingin menderita. Permasalahannya adalah, walaupun itu menjadi keinginan kita, namun kita belum bisa mencapainya karena kita menerapkan metode yang salah.

Shantideva mengatakan:

Bahkan mereka yang ingin menemukan kebahagiaan dan mengatasi penderitaan
Akan bingung karena tanpa tujuan dan tanpa pengertian
Bila ia tidak memahami rahasia pikiran
Puncak Dharma terpenting.

[Bodhicharyavatara, Bab V, Menjaga Kewaspadaan, bait 17]

Jadi, Shantideva menjelaskan bahwa walaupun kita ingin bahagia dan berniat memusnahkan penderitaan, namun karena kita tidak mengetahui cara kerja batin, maka kita sudah menerapkan metode yang keliru dan membuang-buang waktu.

Karena kurangnya kesadaran, kita tidak menerapkan metode sejati dalam rangka mengembangkan batin. Sebaliknya, kita sudah menerapkan segala jenis metode-metode lain dan akibatnya membuang-buang waktu karena itu semua bukanlah metode yang benar. Bukannya berjuang mengatasi permasalahan pada batin, tapi kita berjuang mengupayakan hal-hal lain di luar itu, yang sebenarnya tidak bermanfaat.

[ istirahat sejenak ]

Jadi, ringkasnya, dalam rangka mencapai kebahagiaan dan menghentikan ketidakbahagiaan, kita harus mengatasi batin yang masih kasar, menjinakkan batin yang masih liar, serta mengembangkan batin kita. Dalam rangka mengembangkan batin, kita harus bertumpu pada sebuah instruksi. Instruksi yang terbaik adalah metode yang disebut Tahapan Jalan Menuju Pencerahan untuk ketiga jenis praktisi.

Dengan adanya instruksi ini, tujuan kita adalah mempraktekkannya. Bukan hanya mempraktekkan, tapi kita harus meraih realisasi. Bagaimana cara mendapatkan realisasi? Tentu saja dengan bermeditasi.

How to Meditate

Untuk bermeditasi, pertama-tama kita harus mengetahui dan memahami apa yang akan kita meditasikan, serta mengetahui bagaimana cara memeditasikannya. Untuk mengetahui itu semua, kita harus mempelajarinya. Cara mempelajarinya adalah dengan mendengarkan ajaran, berikut studi atau pendalaman pribadi pada topik yang sudah didengar.

Sebagaimana yang sudah saya jelaskan tadi malam. Saya hanya mengulanginya sedikit. Prosesnya adalah belajar, merenung, dan meditasi. Dengan cara inilah barulah kita bisa mendapatkan realisasi yang dikehendaki.

Seharian ini saya sudah memberikan penjelasan selama lebih kurang 1,5 jam. Kita sudah melihat betapa peranan kondisi batin sangat penting sekali dalam menentukan apakah kita bahagia atau tidak dalam hidup ini. Dengan penjelasan panjang lebar, pada akhirnya kita sampai pada kesimpulan: yang harus kita lakukan dalam hidup ini adalah menjinakkan dan mengembangkan batin kita!

[ di sini penjelasan terhenti karena putusnya koneksi internet ]

…. di tempat lain Buddha mengatakan bahwa ketiga dunia pada dasarnya bersifat batiniah. Murid-murid yang memiliki kecenderungan untuk menganut pandangan cittamatin kemudian mendengarkan ajaran ini dan memahaminya secara harfiah atau literal. Bahwasanya “segala sesuatu yang eksis memiliki sifat dasar mental atau batin” atau “sifat dasarnya batiniah”.

Guru India besar Candrakirti menjelaskan bahwa bagian ini berasal dari sebuah sutra. Sebenarnya maknanya bukan bermaksud mengatakan bahwa semua fenomena pada dasarnya memiliki sifat dasar batin, apakah itu materi ataupun non-materi. Beliau mengatakan bahwa yang dimaksudkan oleh Buddha dalam ajaran ini adalah tidak adanya pencipta lain kecuali batin itu sendiri. Jadi, tidak ada Tuhan, Brahma, atau pencipta dunia tempat tinggal kita sekarang ini, kecuali daripada batin itu sendiri.

Batin-lah yang merupakan pencipta kebahagiaan maupun ketidak-bahagiaan. Pencipta ini ada di dalam batin kita masing-masing, bukan seorang makhluk atau sosok di luar diri kita. Karena itu kebahagiaan merupakan efek dari masing-masing pribadi, sebuah urusan yang sifatnya personal. Dari itu, kita harus bisa memahami betapa pentingnya upaya untuk menjinakkan batin, dan untuk menjinakkannya kita butuh instruksi. Dalam menjalankan instruksi, kita harus mengikuti prosedurnya, yakni belajar, merenung, dan meditasi.

Instruksi Lamrim yang kita gunakan untuk menaklukkan dan menjinakkan batin kita adalah instruksi yang sangat luas dan mendalam. Untuk itu, kita senantiasa berpatokan pada garis-garis besar Lamrim atau teks Instruksi-instruksi Guru yang Berharga, yang sudah merangkum poin-poin kunci pada setiap titik tahapan jalan.

Sebagian dari Anda sudah mempelajari Lamrim untuk waktu yang cukup lama. Sebagian lainnya benar-benar baru. Bagi pendatang baru, Anda bisa mempelajari Lamrim secara bertahap. Bagi murid-murid yang lebih tua, yang sudah terbiasa dengan Lamrim dan memahaminya hingga tingkat tertentu, maka dengan perenungan dan kontemplasi, Anda akan mengatasi segala keraguan mengenai tahapan jalan. Saya yakin banyak di antara kalian sudah berhasil mengatasi keraguan terhadap Tahapan Jalan Menuju Pencerahan dan itu hanya bisa diraih melalui proses kontemplasi atau refleksi.

Telah disebutkan sebelumnya juga bahwa di antara kalian pasti ada ahli-ahli meditasi atau meditator hebat. Artinya, Anda tahu bagaimana caranya bermeditasi sehingga tidak butuh penjelasan panjang lebar. Tapi, sebagian dari Anda adalah pendatang baru. Bagi Anda barangkali meditasi bukan topik yang cukup jelas. Karena itu, saya akan mencoba menjelaskannya sekarang.

How to Really Meditate

Sebagaimana sudah dijelaskan kemarin, meditasi adalah proses membiasakan batin dengan objek tertentu. Meditasi membuat batin terbiasa pada cara berpikir atau sikap batin tertentu. Sebagian besar dari Anda tidak paham bahasa Tibet, tapi beberapa orang memahaminya. Jadi, saya akan ulangi penjelasannya.

Dalam bahasa Tibet ada dua kata yang artinya sangat berdekatan. Gom dan gom dengan nada sedikit lebih rendah. Gom yang pertama adalah proses membiasakan batin dengan sesuatu atau familiarisasi. Gom kedua, dengan nada lebih rendah, adalah kata yang dipakai untuk meditasi. Jadi, kata ‘meditasi’ mengandung makna membiasakan batin dengan objek yang telah ditentukan melalui proses familiarisasi.

Secara umum, meditasi terbagi dua, yaitu meditasi analitik dan meditasi konsentrasi. Sedangkan, untuk jenis-jenis objek meditasi, ada banyak kemungkinan. Sederhananya, ada yang disebut “memeditasikan jalan” dan ada lagi yang disebut “memeditasikan sosok istadewata atau Buddha.” Ketika kita memeditasikan jalan, itu berarti kita sedang memeditasikan sebuah kualitas spiritual. Yang satunya lagi adalah kita memeditasikan sosok seorang istadewata atau Buddha.

Proses memeditasikan istadewata/ Buddha adalah membangkitkan sosok Buddha tersebut di dalam batin kita, kemudian menetapkan perhatian pada sosok tersebut. Ada dua kemungkinan dalam meditasi ini. Kita bisa mem-visualisasikan Buddha di hadapan kita, yaitu memunculkan sosok Buddha di dalam mata batin. Atau, mem-visualisasikan diri sendiri sebagai Buddha dan memusatkan perhatian padanya. Dasar pemikiran untuk kedua pilihan tersebut sama, yaitu kita membangkitkan sebuah sosok dan memusatkan perhatian pada sosok tersebut.

Hasil akhir dari meditasi berulang-ulang pada sosok istadewata (deity) yang divisualisasikan, apakah itu di angkasa di hadapan kita atau membangkitkan pada diri sendiri, adalah meditasi konsentrasi tanpa cela. Sebuah konsentrasi yang tidak kendur pun tidak terlalu tegang, hingga akhirnya mencapai konsentrasi satu titik atau samatha.

Hasil akhir dari memeditasikan sosok istadewata atau Buddha ini adalah meditasi konsentrasi, tapi dalam prosesnya seseorang bisa menerapkan kedua kategori, yaitu meditasi konsentrasi maupun meditasi analitik.

Kategori meditasi lainnya secara harfiah disebut “memeditasikan jalan,” yang artinya memeditasikan sebuah kualitas spiritual. Inilah yang kita lakukan dalam meditasi Lamrim. Sebagai contoh, memeditasikan keyakinan yang melihat guru spiritual sebagai Buddha yang sesungguhnya, merenungkan kematian dan ketidakkekalan, menyadari kemuliaan terlahir sebagai manusia yang bebas dan beruntung, menyadari nilai besarnya, betapa sulitnya kelahiran itu diperoleh, hingga membangkitkan welas asih agung.

How Meditation Works

Bagaimana prosesnya? Pertama-tama kita membangkitkan sebuah kondisi batin yang menyerupai kualitas yang sesungguhnya. Misalnya, dalam topik membangkitkan keyakinan yang melihat guru spiritual sebagai Buddha yang sesungguhnya. Pada awalnya kita tidak bisa membangkitkan keyakinan yang murni. Barangkali ada beberapa di antara Anda yang sudah mampu membangkitkannya, tapi sebagian besar saya rasa belum.

Jadi, awalnya kita membangkitkan sesuatu yang mirip dengan kualitas sesungguhnya, artinya mirip atau menyerupai keyakinan yang murni. Kita membangkitkannya dengan menggunakan meditasi konsentrasi dan analitik, untuk mengembangkan dan memperkuat keyakinan tersebut. Pelan tapi pasti kita akan menghasilkan kualitas yang mirip dengan kualitas keyakinan murni yang sesungguhnya. Artinya, kita akan benar-benar mampu melihat guru spiritual kita sebagai Buddha yang sesungguhnya.

Selama berada dalam proses latihan, kita berjuang untuk melatih kualitas ini hingga suatu hari nanti kita bisa membangkitkan kualitas batin yang melihat guru sebagai Buddha. Proses yang sama berlaku untuk latihan merealisasikan kesadaran akan ketidak-kekalan kita, dengan kata lain memeditasikan kematian. Sama juga untuk pengembangan welas asih. Awalnya kita membangkitkan sesuatu yang menyerupai welas asih, kemudian kita tingkatkan dan kuatkan dengan meditasi konsentrasi dan meditasi analitik. Demikianlah proses untuk menumbuhkan jalan (kualitas spiritual) di dalam batinmu.

Sebenarnya ada 6 cara untuk bermeditasi, tapi untuk mudahnya sudah saya sederhanakan menjadi dua, yaitu memeditasikan istadewata dan memeditasikan jalan (kualitas spiritual). Dalam meditasi jalan, kita akan memeditasikan Tahapan Jalan Menuju Pencerahan atau Lamrim. Sebelum memeditasikannya, saya akan memberikann transmisi teks Instruksi-instruksi Guru yang Berharga atau outline Lamrim yang memuat keseluruhan tahapan Lamrim.

Banyak di antara Anda yang sudah pernah menerima transmisi ini, tapi bagi pendatang baru barangkali belum. Jadi saya akan membacakannya setengah, dan transmisinya akan dilanjutkan setengahnya lagi besok.

[ Transmisi lisan teks Instruksi-instruksi Guru yang Berharga / Outline Lamrim ]

Saya sudah membacakan transmisi teks Instruksi-instruksi Guru yang Berharga sampai jalan yang dijalankan oleh makhluk yang memiliki motivasi agung. Tepatnya pada poin pertama dari tiga bagian utama motivasi agung, yakni mengenali manfaat-manfaat Bodhicitta.

The Way to Meditate

Berikutnya, bagaimana seharusnya kita bermeditasi? Untuk ini, ada sebuah nasihat luar biasa yang tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Nasihat ini bisa ditemukan di dalam Lamrim Gomchen Ngaki Wangpo atau yang disebut Lamrim Gomchen. Baitnya adalah sebagai berikut:

If you wish to make your mind susceptible to virtue
You must be sure of the order and the number of topics to be meditated
And with neither surfeit nor lacks,
Using remembrance and vigilance,
Be intent upon them otherwise the virtuous practices of a lifetime will be flawed.
[Gomchen Lamrim, hal. 11]

(Kalau Anda berniat mengembangkan kebajikan dalam batinmu, pastikanlah urutan dan jumlah topik yang akan dimeditasikan. Dengan urutan dan jumlah topik yang tidak lebih dan tidak kurang, gunakan ingatan dan kewaspadaan, dan berjuanglah dalam meditasi karena kalau tidak praktek seumur hidup akan tercela.)

Dalam bermeditasi, kita harus memastikan urutan dan jumlah topik yang akan dimeditasikan. Jika kita gagal memperhatikan poin penting ini, maka praktek meditasi seumur hidup yang sudah kita jalani akan ternoda atau rusak, sehingga menyia-nyiakan upaya besar yang telah dikeluarkan dalam latihan kita. Itu bisa terjadi kalau kita tidak memiliki disiplin serta tidak mengetahui bagaimana cara bermeditasi yang sebenarnya.

Ingatan & Perhatian

Di dalam meditasi ada dua alat yang sangat penting: (1) Ingatan/ memori, (2) Kewaspadaan/ perhatian.

Bagaimana cara menggunakan kedua alat tersebut? Mengapa keduanya begitu penting? Meditasi adalah membiasakan batin kita pada objek tertentu. Objek meditasi ini harus dipertahankan di dalam batin. Di sinilah letak peranan memori atau ingatan. Fungsi memori adalah mempertahankan objek tetap hadir di dalam batin, menjaganya tetap ada di sana.

Ketika kita mulai bermeditasi dengan sebuah objek, namun di perjalanan kita akan mulai memikirkan hal-hal lain, sampai akhirnya objek itu hilang sama sekali, karena tidak dapat dipertahankan. Untuk itu, kita harus menggunakan memori untuk menjaga dan mempertahankan objek. Selain itu, kadang-kadang kita menerapkan kewaspadaan/ perhatian untuk memeriksa apa yang sedang terjadi di dalam meditasi kita.

Contoh, ketika kita masih fokus pada objek meditasi, berikutnya kita bisa menggunakan salah satu fungsi kewaspadaan untuk memeriksa batin secara berkala. Fungsi kewaspadaan/ perhatian adalah memeriksa apakah batin masih fokus pada objeknya, tapi selain itu masih banyak fungsi-fungsi lain dari kewaspadaan.

Ketika kita sudah menentukan objek meditasi dan memulai meditasi dengan membangkitkan objek di dalam batin, maka fungsi memori adalah mempertahankan objek di dalam batin. Inilah fungsi memori atau ingatan. Bertahannnya objek meditasi di dalam batin harus dipertahankan dengan intensitas yang seimbang, tidak terlalu tegang pun tidak terlalu kendur. Intensitasnya harus pas.

Berikutnya, secara berkala, kadang-kadang saja, kita akan menggunakan kewaspadaan/ perhatian untuk memeriksa apakah batin masih memegang objeknya. Apakah batin masih mempertahankan objeknya. Apakah batin mempertahankan objek dengan intensitas yang pas, dan sebagainya. Ini adalah semacam proses verifikasi.

Tadi disebutkan bahwa intensitas bertahannya objek di dalam batin harus berada pada kondisi yang pas atau seimbang, karena kalau terlalu tegang, maka itu akan memengaruhi stabilitas atau fokus pada objek itu sendiri. Jadi, kita harus bisa mempertahankan intensitas yang tidak terlalu berlebihan. Sebaliknya, kalau fokusnya terlalu kendur, artinya genggaman batin terlalu longgar, maka ada resiko kita mengalami kekenduran di dalam meditasi kita.

Melodi yang Pas

Sebenarnya, salah satu aspek yang paling sulit di dalam meditasi adalah bagaimana cara mendapatkan intensitas mempertahankan objek yang pas/ seimbang. Tidak terlalu kuat pun tidak terlalu lemah. Tidak terlalu tegang, juga tidak terlalu kendur. Ini adalah poin yang sangat penting, karena kalau tidak, maka kita akan menemukan masalah-masalah lain yang muncul dalam meditasi kita.

Analogi yang bisa kita pakai untuk menjelaskan pentingnya intensitas yang pas adalah melalui instrumen musik. Contohnya, pi wang, sebuah alat musik yang dipetik. Senar alat ini tidak boleh disetel terlalu tegang pun tidak boleh terlalu kendur karena tidak akan menghasilkan suara yang merdu. Kalau disetel dengan intensitas yang pas dan seimbang, barulah alat ini bisa menghasilkan musik yang indah. Banyak di antara Anda semua yang merupakan musisi, jadi saya yakin Anda tahu persis apa yang saya maksudkan di sini.

Jadi, di dalam meditasi, kita mulai dengan alat yang sangat penting, yaitu memori atau ingatan. Berikutnya, kita memanfaatkan kewaspadaan atau perhatian di dalam meditasi kita. Kesalahan intensitas yang terlalu tegang bukan hanya bisa terjadi pada batin, tapi juga pada fisik. Fisik kita ketika bermeditasi tidak boleh terlalu tegang. Kalau terlalu tegang, ini akan memunculkan gangguan berupa ketegangan. Sebaliknya, kalau terlalu kendur, juga akan mengakibatkan gangguan.

Saya sudah menjelaskan betapa pentingnya memori atau ingatan di dalam meditasi. Fungsinya adalah mempertahankan objek meditasi di dalam batin. Tapi barangkali ada di antara Anda yang bertanya-tanya tentang seseorang yang memeditasikan kekosongan atau tidak ada objek meditasi tertentu. Apa gunanya memori pada meditasi ini?

Kalau ada yang bertanya seperti itu, itu menunjukkan kurangnya perenungann atau refleksi. Karena ketika seseorang memeditasikan kekosongan atau ketiadaan objek maka ia harus mempertahankan batinnya dalam keadaan kosong atau tanpa objek. Kalau tidak, berarti tidak ada kekosongan. Dari itu, batin yang sedang memeditasikan ketiadaan objek harus dipertahankan, karena kalau tidak, berarti tidak ada meditasi sama sekali. Jadi, tentu saja memori masih berperan di sini.

Jika Anda benar-benar ingin memeditasikan kekosongan atau ketiadaan objek sama sekali, maka Anda harus mempertahanakn kekosongan atau ketiadaan objek di dalam batin Anda. Batin Anda harus senantiasa berada dalam kondisi tanpa objek dan ini harus tetap dipertahankan. Jika tidak dijaga, pasti Anda akan memikirkan hal-hal lain. Artinya, kalau tidak dipertahankan, maka segala macam objek akan muncul di dalam batin Anda.

Kalau sudah demikian halnya, maka perhatian Anda sudah teralihkan. Dalam sebuah meditasi kekosoangan tanpa objek yang sesungguhnya, kita tidak boleh membiarkan munculnya pengalihan perhatian atau distraksi. Kita harus senantiasa menghindari kesalahan ini.

Satu-satunya cara untuk mengatasi distraksi atau pengalihan perhatian adalah dengan bertumpu pada memori atau ingatan. Mustahil bagi kita untuk mengatasi distraksi tanpa bergantung pada kualitas memori atau ingatan. Jadi, kembali pada contoh meditasi kekosongan atau tanpa objek, apakah itu benar-benar merupakan meditasi yang kosong-melompong, tanpa menggunakan memori sama sekali? Coba Anda renungkan kembali.

Gomchen Ngaki Wangpo juga memberikan penjelasan mengenai meditasi kekosongan atau tanpa objek ini di dalam Lamrim Gomchen karyanya. Di sana dijelaskan bahwa bila seseorang ingin benar-benar meditasikan kekosongan, maka meditasinya haruslah bebas dari distraksi atau pengalihan perhatian.

[ di sini ada kutipan dari Lamrim Gomchen ]

Sebenarnya tujuan dari memeditasikan kehampaan atau tanpa objek adalah mendapatkan sensasi menyenangkan atau perasaan nyaman. Jadi, dalam kasus ini, sebenarnya objek meditasi yang sesungguhnya adalah sensasi yang menyenangkan. Kesimpulannya, memori atau ingatan selalu memainkan peranan penting dalam sebuah meditasi yang sesungguhnya.

End of Session 3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *