Mempersembahkan Mandala, Mempersembahkan Alam Semesta

Mempersembahkan Mandala, Mempersembahkan Alam Semesta

  • April 1, 2020

Mempersembahkan Mandala, Mempersembahkan Alam Semesta

Jika Anda akhir-akhir ini sering atau baru saja mengikuti gaya hidup sehat dengan berlatih yoga, maka tidak bisa dipungkiri kata mandala pasti pernah terdengar di telinga Anda. Kata mandala juga bisa ditemukan pada seorang figur politisi dan pengusaha yang bernama Hutomo Mandala Putra. Toko buku juga pernah berlomba-lomba mengeluarkan buku-buku mewarnai mandala untuk dewasa.

Lalu apa itu mandala sebenarnya? Secara sederhana dari asal katanya, yaitu Bahasa Sansekerta, mandala berarti lingkaran atau obyek geometris dengan aturan tertentu. Bentuk geometris ini lah yang mempunyai peranan penting pada budaya Hinduisme dan Buddhisme, terutama Buddhisme tradisi Tibet, Jepang, Tiongkok, serta Indonesia. Dalam tradisi Buddhis, mandala diartikan sebagai representasi dari alam semesta dan digunakan sebagai sarana meditasi dan kadang juga disertakan pada upacara-upacara tertentu.

 

Apa itu mandala?

Mandala dalam dunia spiritual, terutama dalam budaya Asia, dapat dipahami dari pemahaman dua sisi. (1) Secara eksternal mandala adalah gambaran alam semesta. (2) Secara internal merupakan suatu pembimbing atau petunjuk arah yang sering kali dipakai dalam meditasi. Dalam tradisi Buddhis, diyakini bahwa dengan memasuki suatu mandala dan berjalan menuju pusat mandala, kita dibimbing secara spiritual untuk mengubah kondisi yang kita terima dalam samsara ini, dari menderita menjadi Bahagia.

Umat Buddhis tradisi Tibet tentunya tidak asing dengan istilah mandala. Kata mandala dalam bahasa Tibet adalah “kyilkor”. Suku kata pertama “kyil” berarti “intisari” dan suku kata kedua “kor” adalah “untuk memperoleh” sehingga ketika digabungkan menjadi “untuk memperoleh intisari”, suatu pengertian yang memiliki makna mendalam. Pada tingkat terendah, ‘intisari’ yang diperoleh adalah kelahiran yang bahagia di kehidupan mendatang, tingkat menengah adalah untuk bebas dari samsara, dan tingkat terakhir yang merupakan tujuan teragung adalah untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Mandala yang dimaksudkan disini jelas merupakan pemahaman eksternal yaitu gambaran alam semesta.

Setiap tindakan yang kita lakukan, semuanya berdasarkan motivasi tertentu. Motivasi tersebut sangat penting dikarenakan akan menentukan hasil dari tindakan kita. Untuk lebih jelasnya mari kita simak analogi berikut ini; kita melakukan persembahan mandala agar dapat mencapai tingkat Kebuddhaan maka persembahan mandala tersebut akan menjadi salah satu sebab dari sedemikian banyak sebab tercapainya tingkat Kebuddhaan. Untuk mencapai tingkat Kebuddhaan kita membutuhkan banyak sekali pengumpulan kebajikan. Persembahan mandala merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien untuk mengumpulkan kebajikan dengan jumlah besar. Jika mempersembahkan semangkuk air kepada Buddha saja menghasilkan kebajikan besar, apalagi mempersembahkan alam semesta? Karena itulah persembahan mandala menjadi cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan tersebut karena menghasilkan kebajikan besar dengan menggunakan sedikit kekuatan fisik.

 

Praktik Persembahan Mandala

Persembahan mandala merupakan latihan persembahan, latihan berdana, dan bila diawali dengan motivasi yang bajik, akan menghasilkan kebajikan besar sebagai akibatnya. Kita bayangkan kita sedang mempersembahkan alam semesta dan seisinya: bumi yang diurapi minyak wangi dan bertabur bunga, Gunung Meru, empat benua, matahari dan bulan dibayangkan sebagai tanah para Buddha. Kita bisa visualisasikan pada mandala: barang-barang ataupun orang-orang, yang kepada mereka kita merasa melekat, barang-barang atau orang-orang yang kita benci, dan semua obyek ketidaktahuan kita (apapun itu bentuknya baik tentang Dharma ataupun pengetahuan lainnya). P/ersembahkan semua itu pada Triratna atau Ladang Kebajikan. Kita mohon berkah dari mereka semoga tiga racun batin (kemelekatan, kebencian, dan ketidaktahuan) dapat berkurang dalam diri kita.

Sebagai bagian dari persembahan mandala, kita dapat juga mempersembahkan segala kebajikan yang kita miliki. Secara khusus, kita bisa mempersembahkan praktik 6 paramita, berikut penjelasan singkatnya:

  1. Dana

Membangkitkan keinginan untuk memberi, pikiran untuk mempersembahkan mandala dan benar-benar berniat untuk mempersembahkan bahan-bahan persembahan.

  1. Sila

Mempersembahkan mandala tidak hanya untuk keuntungan diri sendiri, tetapi untuk kebaikan semua makhluk. Persembahan mandala hanya untuk kepentingan diri sendiri dapat menghambat praktik disiplin moral.

  1. Kesabaran

Sabar ketika mengatasi kesulitan yang timbul dalam praktik ini, seperti melakukan visualisasi dan sebagainya, serta mengatasi kemalasan untuk melakukan praktik ini.

  1. Semangat

Melakukan praktik ini dengan kegembiraan dan upaya yang bersemangat.

  1. Konsentrasi

Berkonsentrasi dengan baik ketika melakukan praktik ini dan tidak membiarkan pikiran melayang.

  1. Kebijaksanaan

Mengetahui dengan pasti bagaimana membuat persembahan dan mengerti bahwa meskipun mandala itu nampaknya tidak ada dalam wujudnya namun secara keyakinan ada secara nyata.

Praktik persembahan mandala ini biasanya menggunakan semacam piringan atau mangkuk dengan tiga ukuran dan biji-bijian atau batu permata sebagai isinya. Piringan mandala yang lazim digunakan di zaman sekarang umumnya berbahan logam dan dihias dengan ukiran 8 simbol keberuntungan. Tidak ada hal yang wajib dan tidak wajib dalam hal bahan pengisi mandala. Yang terpenting sebagai bahan pengisi mandala adalah mudah mengalir dan mudah digenggam serta berasal dari niat dan motivasi murni kita untuk mempersembahkan kepada objek persembahan kita. Bahkan Je Tsongkhapa ketika membuat persembahan mandala hanya menggunakan sebuah lempengan batu sebagai dasar mandala dan batu-batu kerikil sebagai bahan pengisinya.

Persembahan mandala ini tidak hanya dapat dipersembahkan kepada Ladang Kebajikan yang lengkap. Kita dapat mempersembahkannya kepada Buddha Sakyamuni, Avalokiteśvara, guru spiritual kita sendiri, dll. Bahkan bisa juga kepada Buddha apa pun yang kita lihat ketika berpradaksina di Candi Borobudur maupun candi lainnya. Praktik persembahan mandala secara lebih lengkap dan mendetail dapat dibaca pada buku penjelasan tentang teks Permata Hati bagi mereka yang beruntung dan persembahan mandala yang diajarkan oleh Guru Dagpo Rinpoche atau bisa ditanyakan dalam pengajaran Prolam.

 

Pentingnya Persembahan Mandala

Kita harus menyadari bahwa kondisi kita saat ini yang penuh halangan untuk praktik Dharma dan sering kali mengalami ketidakberuntungan dalam hidup adalah bukti nyata bahwa kebajikan yang kita miliki sangatlah minim. Oleh karenanya, sangatlah penting untuk melakukan praktik persembahan mandala dalam praktik sehari-hari kita. Mengenai peralatan persembahan mandala, memang sebaiknya kita berikan dan pilih yang terbaik bagi ladang kebajikan. Yang terbaik di sini bukan berarti yang termahal dan terbuat dari emas dan berhiaskan batu rubi. Terbaik berarti sesuai dengan kebutuhan praktik kita, tidak mudah rusak, mudah digenggam dengan kedua tangan dan tidak terlalu berat ketika digunakan. Je Tsongkhapa juga seringkali ketika membuat persembahan mandala hanya menggunakan benda-benda yang ada di sekitar Beliau semasa pengembaraan dan selama retret purifikasi dan pengumpulan kebajikan.

Pentingnya praktik persembahan mandala ini juga dapat ditemukan dalam kisah murid Guru Atisha, yang bernama Gonbawa, seorang yogi agung. Gonbawa banyak menghabiskan waktunya untuk berlatih meditasi shamatha sehingga berhenti melakukan praktik persembahan mandala dan peralatan mandalanya berdebu. Suatu hari Guru Dromtonpa mengunjungi kediaman Gonbawa. Setelah melihat peralatan mandala milik Gonbawa yang berdebu, ia bertanya alasan Gonbawa tidak melakukan persembahan mandala lagi. Gonbawa menjawab, “Saya sedang sibuk melatih meditasi satu titik sehingga saya tidak mempunyai waktu untuk membuat persembahan mandala.” Mendengar hal ini Guru Dromtonpa mengkritiknya dengan keras dan mengatakan bahwa guru mereka, Guru Atisha yang meditasinya jauh lebih baik dibandingkan Gonbawa, masih melakukan persembahan mandala tiga kali sehari. Mendengar hal ini Gonbawa melakukan persembahan mandala dengan tekun dan sebagai hasilnya pemahaman Gonbawa semakin mendalam.

Cerita lainnya tentang pentingnya persembahan mandala ini adalah cerita mengenai Biksuni Padma, seorang putri raja di India yang kemudian menjadi seorang biarawati. Dengan melakukan praktik persembahan mandala ini, ia dapat bertemu langsung dengan Arya Avalokiteśvara seperti kita dapat bertatap langsung dengan orang lain. Dengan meminta dan menerima instruksi dari-Nya, ia dapat mencapai pencerahan.

Je Tsongkhapa, seorang guru besar di Tibet, dapat bertemu para Buddha dengan mempraktikkan persembahan mandala ini. Latihan ini benar-benar membantu beliau dalam usahanya merealisasikan langsung secara mendalam tentang sifat alami dari semua fenomena adalah sunyata. Je Tsongkhapa membuat persembahan mandala yang banyak sekali dengan menggunakan batu besar yang rata dan batu-batu kerikil, akibatnya bukan saja batu tersebut menjadi halus, tetapi juga hingga lengan Beliau terluka.

Bila ketiga cerita diatas kesannya terlalu jauh dan muncul pikiran, “Iya, tentu saja mereka melakukannya karena mereka orang suci,” maka ambillah teladan Guru Dagpo Rinpoche yang hadir secara langsung untuk membimbing kita di Southeast Asia Lamrim Festival (SEALF) November 2019 lalu. Walaupun Guru Dagpo Rinpoche sudah berusia 80 tahun lebih, Beliau selalu melakukan persembahan mandala dengan peralatan mandala yang ada di setiap sesi puja dengan tekun dan penuh perhatian. Ini merupakan contoh yang jelas dan bukti nyata bahwa persembahan mandala sangatlah penting bagi praktik sehari-hari kita. Jika persembahan mandala tidak penting, mana mungkin para guru yang agung luar biasa masih terus melakukannya dengan tekun dan rajin?

 

Sumber:

“Penjelasan Permata Hati bagi Mereka yang Beruntung dan Persembahan Mandala”

What is a Mandala? History, Symbolism, and Uses

https://www.britannica.com/topic/mandala-diagram

https://www.britannica.com/topic/mandala-diagram